22. Oiseaux à L'Horizon Du Matin

4 1 0
                                    

Seorang gadis tampak menenteng sebuah tas yang lebih besar daripada tubuhnya sendiri, kini berjalan di pinggiran alun-alun. Sore itu, beberapa warga tampak menikmati langit senja yang tertaut dengan mendung. Akhir-akhir ini, cuaca makin tidak dapat diprediksi di Tanah Singasari. Gadis itu tampaknya harus cepat-cepat melakukan apa yang harus dirinya lakukan.

Ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas besar itu. Sebuah kotak yang menyimpan satu set biola. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan biola itu dari kotak penyimpanannya. Gadis itu kemudian sejenak menyetem biolanya selama satu menit. Setelah dirasa sudah pas, ia pun mulai mempersiapkan diri dengan penampilannya. Ia pun memosisikan dirinya di tengah-tengah alun-alun. Beberapa orang pengunjung yang penasaran dengan gadis yang menenteng biola pun mulai mengerumuni gadis itu.

Kemudian, si Gadis menaruh sebuah kaleng bekas permen di depannya. Setelah itu, sejenak ia mulai memainkan biolanya. Alunan biola yang bernada, seketika menggoda para pejalan kaki di sekitarnya. Setelah satu kali intro, ia pun mulai bernyanyi.

Burung di ufuk pagi

Bernyanyi dalam sunyi

Menanti fajar pagi

Namun Apa yang terjadi

Burung di ufuk pagi

Seolah-olah mati

Dikutuk dan dibenci

Di Tanah Singasari

Orang-orang bertepuk tangan atas penampilan gadis itu. Beberapa dari penonton mulai mengeluarkan recehan, lalu memasukannya ke kaleng bekas permen milik gadis itu. Alunan biola yang merdu itu mengiringi lirik yang dilantunkan oleh sang Gadis. Seakan, lagu tersebut mengunci orang-orang yang menontonnya.

Setelah satu kali alunan nada sebagai penjeda, ia pun mulai menyanyikan lirik yang sama. Di belakangnya, orang-orang dari Pengadil Bidat, lengkap dengan perlengkapan dan persenjataan mereka, berbaris menuju ke arah timur. Bahkan, derap langkah para Pengadil Bidat itu, seolah tidak mampu menggetarkan penampilan si gadis biola.


NiskalayudhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang