9

3.3K 255 33
                                    

Suara gelas yang diletakkan di atas marmer meja bar di dapur membahana dalam keheningan suasana ruangan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara gelas yang diletakkan di atas marmer meja bar di dapur membahana dalam keheningan suasana ruangan itu. Dirga kembali mengisi gelasnya penuh dengan air dari dalam pitcher, yang langsung ia habiskan dalam sekali tenggak. Setelahnya, ia kembali membawa langkahnya menghampiri sofa di ruang tengah. Ia kemudian duduk dengan mata tertuju pada daun pintu yang setia tertutup untuknya sejak setengah jam yang lalu.

Sepanjang hari tadi saat bekerja, pikiran Dirga dijejali tentang bagaimana cara menjelaskan apa yang terjadi kepada Tsabitha. Tentang kepulangan sang ibu yang ditunda. Yang berarti, dirinya harus menetap di rumah Laras lebih lama. Dan, saat ia akhirnya mampu mengungkapkan apa yang terjadi pada Tsabitha, Dirga mau tak mau menerima konsekuensinya.

Sayup suara tangis terdengar dari balik daun pintu. Tsabitha akan betah berlama-lama menumpahkan tangisan di atas bantal, saat kenyataan tak berjalan sesuai harapannya. Seperti saat Dirga lupa janji makan malam di ulang tahunnya karena sibuk bekerja, Tsabitha hampir membatalkan pernikahan mereka waktu itu. Pernah juga saat Dirga melupakan hari jadi pernikahan mereka di tahun pertama mereka menikah. Lalu, saat Dirga membatalkan rencana liburan mereka ke Raja Ampat di hari jadi pernikahan mereka yang kedua. Dan, yang terakhir saat Dirga memutuskan untuk menceraikannya kurang dari seminggu dari hari jadi pernikahan mereka yang ke-tiga.

Namun, Dirga tak pernah merasa keberatan dengan bagaimana Tsabitha mengekspresikan rasa kecewanya. Tsabitha yang manja dan membuat Dirga selalu merasa dibutuhkan saat berteman dekat dulu, adalah pemicu utama bagaimana Tsabitha menjadi pemilik hati Dirga. Makanya saat menjadikan Tsabitha istri, Dirga siap dengan segala sifat kekanakan yang justru menjadi pelipur laranya itu. Namun, rupanya Dirga yang terbiasa malah menjadi lupa kalau Tsabitha juga bisa lelah merajuk padanya.

Dirga membuang napas berat, sebelum mengusap wajahnya dengan kasar. Ia berguling ke sisi sofa yang memiliki ukuran sepanjang tubuhnya. Disandarkan punggung lelahnya dengan nyaman, dengan pandangan tertuju pada vitrasi gorden yang menyamarkan keindahan senja di luar sana. Tadi, Dirga meninggalkan kantor dengan cepat dan mengabaikan panggilan; tentang pekerjaan yang berulang masuk pada ponselnya. Fokusnya sejak kemarin siang memang hanya tertuju pada satu nama yang memiliki tempat tertinggi di hatinya. Dan, ia cukup dilanda frustrasi saat ia tak memiliki hal yang bisa mengobati kekecewaan Tsabitha.

Sialnya, otaknya tidak bisa diajak bekerja sama dalam keadaan lapar. Ditambah posisinya saat ini yang sedang berbaring miring memeluk lengan sofa tak mampu melawan kantuk yang menyerang tiba-tiba. Lagi-lagi, Dirga membiarkan Tsabitha lelah sendiri.

***

"Kamu ini gimana, Mas? Istri ngambek malah kamu tinggal tidur."

"Habisnya aku juga nggak tahu apa yang bisa aku lakukan untuk Tsabitha. Pikiran seperti buntu, mungkin karena aku capek banget, lapar juga."

Laras tersenyum kecil seraya menoleh ke arah belakangnya. Pada tubuh pria yang terkapar lemah di atas ranjang yang juga sedang ia duduki saat ini. Posisi pria itu tengkurap, kepalanya sepenuhnya dibenamkan ke dalam empuknya kasur king size itu. Kedua tangan dan kaki pria itu terbentang sempurna, sehingga tubuhnya menyerupai huruf X saat ini. Laras menebak kalau pria itu benar-benar kelelahan karena tak menyadari posisi konyolnya saat ini yang baru Laras temui sepanjang usia pernikahan mereka.

Waktu Yang Dinanti ✅️ | LENGKAP DI KK DAN EBOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang