2.Pertemuan ditemani Senja

145 97 28
                                    

"Kita bertemu kembali. Tapi sementara tuhan menjadikannya sebuah kebetulan, tidak tahu hari esok. Apa kita di pertemukan tuhan untuk tadir?"
-Astrophile

📖Happy Reading 📖

Yesaya menepikan motornya saat ia melihat seseorang yang ia kenal. Awalnya ia ragu untuk berhenti, namun mengingat malam akan segera tiba dan orang itu perlu bantuan Yesaya langsung memilih membantunya.

"Kenapa mobil lo?" tanya nya setelah menepikan motornya. Orang itu tampak bingung menatap ke arahnya.

"Lo?" ucapnya kebingungan. "Ngapain lo disini?"

Yesaya tak langsung menjawab. Ia berjalan memutari mobil itu seolah mengecek keadaan mobil itu. "Ini jalan umum, bukan jalan punya lo," ucap Yesaya kemudian.

"Ban mobil gue bocor," ucap orang itu. Yesaya mengangguk angguk sebagai jawaban. "Mau gue teleponin Sagi buat bantu lo?" tanya Yesaya. Dia laki-laki tadi yang memesan donat di tokonya. Ia bertanya itu karna ia pikir orang itu dekat dengan Sagi karna mereka tadi sempat duduk satu meja.

"Udah gue telepon. Enggak diangkat" balasnya. Ia tampak sibuk mencari sesuatu di ponselnya. Mungkin ia sedang menghubungi orang untuk membantunya.

"Kebiasaan tuh Sagi enggak pernah mau angkat telepon."

"Mau bareng gue aja? Kalau enggak salah di depan ada bengkel" tawar Yesaya. Niat awalnya kan memang untuk membantu.

Laki-laki itu tampak berpikir sebentar. Mungkin ia ragu menerima tawaran Yesaya. Ada beberapa alasan laki-laki itu ragu, pertama mereka tidak kenal, kedua ia takut membebani Yesaya, ketiga mungkin ia takut pada Yesaya? Kenapa?

"Ya gue cuman nawarin bantuan. Kalau enggak mau lo bisa jalan sampai lampu merah sana, paling habis itu kaki lo enggak bisa jalan tiga hari," ucap Yesaya santai, ia sudah kembali menaiki motornya dan memasang helmnya. Ia tak menakuti orang itu, ia berkata jujur. Jarak bengkel dari tempat mereka sangat jauh. Yesaya juga tak yakin apakah masih bukak.

"Eh, gue belum jawab" balas laki-laki itu menahan motor Yesaya. "Lama banget lo mikirnya, tenang aja gue punya SIM." ucap Yesaya membalas. Ia tersenyum membanggakan dirinya sendiri.

"Gue cuman takut lo culik gue," ucapnya kembali. Yesaya yang mendengar itu sontak tertawa keras, percaya diri sekali laki-laki itu.

"Modelan kayak lo enggak ada yang mau nyulik. Paling laku lo diculik bencong di lampu merah itu." Yesaya menunjuk ke arah lampu merah dimana ada beberapa perempuan aneh berdiri sambil bernyanyi disana. Penampilannya saja perempuan aslinya cowok, alias bencong lampu merah.

Laki-laki itu bergidik ngeri saat salah satu dari mereka menatap ke arahnya sambil mengedipkan mata. Yesaya tak kuasa menahan tawanya saat mereka melenggak lenggokkan badannya menggoda laki-laki itu.

"Amit amit," cecarnya. Yesaya kembali tertawa, bahkan ia rasa suara tertawanya terdengar oleh pengendara lain yang tak sengaja lewat di samping mereka. "Buruan jalan! "

"Gue kira lo masih mau ngeliatin tante tante itu," ucap Yesaya menggoda.

"Buruan jalan atau gue bawa lari nih motor lo." balasnya kesal. Ia bahkan memukul pelan pundak Yesaya yang berada di depannya. Posisi mereka kini Yesaya sebagai pembawa motor dan laki-laki itu membonceng di belakangnya.

Mendengar itu Yesaya langsung menggas motornya. Ia jelas tak mau motor kesayangannya ini di pakai oleh orang lain. Bahkan Celyn saja ia marahi kalau kedapatan membawa motornya. Ini adalah hadiah ulang tahun dari Ayahnya.

Motor mereka melaju dengan kecepatan sedang. Laki-laki itu duduk sangat jauh dari Yesaya, bahkan Yesaya rasa laki-laki itu berada dipaling ujung motornya ia benar benar menjaga jarak dengan Yesaya. Tak ada yang mereka bicarakan, Yesaya fokus mengendarai motornya sedangkan laki-laki itu menahan kecanggungan diantara mereka.

Yesaya menepikan motornya saat mereka melihat ada salah satu bengkel yang masih buka. Melihat itu laki-laki itu tampak lega, Yesaya bisa melihat wajah leganya di kaca motornya.
"Gue udah siap teriak tadi kalau lo beneran culik gue." laki-laki itu turun dari motor. Ia menatap Yesaya yang tengah melepas helmnya perempuan itu ikut turun dari motor. Ia kira Yesaya hanya akan mengantarnya. "Bye the way, makasih."

"Gue sama sekali enggak tertarik culik lo." balas Yesaya. Ia berjalan lebih dulu diikuti laki-laki dibelakangnya.

"Kang Abdi" sapa Yesaya. Laki-laki itu mengerti sekarang, ia sudah menemukan orang yang tepat membantunya. Ia kira Yesaya hanya asal mengatakan bahwa ia akan membantunya.

"Eh, neng Yesa? Motor nya mogok lagi, neng? " tanya laki-laki dengan rambut keriting. Ia merupakan pemilik bengkel langganan Yesaya. Ia sering kesini saat motornya tiba-tiba rusak atau mogok. Ia cukup dekat dengan pemilik bengkel yang selalu ia panggil Kang Abdi.

"Bukan motor saya. Ini, ban mobilnya bocor" balas Yesaya. Ia menunjuk ke arah laki-laki yang berdiri di belakangnya. Ia tersenyum sekilas menyapa saat Kang Abdi menatapnya.

"Pacarnya ya?" usil Kang Abdi membuat Yesaya menautkan alisnya. Sedangkan laki-laki itu sibuk membantah perkataan Kang Abdi. Padahal Yesaya tahu Kang Abdi hanya menggodanya, karna itu ia tak perlu membuang tenaga untuk menjelaskannya.

"Eh, bukan bukan Kang" ucap laki laki itu. Ia menatap Yesaya yang acuh.

"Ngaku aja mas, enggak papa" balas Kang Abdi lagi. Ia semakin menggoda laki-laki itu membuatnya kehilangan kata kata untuk menjelaskan.

"Udah, Kang. Itu temen kampus," ucap Yesaya karna ia lelah mendengar mereka berdua berdebat. "Kang Abdi bisa kan benerin mobilnya? " tanya Yesaya kemudian.

"Bisa, bisa. Mana mobilnya?" tanya Kang Abdi pada laki-laki itu.

"Di depan lampu merah tugu, Kang. Akang bisa kesana, kan?" ucapnya menjelaskan.

Kang Abdi mengangguk angguk, "Bisa dong. Ayok kita ke mobilnya."

"Iyaudah. Lo berdua sana sama Kang Abdi, gue mau pulang." ucap Yesaya pada laki laki itu.

"Makasih udah anterin gue kesini" balas laki-laki itu.

Yesaya mengangguk. Ia berjalan lebih dulu ke arah motornya."Kang Abdi pulang dulu" ucap Yesaya berpamitan pada Kang Abdi yang baru saja menghidupkan motornya. Kang Abdi membalas ucapan Yesaya sambil melambai. Setelah itu baru ia menjalankam motornya meninggalkan bengkel Kang Abdi.

"Mau jalan sekarang, Mas? " tanya Kang Abdi membuat laki-laki yang menatap kepergian Yesaya langsung tersentak. "Iya Kang sekarang" balasnya lalu mulai naik ke motor Kang Abdi.

Yesaya melajukan motornya memasuki pekarangan rumahnya. Jarak bengkel dari rumahnya tidak terlalu jauh sehingga memakan waktu yang sangat cepat. Ia baru sadar langit sore yang jingga itu sudah bertukar menjadi gelap. Setelah memasukkan mototnya ke garasi ia mulai masuk kerumahnya, bersamaan dengan itu mobil milik Mamanya juga baru saja memasuki pekarangan rumah.

Yesaya memilih menunggu. Terlihat Mamanya dan Celyn turun bersamaan dari mobil. Ia melambai semangat pada Celyn yang tengah membawa dua plastik berukuran sedang dikedua tangannya. Ia menebak itu berisi makanan, ia selalu antusias jika sudah menyangkut tentang makanan.

"Baru pulang Kak?" tanya Celyn memberikan satu kantong makanan pada Yesaya. Yesaya menerimanya dengan senang hati "Iya. Tadi habis jalan-jalan bentar" balasnya berjalan masuk ke dalam rumah. Ia langsung menuju ke meja makan karna perutnya benar benar terasa sangat lapar.

"Mandi dulu Kak" ucap Mamanya membuat pergerakan Yesaya terhenti. Ia menutup kembali makanannya lalu berjalan malas ke kamarnya. Ia harus menunda kembali perutnya yang lapar.

***

Akhirnya bab 2 selesai...
Aku ucapin makasih buat kalian yang sudah voting+coment cerita aku...

Semoga untuk ke depannya kalian makin suka...
See you guyss..

'Tandain kalau ada typo:)'

Astrophile(Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang