Dua - Desakan Menikah dari Bunda

56 17 0
                                    

Beberapa hari setelah adu mulut terkait jodoh yang ditawarkan oleh rekan kerjanya itu, Zetta mengalami kesukaran lain yang mungkin terasa lebih menakutkan baginya.

Bundanya.

Malaikat tanpa sayap dalam hidup Zetta itu mulai melontarkan protes atas kesendirian putrinya setelah sekian lama tidak membahas topik tersebut. Dan bahkan kali ini, bundanya itu mulai menambahkan topik perihal keturunan, cinta, kesendirian, dan kehidupan mapan yang semakin membuatnya sakit kepala. Bagaimana mungkin hal ini menjadi sesuatu yang penting dalam hidup wanita? Bahkan wanita akan dicap gagal jika tidak memiliki salah satu aspek tersebut?

"Bunda sudah capek lihat kesenangan kamu yang sepertinya lebih suka hidup sendiri. Bunda ini juga pengen punya cucu, Zetta. Kapan kamu mau menikah? Kamu nggak iri lihat Alya, Jennie, dan Farah yang sudah punya suami dan buntut? Kamu cukup tau kalau kehidupan mereka bahagia karena pernikahan. Bunda mau kamu juga memiliki kebahagiaan seperti itu, Zetta."

Wanita dengan rambut sebahu itu hanya bisa menghela napas panjang. Membahas urusan hati dengan sang bunda memang tidak akan pernah ada habisnya. Kalau memang mencari jodoh itu segampang apa kata orang, Zetta bisa mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menemukan pria yang tepat. Masalahnya, mengedipkan mata sebanyak apapun, yang justru dilihat olehnya adalah barisan para personil EXO yang tampil memukau sebelum mereka memutuskan wamil waktu itu. Hal lain setelahnya adalah orang-orang yang menuduhnya sakit mata karena tidak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan.

"Pokoknya Bunda nggak mau tau. Kalau bisa sebelum kamu umur 30 tahun, kamu sudah menikah."

Zetta langsung terbatuk-batuk mendengar ultimatum yang membuatnya auto sakit kepala. Sembilan bulan lagi usianya genap 30 tahun. Bagaimana bisa dalam waktu yang singkat itu dia menemukan jodoh?

"Kalau kamu nggak bisa cari sendiri sampai umur kamu kepala tiga, Bunda yang akan carikan kamu suami. Dan kalau waktu itu tiba, kamu harus janji kamu nggak boleh protes. Paham?"

"Bunda ... Ini itu bukan zaman ..."

"Siti Nurbaya? Atau kamu mau bilang ini bukan zaman kolonial yang mengharuskan wanita menikah sebelum usia 20 tahun? Bunda ini juga memahami kamu dengan membiarkan kamu melakukan apapun yang kamu mau. Tapi kegemaran kamu sama orang-orang Korea yang hobi menari di atas panggung itu mulai bikin Bunda takut. Jangan-jangan kamu nggak mau nikah karena kamu terlalu banyak menghayal soal pria tampan, mapan, rupawan yang kebaikannya hanya untuk sekedar memberi kesenangan buat para fans nya. Kamu harus belajar menerima fakta kalau menikah lebih dibutuhkan dibanding mengumpulkan album dan buku yang sudah bikin kamar kamu mirip kapal pecah."

Zetta mendesah lelah. Perdebatan soal hobinya mengumpulkan album EXO dari era XOXO hingga album terbarunya memang bukan hal yang baik. Dia harus banyak menabung dari zaman ketika dia kuliah sampai dia berada pada titik ini. Fans sejati akan melakukan hal terbaik untuk idolanya.

"Belajar dewasa, Zetta. Kamu bukan lagi ABG labil yang bisa bebas berteiak di kamar sambil nonton tayangan ulang konser Korea kesukaan kamu itu. Bunda nggak salah lho kalau soal kamu yang udah mulai nggak masuk akal. Mas aja ngeri lihat kamu melambaikan light stick sambil nyanyi nggak jelas di depan kaca. Lagian, cowok dalam dunia nyata lebih bisa dipeluk dibanding idola kamu. Iya kan, Sayang?" tanya Mas Yudhis, kakak sulungnya, pada sang istri yang hanya bisa menanggapi dengan gelengan kepala.

"Mas Yudhis nggak adil, ah! Apa hubungannya nikah sama jadi fans coba? Lagian, Mas Yudhis nggak bakal paham. Semua fans di dunia ini juga tau kalau idola mereka itu nggak akan tergapai dengan mudah. Karena itu kami nyebut para idola kami dengan sebutan 'suami halu'. Karena nggak bakal kesampaian juga kalau dipikir-pikir. Nah, suami yang di dunia nyata jelas yang bakal dikekepin seumur hidup. Dimasakin, disayang, dikasih servis terbaik," terang Zetta panjang lebar.

"Lagaknya aja bilang kaya gitu. Servis terbaik, huh? Lihat cowok nggak pakai kaus aja udah lari. Lah gimana kalau pas lagi ritual malam Jum'at? Bisa pingsan di tempat dia," ledek Yudhis tanpa ampun yang langsung membuat Zetta melemparkan bantal sofa ke arah kakaknya.

"Mbak Wulan! Mas Yudhis ngeselin! Udah punya cucu juga tapi bikin aku kesel setengah mati. Pokoknya Mbak Wulan harus janji buat minggu ini, Mbak Wulan nggak boleh kasih jatah servis. Biar kapok!"

"Eh, nggak bisa gitu dong. Urusan kamu nggak tahan lihat cowok yang topless kenapa bisa jadi aku yang kena imbasnya?"

"Salah sendiri bikin aku kesel."

"Nggak, nggak ada dealing macam itu. Wulan punyaku. Kamu cari suami sendiri sana biar kamu ada yang bela."

Wulan, sang kakak ipar, hanya bisa menggelengkan kepala melihat perdebatan kakak-adik tersebut. Senyum simpul di wajah ayu wanita itu kala mengingat seperti apa sosok adik iparnya itu ketika kecil. Zetta yang periang, gadis kecil berusia lima tahun ketika dia masuk ke dalam keluarga Yudhis, kini sudah nyaris memasuki usia rawan bagi kebanyakan wanita. 30 tahun memang bukan usia yang muda bagi seorang wanita. Dan banyak label akan menghiasi nama orang yang sudah menduduki usia itu tapi belum juga memiliki pendamping.

Jujur, Wulan sendiri ingin kebahagiaan memiliki pasangan itu dimiliki Zetta juga. Tapi hingga saat ini, Zetta seolah menutup hatinya rapat-rapat. Semenjak kepulangannya pada acara perpisahan SMA kala itu, Zetta tidak lagi pernah membicarakan pria di hadapannya. Adik iparnya itu hanya fokus pada belajar dan menyenangkan diri dengan menyumpulkan pernak-pernik artis Korea tanpa mengatakan mimpinya yang ingin memiliki anak dan tinggal di rumah yang hangat.

Zetta berubah sejak kejadian itu. Kejadian yang mungkin akan selalu Wulan ingat sebagai patah hati terhebat milik sang adik. Sampai pada detik ini, Zetta belum juga bersedia membuka hati atas tawaran pernikahan yang terus berdatangan silih berganti. Bukan karena tidak ada yang menginginkan Zetta. Namun Zetta sendiri yang takut untuk memulai hubungan yang baru. Kesedihan yang hilang timbul di matanya yang ditutupi Zetta dengan senyum, tawa, dan candaan receh yang sejujurnya tidak lucu jika didengarkan.

"Biarin! Kalau kamu ngak mau nikah juga keburu dapetnya yang kepalanya botak sama perut buncit. Jauh deh dari orang Korea yang super kerempeng kesukaan kamu itu."

"Ish! Mas Yudhis sukanya gitu! Kalau ngeledek bikin kesel! Awas aja ya, aku kasih gelitikan maut biar nggak berhenti ketawa."

"Emang bisa? Kaya kuat lari aja."

Bunda dan juga Wulan saling pandang ketika melihat Zetta yang mulai memekik dan berlari mengejar sang kakak yang masih mengejeknya dengan penuh semangat. Seolah mereka masih bocah saja. Padahal, Yudhistira tahun ini sudah genap berusia 52 tahun. Jarak usia mereka jauh. Namun kedekatan keduanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Yudhis sengaja mengejek adiknya agar sang adik kesal dan tertawa bersamanya. Pria itu tidak ingin melihat tangis kembali menghiasi wajah sang adik.

Desakan pernikahan memang bukan hal yang baru mengingat sudah sering sekali Yudhis mendengar kalimat keramat ibunya itu ketika sedang membicarakan kesendirian Zetta yang meresahkan. Usia yang terus bertambah dan status yang tak kunjung berubah. Senyum lepas dan mata berbinar penuh semangat memang tak lagi Yudhis lihat di kedua netra sang adik. Tapi senyumnya ... Yudhis berharap dia bisa menjaga senyum adiknya hingga dia tak lagi mampu untuk melakukannya kelak.

-Bersambung-

Dicari! Suami yang Seperti Dia [End] - Akan TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang