"Ingat ya Key, jangan buka pintu kamar belakang."
Sudah sekian kalinya mama berkata hal yang sama, kalimat yang sama, di waktu yang sama (saat mama akan pergi keluar tiap senin pagi).
"Iyaaaa ma, lagian kamar belakang dikunci gimana Key bisa buka? Key juga nggak tau dimana kuncinya," jawabku yang sedang asik berkutat dengan drama di laptop.
"Mama percaya kamu, Key," samar-samar aku mendengar suara mamaku di pintu utama, meninggalkan aku dengan kamarku yang bernuansa laut. Aku nyaman seharian disini.
Oiya, namaku Keyna Serrina. Orang terdekatku memanggilku Key. Yang lain memanggilku Keyna. Aku merupakan anak tunggal. Sudah 13 hari sejak bagi rapor semester akhir yang artinya aku naik ke kelas 12. Aku mengisi liburan dengan menonton drama, tidur—bangun, makan, dan minum. Iya, hanya itu. Lelah sekali jika harus pergi keluar rumah. Yang pertama, capek fisik. Yang kedua, capek batin. Membayangkannya saja, ya, lebih nyaman di rumah.
Saking malasnya, selama 13 hari ini kakiku tidak menyentuh teras rumah. Benar-benar hanya di dalam kamar dan area dalam rumah. Kulitku bahkan tak terkena sinar mentari.
Oke balik lagi ke kamarku yang gelap, lampunya tak kunyalakan dan tirai jendela tak kugeser supaya apa yang aku tonton menjadi super asik. Aku menikmati alur cerita dengan saksama sembari makan makanan ringan. Apalagi jika bukan ciki, popcorn dan kawan-kawannya. Ah iya, aku lupa menitip makanan pada Mama. Stoknya hampir habis. Aku ingin memberi pesan lewat handphone pada Mama, tapi aku baru ingat jika handphoneku rusak total karena aku yang tak sengaja menjatuhkannya dari lantai 2.
Saat itu, sebelum bagi rapor aku memakai sheet mask bersama sepupuku di kamar tamu, ya, di lantai 2. Acara bersenang-senang sebelum nilai dibagikan besok. Di tengah perbincangan kami, seseorang meneleponku. Tanganku yang dipenuhi essense saat itu mengambil handphone dan berjalan keluar kamar, aku berdiri di dekat anak tangga yang menurun. Tapi di seberang sana tak ada jawaban. Orang iseng lagi, pikirku saat itu. Dengan tiba-tiba tanganku yang licin membuat handphone tanpa cassing yang telah menemaniku sejak SMP jatuh terpontang-panting. Tamatlah riwayatnya. Kini, handphoneku tertidur di laci meja belajar. Hingga kini pun, aku belum mendapat handphone baru. Aku sudah meminta pada Mama dan Papa, aku bilang sebagai hadiah juga karena aku menjadi peringkat 2 di kelas. Kata Mama, aku akan dapat handphone baru setelah Papa pulang dari perjalanan dinas luar kota.
Karena telah memakan banyak makanan, aku jadi haus dan melirik ke meja belajar, persediaan minumku di botol besar sudah habis. Saatnya keluar kamar dan mengisinya kembali.
Aku menghentikan drama yang berputar dan beranjak mengambil botol 3 liter berwarna biru muda di meja belajar kemudian segera ke dapur. Saat membuka pintu kamar, rumah ini terasa sepi. Bukan terasa lagi. Memang sepi. Iya.... karena hanya ada aku di rumah. Tirai jendela di ruang mana pun tertutup. Membuat kesan gelap seperti di kamarku tadi.
Aku menyentuh dispenser dan menunggu agar botolku penuh terisi air. Tunggu. Aku mencium bau ini lagi. Busuk. Ah ini, dari kamar belakang. Kamar terlarang bagi Mama. Aku mendekat ke pintunya saja Mama protes. Niat untuk membuka kamar belakang selalu kuurungkan karena pasti Mama akan marah, tapi sebenarnya aku selalu penasaran apa isi di dalamnya.
Air di botol telah terisi penuh. Kakiku menuju pada pintu kamar belakang sebab baunya benar-benar menyengat tapi saat aku mencapai jarak 1,5 meter dari pintu, ya, sudahlah, aku kembali ke kamar saja. Lebih baik menyelesaikan drama yang kutonton kan? Dari pada kepo seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamar Belakang
RandomMamaku memperbolehkan semua apa yang aku mau, kecuali satu, memegang engsel pintu-apalagi sampai membuka pintu kamar belakang rumah. Tapi bagiku larangan adalah perintah.