bab 3

422 71 8
                                    

Happy reading

.

.

.

.

Pagi itu...

Terletak di pinggiran kota Bangkok sebuah rumah sederhana dengan sebuah tulisan besar terpampang 'Panti Kasih' terlihat sudah sangat ramai.

Sebuah rumah panti asuhan yang dihuni oleh hanya 15 anak berumur 5-10 tahun, sebuah rumah yang ditinggali anak anak yang tak memiliki kedua orang tua.

Tidak....bukan tak memiliki, namun takdir yang membuat mereka berpisah dengan kedua orang tua mereka. Sebuah takdir yang mengharuskan mereka tinggal bersama dalam satu atap di tempat di mana seorang anak dengan keadaan latar belakang berbeda dan berbagai alasan kenapa mereka bisa ada di panti tersebut.

Sebagian dari mereka bahkan sudah tinggal di sana selama hidupnya, mereka juga telah menghabiskan banyak waktu untuk berharap jika suatu saat nanti mereka bisa kembali memiliki keluarga. Anak anak itu selalu menunjukkan wajah bahagia mereka setiap kali ada sepasang orang tua yang datang ke tempat itu untuk mengadopsi salah satu di antara mereka.

Bukankah itu sangat memilukan di saat seorang anak menginginkan sosok orang tua yang bisa menyayangi mereka denga tulus, mendengar semua keluhan mereka, memeluk mereka di saat mereka sedang terluka maupun bahagia.

Ya tentu saja itu sangat memilukan bagi semua anak yang tinggal di sana, tak terkecuali seorang anak kecil berusia 10 tahun yang saat ini bersiap melangkahkan kakinya menuju ke kebun belakang panti itu bersama beberapa anak.

Kring... Kring... Kring...

Suara dering telepon dari rumah itu seakan memecahkan keriuhan di pagi ini, dengan langkah tergopoh gopoh seorang wanita paruh baya yang sudah mengabdikan hidupnya selama hampir 20 tahun terlihat sedang berlari kecil menuju benda itu meninggalkan kegiatan paginya di dapur saat ini.

" Halo selamat pagi, dengan Panti Kasih disini ada yang bisa saya bantu?"

" ....".

" Baiklah nyonya, saya akan persiapkan sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan anda".

" ....".

"Terima kasih kembali"

Telepon itu berakhir, wanita itu menaruh kembali gagang telepon di tangannya pada tempatnya dengan sebuah helaan nafas disana.

Seorang wanita yang di ketahui sebagai kepala panti asuhan itu yang akrab disapa dengan panggilan Ibu Emma segera melangkah kembali ke suatu tempat di rumah itu. Sebuah panggilan telepon dari sosok wanita paruh baya yang selama ini sering mengunjungi tempat itu, bahkan ibu Emma sering menyebutnya sebagai tamu kehormatan panti.

Sebenarnya ini bukan hal yang sangat mengejutkan karena sang tamu yang tak lain adalah seorang istri dari keluarga Jongceveevat itu selalu datang secara mendadak, namun entah mengapa kini wanita itu memberi tahu tentang kedatangannya membuat ibu Emma tentu saja harus melakukan berbagai persiapan yang matang untuk menyambut kedatangan wanita paruh baya itu.

Bukan karena Namthan adalah tamu dari kalangan orang kaya, namun terlebih karena Namtan memiliki andil yang sangat besar di dalam panti asuhan itu. Perlu diketahui jika orang tua Namtan adalah salah satu donatur tetap dan pemilik yayasan rumah panti tersebut itulah sebabnya mengapa seluruh penghuni panti sangat menghormati keluarga Namtan dan suaminya.

Daddy, I Love You ( On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang