Mata gadis itu seketika membulat saat ia melihat bagaimana sebilah pisau itu menusuk perut Raymond
"Bang Raymond!"
Bertepatan saat itu, beberapa orang polisi datang dengan pistol di tangan mereka. Genarld yang tadinya hendak kabur pun seketika langsung dihadang oleh seorang polisi.
Ruby pun kini menangis dan mendekati Raymond yang terlihat kesakitan sembari memegang perutnya yang terus mengeluarkan darah. Hingga Tak lama kemudian Athaya dan Rey berlari mendekati mereka.
"Lo gak papa?" Tanya Athaya kepada Ruby yang wajahnya kini sudah terlihat babak belur, sedangkan Ruby hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menangis.
"Raymond, lo masih denger gue kan?" Tanya Rey yang dengan cekatan kini merobek kaos putihnya untuk ia balutkan ke perut kembarannya agar pendarahan itu dapat terhenti.
"Sante aja, gue masih sadar."
"Sante gimana, orang darah lo keluar banyak kek gini!" Omel Rey yang masih sempatnya di balas tawaan oleh Raymond walaupun pria itu sedang menahan sakit yang bukan kepalang.
"Athaya tolong bantuin Ruby ke mobil, kita bawa mereka kerumah sakit."
----
Kini dirumah sakit, seorang gadis seumuran Ruby tak henti-hentinya menangis sembari menatap sahabatnya yang di infus dengan perban di kepala.
Sedangkan Ruby dan Athaya hanya saling berpandangan penuh kebingungan.
"Hikss...gue minta maaf...hikss....gue janji gak ngambek lagi....huaaaa."
"Udah gak papa, lo udah ngulang itu untuk kedua kalinya sekarang, sini peluk."
Laila yang mendengar itu pun langsung memeluk Ruby dan kembali menangis kencang.
"Gue boleh ikut peluk gak?"
"GAK!!" Jawab kedua gadis dihadapannya kepada Athaya.
"Btw lo bener gak papa kan? Lo gak ngerasa stress, trauma, atau apakan? Apa perlu gue temenin tidur malem ini?" Tanya Laila yang di balas gelengan kepala oleh sahabatnya.
"Takut sih takut, tapi gue ada yang nemenin kok, jadi tenang aja," ucap Ruby yang menenangkan Laila.
"Apa perlu gue nginep di sini aja?"
"Gak boleh lah, kan ada jam khusus berkunjungnya."
"Baiklah."
----
Pltakk!!!
"Ih, orang habis perutnya di jahit kok di jitak sih?" Omel Raymond sembari mengelus dahinya yang di pukul oleh sang kembaran.
"Lo sih, hati-hati dong makannya,"
"Hati-hati gimana? Orang dia langsung nusuk gue, untuk gak dalem," ujar pemuda itu yang tangannya kini mengelus daerah lukannya.
"Btw Ruby gak papa kan?"
"Kata dokter sih untuk gak ada masalah di otaknya, cuman kemungkinan besar dia bakal trauma."
"Memang sih Genarld sialan bener."
Raymond kini kembali mengepalkam tangannya, ia dapat mengingat bagaimana mantan temannya itu melakukan hal tidak senonoh terhadap sang adik.
"Besok gue akan putusin hubungan sama semua orang di club termasuk pacar gue."
"Yang menurutmu terbaik aja, udah mending sekarang istirahat dan jangan banyak gerak, dari pada luka lo kebuka lagi."
"Tapi dia beneran bakal di penjara kan?" Tanya Raymond yang diangguki oleh kakak kembarnya itu.
"Iya, gue udah ajuin gugatannya dan lagi pula kita sudah punya bukti kuat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Life
Teen FictionRey dan Raymond merupakan saudara kembar non identik yang telah biasa merantau semejak ayahnya telah 2 kali bercerai di umur mereka yang masih belia. Hidup di dunia malam yang bebas, entah itu bercinta, mabuk-mabukan, kekerasan, sudah menjadi makan...