Nadia keheranan saat mendapati jalan layang yang biasa dilewatinya kini telah ramai oleh puluhan orang. Tidak jauh dari sana dia juga mendapati beberapa mobil polisi dan tim sar yang terparkir.
Pandangan mata semua orang tertuju pada sungai yang berada di bawah jalan layang itu.
"Oke, angkat dalam hitungan ke-tiga! Satu, dua, tiga!" Teriakan keras salah seorang polisi lantas terdengar di telinga Nadia.
Beberapa saat kemudian sebuah kantong berwarna oranye bertuliskan 'Corspse Body Bag' terangkat dari dasar sungai tersebut. Nadia yang penasaran memutuskan untuk menghampiri kerumunan warga guna melihat lebih jelas.
"Ada apa ini, Bu?" tanya Nadia pada salah seorang wanita paruh baya di sana.
"Ada mayat tiba-tiba muncul dari dasar sungai, Dek!" jawab wanita tersebut.
Nadia mengerutkan keningnya dalam-dalam.
"Pak, ini barang-barang yang berhasil ditemukan di sekitar lokasi." Salah seorang anggota tim sar menghampiri polisi yang berteriak tadi, sambil menyerahkan sebuah tas dan juga sepatu yang nampak familiar di mata Nadia.
Gadis itu terperanjat seketika. Tangannya yang semula memegang erat tas pundaknya kini bergetar hebat.
Bagaimana tidak, tas dan sepatu yang baru saja dilihatnya tampak mirip sekali dengan milik Max. Nadia sontak berjalan cepat menuju garis polisi yang terpasang di sana.
Benar saja, barang-barang itu adalah milik Max!
Nadia menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan kedua tangannya. Mereka baru saja bertemu semalam. Jadi, bagaimana bisa?
Apa Max ...?
Nadia menggelengkan kepala guna menepis pikiran buruk yang berseliweran di kepalanya.
.
.
."Nadia, kamu kenapa?" tanya Rina, teman kerjanya yang juga seorang kasir di minimarket tersebut.
Belum sempat Nadia menjawab, suara pewarta di layar televisi menginterupsi mereka.
"Sesosok jenazah ditemukan mengambang di sungai M sore hari ini. Dari barang-barang yang ditemukan di sekitar lokasi, kuat dugaan bahwa jenazah tersebut adalah Max Ansell, pemuda berusia 20 tahun yang merupakan anak dari pemilik perusahaan real estate bernama Jack Ansell. Max diketahui hilang sejak sembilan hari lalu. Tim Forensik mengatakan bahwa korban telah jatuh ke dalam sungai tepat sehari setelah dinyatakan hilang. Namun, untuk lebih memastikan waktu kematiannya, jenazah akan dibawa ke rumah sakit B untuk keperluan otopsi."
Nadia membelalakan matanya.
"Sementara itu, di dalam tas milik korban, terdapat secarik pesan perpisahan yang ditulis korban untuk kedua orang tuanya. Pesan terse-"
Telinga Nadia tiba-tiba berdenging hebat. Kepalanya pun terasa berputar-putar.
Gadis itu berusaha melangkah dengan merambat menuju meja kasir.
Begitu tiba di kasir, Nadia lagi-lagi terperanjat saat mendapati sekotak rokok yang dia beli semalam untuk Max.
Rokok tersebut ada di meja kasirnya saat ini.
"Oh iya, Nad, tadi ada cowok tinggi tegap datang nyariin kamu. Aku sih, nggak lihat jelas wajahnya. Katanya dia mau ngembaliin rokok yang kamu beliin semalam. Dia juga bilang, kalau mulai sekarang nggak akan ada lagi sekotak rokok yang hilang. Tahu deh, aku juga nggak ngerti maksudnya apa." Rina dengan gamblang memberitahukan Nadia.
Nadia mengambil rokok tersebut yang ternyata telah basah dan kotor, sebelum kemudian memeluknya erat-erat.
"Max," ucap Nadia dengan nada bergetar. Detik selanjutnya tangisan gadis itu pecah. Sembari terkulai di lantai Nadia menangis meraung-raung, hingga membuat Rina dan beberapa pelanggan minimarket yang berada di sana kontan berlarian menghampirinya.
.
.
.
.
.Beberapa minggu kemudian.
Nadia tidak pernah lagi melewati jalan layang itu. Bukan karena pesan yang disampaikan oleh Max, melainkan karena tidak ingin lagi merasakan kesedihan atas laki-laki itu. Namun, entah mengapa Nadia memilih untuk datang berkunjung siang hari ini.
Berbekal dua buah tangkai bunga marigold, Nadia berdiri tepat di tepi jembatan jalan layang sembari menatap ke arah sungai yang kini sedang berarus deras.
Nadia melepaskan bunga itu ke sungai sambil berkata, "kamu benar, nggak ada lagi sekotak rokok yang hilang dari rak-ku." Tawa kecil meluncur dari bibir Nadia, sejurus dengan lelehan air mata yang jatuh membasahi pipinya.
"Terima kasih sudah menyukaiku. Aku juga menyukaimu, Max," ucap Nadia seraya berbalik untuk bersiap pergi meninggalkan tempat itu.
Nadia terhenyak sejenak, kala matanya tiba-tiba menangkap sesosok laki-laki yang sangat dia kenal.
Laki-laki itu tersenyum manis ... berdiri persis di seberang jalan, di antara kerumunan orang-orang yang sibuk berlalu lalang. Namun, saat Nadia memejamkan mata dan membukanya kembali, sosok itu tidak lagi tampak.
Nadia tersenyum tipis. Dia kembali melanjutkan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekotak Rokok
HorrorNadia, gadis manis pekerja keras yang tidak pernah takut pulang malam. Sebab, berkat keberaniannya tersebut, dia bisa bertemu dengan orang spesial. Cover from: Pexels (License free).