"Saat ini hanya ada dua pilihan. Memaafkan lalu mengikhlaskan atau terus memupuk amarah menjadi dendam"
Lidahnya kelu untuk menyampaikan lara, manik matanya tak bisa membuat insan peka akan lukanya, bahkan semesta pun bungkam menyaksikan deritanya. Ia hanya bisa mengadu dalam bisu, memekik dalam hati, harap sang maha kuasa meringankan sedikit beban di pundaknya.
*flashback"Mama aku juara 1 dikelas" pekik riang seorang anak laki-laki berusia 8 tahun itu.
Ia berlari ke arah (Sarah) mamanya untuk memberikan hasil akhir semesternya "liat deh nilai aku gak ada yang dibawah kkm, waktu itu mama bilang mau ajak aku jalan-jalan kalo nilai aku bagus terus" ia menatap Lamat mamanya dengan binar penuh harap.
"Iya nanti kita jalan-jalan" ucap Sarah ketus sambil menyerahkan rapor itu kepada anaknya.
"Biyas sayang... Sini mama liat nilai kamu" ucapnya lembut kepada anak keduanya. Hati shankara kecil mencelos sakit saat perbedaan perlakuan sang mama kepada dirinya dan adiknya.
Tapi sesaat kemudian ia menepis semua itu "mama pernah bilang karena aku kakak jadi aku harus selalu ngalah sama biyas" batinnya.
"Loh ini nilai matematika kamu kok dibawah kkm. Kamu gak belajar ya?" Ucap mama kepada adiknya dengan masih mempertahankan nada lembut pada ucapannya.
"Maaf ma... Pas biyas kerjain soalnya, biyas agak kesulitan" ucap biyas jujur, karena memang ia tak cukup pandai dibidang matematika.
Sarah tersenyum lalu mengusap surai biyas sayang " gak papa yang penting anak mama udah berusaha"
"Ma... Kapan kita jalan-jalan "ucap shankara.
"Nanti" jawab Sarah singkat.
*
*
*Sarah menarik tangan shankara kasar menuju kompleks pemakaman dan menghampiri sebuah makan yang sebenarnya tak ingin ia datangi. Sarah lalu menghempaskan tangan anak itu kasar hingga terjatuh di depan pusara yang shankara sendiri pun tak tau milik siapa.
"Ma... Katanya mau jalan-jalan?" Tanya shankara polos.
"Ini udah jalan-jalan. Kemakam ibu kamu!" Ucap Sarah dengan nada suara yang meninggi.
"Ibu? Ibu aku kan cuma mama. Terus ini ibu yang mana?"
Sarah geram, ia berjongkok berhadapan dengan shankara "saya bukan ibu kandung kamu tapi dia!" Telunjuknya mengarah ke arah nisan di ikuti mata shankara yang menatap nisan bertuliskan (Rinjani) .
Mata shakara menatap Sarah kembali " aku gak paham ma"
"Dia itu ,ibu kamu itu perusak kebahagiaan keluarga saya. Dia..." Ucapan Sarah terhenti sejenak memori pahit dalam hidupnya kembali berputar dikepala layaknya film yang tak pernah ingin ia saksikan.
"Dia merebut suami saya. Papa kamu dan wanita jalang ini mengkhianati saya... Dan kamu... Kamu hasil dari kesalahan mereka berdua!" Ucap Sarah dengan amarah yang menggebu, amarah yang ia simpan bertahun-tahun lamanya , amarah yang selalu ingin ia lontarkan kepada anak dihadapannya.
*Deg
Dada shankara seperti tertusuk pisau, sakit rasanya mendengar mamanya sendiri menyebut bahwa ia adalah 'kesalahan'. Pantas saja selama ini perlakuan mamanya terhadap dirinya dan biyas sangat berbeda. Ternyata ia bukan anak kandungnya.