1. See again

12.1K 633 3
                                    

Lima tahun kemudian...

Brakkk

Perempuan yang baru saja dilempar kearah tembok itu meringis. Merasakan punggungnya yang terasa remuk. Dirinya terjatuh dengan lemas, tubuhnya yang kecil tak kuat menompang. Nafasnya memburu dengan dada yang naik turun. Rambutnya yang sudah acak-acakan, seragam yang nampak kusut dari sebelumnya.

Ketiga perempuan yang lebih tinggi darinya itu saling mencemooh. Mengeluarkan kata-kata kasar yang terus memaki dirinya. Tiga lawan satu, jelas ia kalah.

Ia sudah terbiasa, menjadi langganan samsak dari ketiga perempuan ini. Terkadang dirinya melawan tapi pasti ada konsekuensi yang ia terima. Seperti saat ini, ia selalu berakhir dengan tubuh yang tak baik-baik saja.

"Kenapa ngga nangis? Nangis dong, ayo ngomong,"

"Ck, bener bisu lo?"

"Lara, lo seharusnya bisa ngendaliin emosi lo dong... kalo kaya gini gue harus repot ngasi lo pelajaran," Adisty-orang yang singkatnya menjadi ketua diantara ketiga orang ini. Parasnya yang cantik tapi tak sesuai dengan kelakuannya yang seperti iblis.

Wanita itu merunduk, menyamai Lara yang sudah lemah duduk di tanah. Kakinya jongkok dengan terbuka lebar, persis seperti preman. Tangannya bergerak melayang bebas, memukuli kepala Lara tak memberi celah. Sial, dia sering menyerang bagian kepalanya, Lara hanya bisa sedikit menghindar dengan menjadikan tangannya sebagai perisai agar kepalan tangan keras itu tak menghantam kepalanya. Meski itu sia-sia, kepalanya sampai terhuyung tak kuat mendapatkan serangan bertubi-tubi.

Tangannya beralih mencekram pipi Lara, menekan sampai kuku-kukunya benar melukai pipi putih gadis itu. "Lo pernah dilempar penghapus ngga? Sakit banget tau lo ngelempar kaya gitu...." lanjutnya dengan nada yang manja. Ah, Lara benci dengan nada saat gadis itu berbicara. Seperti psikopat gila.

"Cepet dikit kek, gue kemaren ngga kebagian bolu ubi. Nanti abis lagi," Sella-perempuan berambut curly itu merengek kecil.

Lara berdecih samar, sempatnya ia mengungkit makanan tak penting dibanding dengan melukai seseorang dengan tak berperasaan.

Adisty bangkit dari jongkoknya. "Penghapusnya mana?"

Jesya-perempuan berwajah datar itu menyerahkan penghapus papan tulis yang sempat Lara lemparkan tadi saat dikelas.

Iya, mereka sedang membalas dendam perkara penghapus yang dilemparkan Lara saat dirinya dengan terang-terangan dimaki di depan kelas. Membuat amarah Adisty menjadi naik.

Jam istirahat ini menjadi waktu yang tepat untuk menyeret gadis kecil itu ke arah belakang gudang sekolah, tempat sepi dimana ia bisa dengan bebas meluapkan amarahnya.

"Pegang tangan dia kuat-kuat," perintah Adisty.

Jesya dan Sella bergerak memegangi kedua tangan Lara. Mengangkat tubuh lemas itu dengan paksa. Gadis itu berusaha memberontak tapi tubuhnya benar sudah lemas.

Ia hanya bisa melemparkan tatapan sengit kearah Adisty yang sudah tersenyum tak sabar didepannya.

Adisty mundur beberapa langkah, seakan sedang memainkan permainan panah yang harus tepat sasaran.

Lara mengepalkan tangannya, memejamkan mata rapat saat melihat penghapus itu melayang didepan matanya.

Pukk

"Kena! Wah, lemparan lo bagus banget!" puji Sella.

Adisty merengut kecil. "Pegangin yang bener! Jangan gerak pala lo nanti kena mata buta sekalian mau?!"

"Paket lengkap, buta bisu," Sella terkekeh dengan candaannya.

Pukk

Bugg

Sea For Blue Whales [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang