6. Penyusunan Rencana dan Pertemuan Tak Terduga

420 81 6
                                    

"Bumi Wicaksono, mantan Menteri Daerah Tertinggal dikabarkan akan maju sebagai calon presiden untuk Pilpres mendatang. Hal ini ia ungkap kepada pers yang hadir di Festival Kesenian Kota Tua Jakarta tadi malam."

Kopi di mulut Sabda semakin terasa pahit saja. Siaran berita yang ditayangkan oleh stasiun televisi nasional itu sengaja dikecilkan volumenya karena bukan pusat perhatian utama. Lantai dua di ruko tua yang dari luar terlihat usang ini terkesan sempit dan agak berantakan. Pasalnya, manusia-manusia ini harus berbagi tempat dengan berbagai barang-barang yang keberadaannya tidak bisa disingkirkan.

Satu rak senjata di sisi kiri tembok itu, misal.

Semenjak Jacob terbebas dari hukumannya pada 2021 silam, Angkara mulai menemukan sumber mata pencaharian dengan cara menipu dan meretas akun rekening orang. Sasarannya sudah ditentukan, yakni orang-orang kaya yang banyak mendapatkan suntikan uang haram–baik itu pejabat, perusahaan pemerintah yang rajin menggelapkan dana, hingga bank-bank negara yang berkomplot dengan mereka semua.

Milyaran rupiah telah diraup oleh Angkara dalam beberapa bulan belakangan. Tiga bulan lalu, polisi cyber sempat mengumumkan peringatan pembobolan rekening dan modus penipuan via daring saking rajinnya Angkara memeras mereka semua. Sayangnya, kasus pencurian itu tidak dibeberkan ke publik entah alasannya apa. Takut ditelusuri sumber uangnya? Entah, mereka tidak mau urusan. Yang pasti, dijadikan buronan atau tidak, Angkara sudah siap bertempur di medan peperangan.

"Ini seri terbaru, Bang, keluaran Jerman. Kita jadi first priority client yang ditawari." Ater membalikkan layar laptopnya ke arah Sabda. Keyboard-nya kelap kelip, mirip Pajero anak pejabat yang viral di sosial media. Sabda pun tidak mengerti dengan selera Bahtera. Apa yang dia senangi dari lampu berwarna-warni ini?

"Bagus ini, bisa nembus beton," kata Sabda. Agus berusaha memasuki celah kosong di antara mereka karena penasaran dengan wujud senjata yang Ater tunjukkan.

"Njir, 8 kg. Seberat gas elpiji ijo kalo masih penuh." Agus bergidik, ia sulit membayangkan bagaimana rasanya menyelempangkan benda itu di tubuh sambil berlarian dikejar-kejar orang. Ternyata, jadi villain itu tidak gampang.

"Masih dari Freed Gunshop, Ter?" Pak Abid bertanya. Perannya di sini lebih condong pada penasehat. Otak utama tetaplah Sabda. Bagaimana pun juga, hanya Sabda yang berpengalaman dalam eksekusi lapangan.

"Masih, Pak. Dari mereka aman soalnya, kan satu-satunya gunshop yang gak affiliate sama pemerintah. Yang lain tetep dibeking TNI sama polisi. Masih oknum mereka malah yang jual." Miris, bukan? Sabda sebagai mantan abdi negara saja baru tahu tentang fakta ini. Ternyata pemerintah di negaranya sekotor air limbah.

"Dua aja, Ter," putus Sabda. "Kayaknya persediaan senjata kita udah banyak. Paling order amunisi aja buat tambahan, nanti ukuran kalibernya gue catat dan kasih ke lo."

"Bang Jack, izin transfer bitcoin, ya." Sebagai menteri keuangan di Angkara, semua orang harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada Jacob Dwimaryanto sebelum bertransaksi.

Jack mengangguk kecil, "Sip, do it," katanya.

"Gimana, Gus?" Abidin melirik lelaki yang baru saja kembali ke posisi awalnya. Di depan Agus, ada berbagai kabel dan komponen-komponen asing lain yang tidak Abidin ketahui pasti apa namanya.

"Udah tinggal bungkus doang sih, Pak," ucapnya sembari mengusap kepalanya. Dia kelihatan agak bingung. "Tapi bagusnya diuji coba dulu, daya ledaknya kan baru perkiraan aja besarnya segimana. Apa mau di depan aja?"

"Geblek," segulung kertas di tangan Jack mendarat di kepala Agus. "Lo nyalain bom di jalan raya mau digrebek Densus 88 apa gimana?" sungutnya kesal.

"Ya elah, Bang, paling bolong dikit doang tu aspal." Celotehan Agus membuat Sabda menggeleng prihatin. Kepalanya pintar, namun Agus sembrono dan kurang bisa berpikir panjang.

NEGERI ANGKARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang