Bab 5 - Merasa Dimengerti

1.3K 113 9
                                    


****
Dari bulan ke tahun, aku jadi lebih sering mengirimi Genta surat, berharap bahwa dia akan terketuk hati untuk membalas setidaknya satu saja pesan dariku. Total surat yang kuberikan kepadanya mungkin ada 12. Biasanya aku menyelipkan di tasnya atau meminta dia menungguku di Beringin Cinta untuk mengambil surat dariku. Aku masih ingat beberapa isi suratnya, seperti ketika aku kesal dengan status hubungan kami, aku menulis begini:

Untuk Genta Aditama,

Kita tuh statusnya apa, sih? Teman atau pacar? Kalau teman, berarti teman nggak boleh cemburu dong? Terus kenapa kamu cemburu kalau aku dekat sama cowok lain? Kalau kita pacar, tapi nggak pernah terucap dari mulut kamu kalau kita pacaran. Kamu bikin aku bingung. Jadi kepastiannya gimana? Kita teman atau pacar?

Atau ketika dia ulang tahun, aku memberinya surat dan juga sapu tangan.

Hai Genta Aditama,


Sewaktu menerima surat itu, besok harinya Genta hanya tertawa geli lalu bilang kepadaku, "Surat kamu lucu juga." Iya, dia hanya merespons suratku seolah itu adalah surat biasa. Dia tidak pernah merespons tentang perasaanku. Namun, anehnya meskipun perasaanku tidak pernah berbalas, perasaan itu tidak pernah mati. Perasaan itu malah tumbuh semakin subur seperti bunga yang terus disiram setiap harinya. Mungkin karena Genta memang tidak mengungkapkan perasaannya secara langsung, tetapi dia menunjukkan rasa sayangnya lewat perilaku.

Misalnya ketika aku merasa sedih luar biasa ketika tahu bahwa salah satu idolaku, Nike Ardilla, meninggal karena kecelakaan mobil.


****

     19 Maret 1995.

Itu adalah hari terburuk yang pernah kurasakan. Hari Minggu, tidak ada jadwal kuliah. Alhasil yang kulakukan adalah menonton televisi. Lalu kulihat Bapak, Emak, serta adikku duduk di ruang tengah dengan wajah tegang. Biasanya pagi-pagi selalu dihiasi dengan teriakan Emak, entah dia marah karena aku bangun terlalu siang, Bapak yang lupa menyiram bunga, atau adikku yang malas membantu beres-beres rumah. "Kenapa nih pada diem semua?" tanyaku sambil duduk di samping Emak.

Emak bergeming.

Aku ikut mengarahkan pandanganku ke televisi dan detik itu juga jantungku seperti melompat ke perut menonton berita kalau Nike Ardilla meninggal dunia karena kecelakaan. Hari itu duniaku seolah runtuh. Aku langsung masuk kamar dan menangis sejadi-jadinya. Aku menangis seperti seseorang yang putus cinta. Waktu makan siang sampai sore aku lewatkan sampai Emak menggedor pintu dan teriak, "Makanya kalo ngefans tuh biasa aja, nggak usah kayak orang paling merana sedunia!" Ah, Emak nggak ngerti! Emak nggak ngerti bagaimana rasanya ditinggal oleh idolanya.

Rasanya semua orang seperti mengejekku.

Adikku yang tertawa terbahak-bahak melihat mata sembabku, Bapak yang diam saja dan tidak membelaku sedikit pun, Emak yang bercerita ke mana-mana kalau aku menangis karena Nike Ardilla. Aku merasa rasa sedihku seolah disepelekan, bahkan teman-temanku yang tahu aku menangis karena hal itu, juga tertawa. Hanya Genta yang mengerti. Dia satu-satunya orang yang tidak tertawa ketika aku bilang kalau aku seperti orang putus asa karena masih tidak percaya berita yang kudengar.

Bersama Genta aku merasa sedihku beralasan, bahwa setiap orang memiliki hak untuk sedih, sesederhana apa pun itu. Suatu hari, ketika rasa sedihku mulai mereda dan aku mulai berdamai dengan keadaan, dia bilang sesuatu kepadaku setelah pulang kampus.

"Kenapa?"

"Karena kalau saya menggantungkan kebahagiaan ke seseorang, gimana seandainya tiba-tiba dia menghilang? Bahagia saya pasti akan ikut dibawa pergi juga."

Ketika mendengar itu, aku merasa biasa saja. Tidak pernah menyangka bahwa kata-katanya justru adalah nasihat untukku. . Kita tidak pernah tahu bagaimana perasaannya, apakah dia ingin menetap atau justru berpindah tanpa kita ketahui di mana letaknya


----

Foto Putri, Genta, sama teman-temannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Foto Putri, Genta, sama teman-temannya ... 


Ngomong-ngomong bentar lagi pre - order, saveee yhaaa! Catat tanggalnya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ngomong-ngomong bentar lagi pre - order, saveee yhaaa! Catat tanggalnya!

Ngomong-ngomong bentar lagi pre - order, saveee yhaaa! Catat tanggalnya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalo mau bayangin Genta gimana yah kira2 gini lah ya ...


Terus kalau Putri gimana, yah gini kayak Deok Sun di 1998

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terus kalau Putri gimana, yah gini kayak Deok Sun di 1998


Bonus lagi foto Putri sama temen-temennya waktu di Pantai, Genta mana? Genta yg ambil fotonya :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bonus lagi foto Putri sama temen-temennya waktu di Pantai, Genta mana? Genta yg ambil fotonya :)

Kota Para PecundangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang