• 1

5 2 0
                                    

Keesokan harinya, Verner pergi ke pusat kota untuk menemui si pengirim surat, Marquess Cracknell saat ini— Helena Cracknell.

"Hati-hati di jalan, ku dengar akhir-akhir ini ada sekelompok bandit di sekitar hutan." Jeannette memperingati kakaknya, saat dia hendak menyelipkan belati di sabuknya kakaknya langsung menghentikannya.

"Kalo ketahuan para penjaga, bisa-bisa dicap sebagai pembunuh bayaran yang disuruh membunuh Marquess nanti."

"IYA JUGA..."

"Sudahlah... lagipula di sekitar sini sampai depan jalan raya masih ada 'mereka'."

"Baiklah... hati-hati di jalan, Kak."

Verner mengangguk, kakinya pun mulai terangkat dan melangkah keluar dari halaman rumah, di depan sana sudah ada kusir yang dikirim oleh Marquess untuk menjemputnya.

Verner sudah sampai di mansion yang menjadi tempat tinggal Marquess Cracknell di Bellagrusha. Ia melangkah masuk ke dalam dengan dipandu oleh kepala pelayan, lalu sampailah ia di suatu ruangan yang di depan pintunya terdapat anak laki-laki yang sepertinya menunggunya.

Kepala pelayan itu menunduk hormat sejenak pada anak itu, lalu meninggalkannya berdua bersama anak itu.

"Selamat datang, Nona sudah menunggu Anda di dalam, silakan masuk," ucap anak itu lalu membuka pintu ruangannya.

Verner mengangguk lalu masuk ke dalam bersamanya. Marquess yang menyadari kedatangannya pun tersenyum simpul.

"Selamat datang, Vern. Sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu, sepertinya kau tidak akan datang ke sini jikalau aku tidak mengirimkan surat," ucap Marquess muda itu. "Silakan duduk."

Verner duduk berhadapan dengannya lalu menghela napas. "Lagipula untuk apa aku datang ke sini?"

"Yah... sekedar bermain juga tidak apa-apa, aku juga ingin anak-anakku akrab dengan saudara jauhnya," ucap Helena.

"Lain kali— HAH? Anak...?" Verner nampak terkejut, wanita yang terkenal dingin di depannya ini memiliki anak? Dia menikah dengan siapa? Sungguh, jika ada laki-laki yang berhasil membuat Helena jatuh cinta, dia akan bersujud pada laki-laki itu.

Anak laki-laki yang tadi menyambutnya masuk, membawakan kue kering untuk mereka, anak itu lalu menuangkan teh di cangkir mereka.

"Nah, ini salah satu anakku, namanya Galileo," ucap Helena sambil menepuk pelan bahu anak laki-laki itu. Galileo hanya mengangguk, Galileo lalu pergi memberi mereka ruang untuk berbicara dua mata.

"Salah satu...? Yang lainnya?" tanya Verner. Gila... dia sudah lama tak berkunjung, tau tau wanita di hadapannya ini sudah memiliki lebih dari satu anak.

"Sedang melihat bunga favoritnya mekar di kebun."

"Begitukah... jadi, kau menikah dengan siapa?"

Helena yang sedang meminum tehnya pun tersedak karena mendengar pertanyaan itu, dia tersenyum getir.

"Aku... belum menikah."

"HAH, LALU—"

"Aku mengadopsi mereka."

"Katakan sejak awal!" ujarnya dengan kesal, yang diomong malah nyengir dengan tampang watadosnya.

Verner menghela napas lalu bersandar pada kursinya. "Jadi, apa tujuanmu memanggilku ke sini? Sudah ku bilang, aku tidak menerima permintaan untuk menyamar lagi, kebutuhan finansialku juga sudah tercukupi," katanya dengan nada malas.

Terselip keraguan pada dirinya, karena tidak mungkin wanita di depannya ini memanggilnya tanpa suatu alasan.

"Bukan untuk itu kok, untuk hal itu... aku sudah punya orang tertentu yang bisa diandalkan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

C A M A R A D E R I ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang