5. Hari Kebebasan

470 89 22
                                    

September, 2022.

Kepadatan mewarnai area sekiar konsorsium Kota Tua Jakarta. Festival dan bazar yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi ini ramai dihadiri oleh pengunjung dan tamu-tamu dari berbagai kalangan. Berbagai hiburan telah ditampilkan. Untuk sesaat, kemeriahan ini berhasil membuat para pengunjung lupa dengan beragam kesulitan yang menempa hidupnya.

Tampak adanya ketimpangan yang jelas di acara berkedok festival rakyat ini. Terpisah oleh tiang pembatas antrian, ada area khusus bagi orang-orang berlabel VIP. Aura mereka memancarkan kesan elit yang begitu kuat. Di area ini, obrolan mereka sudah bukan lagi perihal bertanya kabar atau membahas bagaimana rasa jajanan di tenant-tenant UMKM yang tersedia. Lebih jauh dari itu, mereka memamerkan harga terkini saham per lembar perusahaan mereka di Bursa Efek Indonesia.

Pemandangan tersebut tentu menjadi atensi utama dari sekelompok orang yang berkalung press identity card. Lampu kamera mereka seringkali menyorot beberapa interaksi yang tercipta. Kebosanan mulai terlihat di wajah-wajah yang kurang bercengkerama dengan bantal itu. Terkadang mereka bertanya; mereka ini wartawan atau tukang foto gratis saja?

"Anjirlah, ini jumpa pers-nya kapan dah? Udah pegel bat kaki gua." Engkel kakinya diputar. Tiga jam sudah laki-laki itu berdiri untuk mengikuti acara festival ini.

Perempuan yang sejak tadi lebih sering memperhatikan tamu-tamu yang hadir itu tidak menggubris. Dia masih sibuk mengingat siapa saja nama si pemajang tawa karir tersebut. Pengusaha, politikus, artis, purnawirawan tentara dan polisi, semuanya masih Linggar ingat dengan baik di kepala.

"Oke, 15 menit lagi konferensi pers digelar. Temen-temen media bisa atur posisi di depan photo area, ya. Kita adakan di sana wawancaranya." Linggar kenal betul siapa perempuan berpakaian formal itu. Dia adalah koordinator pers dari salah satu politikus ternama yang menjadi sorotan utama dalam acara festival ini.

Linggar tidak bohong sewaktu mengatakan bahwa acara ini hanya kedok semata. Ada agenda terselubung di sini, yakni kampanye halus dari seorang politikus yang digadang-gadang hendak mencalonkan diri sebagai calon presiden di republik ini. Jika cuma berupa festival dari pemprov, untuk apa pemimpin redaksi di masing-masing perusahaan media mengerahkan jurnalis politik seperti mereka? Toh, yang dikirim biasanya hanya wartawan junior karena taraf acaranya tidak penting-penting amat.

"Akhirnya," rekannya sampai memutar pinggang. "Pengen jajan gua, beli takoyaki sama pangsit rebus enak kali ya?" Sudah hampir 13 tahun Linggar dipaketkan dengan Fendi, seorang kameramen dan fotografer yang jadi rebutan karena hasil tangkapan gambarnya yang totalitas. Dari sejak Fendi bujangan hingga beranak tiga, mereka terus bekerja sama layaknya hidung serta ingus.

"Eh, awas lu ya." Fendi menahan tangan Linggar hingga perempuan itu batal melangkahkan kakinya. "Awas lu kalo nanya di luar daftar. Plis, sayangi karir lo, lo belum setajir dan setenar Najwa Shihab yang seandainya di-cut perusahaan pun bisa–"

 Plis, sayangi karir lo, lo belum setajir dan setenar Najwa Shihab yang seandainya di-cut perusahaan pun bisa–"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
NEGERI ANGKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang