Iya jadi ceritanya mood Jia yang daritadi cepet berubah-ubah itu karena dia datang bulan. Tapi gak dipungkiri Jia masih sebel sama informasi yang dikasih Leana tadi. Yang dia gak tau adalah nyatanya Zahwan sekarang lagi on the way ke rumahnya setelah dikabari kalau Jia nangis.
Makanya ketika Jia lagi asik nonton drama di atas kasur sambil mangku laptop, dia kaget karena tiba-tiba mama bilang ada Zahwan. Jia yang masih ngambek gak mau temuin cowok itu dan memilih untuk tetep lanjutin tontonannya.
Tapi siapa sangka justru mama malah bawa Zahwan masuk ke kamarnya. Jia udah pasang muka cemberut, mama malah menceramahi, katanya gak baik tamu dianggurin. Setelahnya mama pergi keluar dengan pesan bahwa pintu kamar harus terbuka.
Zahwan yang peka terhadap situasi dengan pelan berjalan menghampiri Jia yang masih di kasurnya. Gak biasanya Jia bersikap dingin begini bahkan bertingkah seakan gak ada dirinya disini. Jadi Zahwan akhirnya berspekulasi bahwa benar Jia nangis karena dia tadi.
"Jia.." panggil Zahwan selembut mungkin. Jia masih gak berkutik. Zahwan pun ambil langkah lagi mendekati, tangannya mencolek lengan Jia bikin cewek itu berdecak.
"Jia halo, ada aku loh.." kata Zahwan masih menoel-noel.
"Ji... Jia!" masih gak ada sautan.
Beberapa detik kemudian Zahwan kembali bersuara. "Jia sayang..."
"Ih apa sih!" baru lah Jia buka suara. Tangannya digerakin supaya Zahwan stop pegang-pegang.
"Maafin aku sumpah! Tadi kenapa kamu nangis?" Zahwan yang menjulang tinggi itu menunduk dengan menopang pada lutut.
"Kamu maaf maaf kayak tau aja salahnya apa!" tuh kan langsung kena semprot, padahal Zahwan lagi berusaha.
"Iya aku minta maaf karena aku kamu nangis, jadi bisa diceritain sekarang karena apa?" Zahwan mencoba sesabar dan selembut mungkin. Dia bahkan gak berani lagi sentuh-sentuh Jia walaupun daritadi tangannya nahan untuk gak usap kepala cewek itu.
"Tuh, kamu aja gak tau tapi malah minta maaf!" Jia makin kesel.
Zahwan berdecak lalu kembali tegapin tubuhnya "Jia."
Jia langsung merasa atmosfer di kamarnya ini berubah. Dia melirik ke samping ngeliat tubuh Zahwan disana, gak berani mendongak untuk menatap langsung matanya.
"Aku gak tau kalo kamu diem aja, Ji." ujar Zahwan tegas.
Jia akhirnya harus nahan ego dia. Gimana pun Jia juga tau kalau Zahwan sebenernya gak salah 100% disini. Toh, cowok itu juga kumpul gak cuma sama Helen melainkan sama anggota tim olimpiade dan juga para penerusnya. Ditambah perkumpulan itu juga kan karena urusan yang profesional.
"Ih aku malu.." rengek Jia, dengan kerutan di dahinya dia akhirnya menatap Zahwan.
"Aku tuh cemburu!" akhirnya pengkuan itu keluar dari mulut Jia. Bukannya malu seperti yang dia bilang, Jia malah lebih kayak orang kesel.
Zahwan mengangkat kedua alisnya denger itu. Gak lama kedua sudut bibirnya terangkat. Pipinya memanas dan sontak ketawa kecil. Zahwan salah tingkah.
"Puas kamu?" Jia mendengus.
"Soal Helen ya?" tebak Zahwan masih ketawa. Jia diem aja mengalihkan pandangan dengan kedua tangan terlipat depan dada.
"Jadi bener kamu udah tau.." kata Zahwan.
"Jia, aku boleh duduk?" karena Jia gak kunjung merespon, Zahwan akhirnya duduk di pinggiran kasur. Jia masih enggan menoleh untuk menatapnya.
"Urusan Helen itu udah masa lalu, Ji. Aku sama dia sekarang cuma sebatas temen satu olimpiade," jelas Zahwan. Tangannya meraih sebelah tangan Jia, merasa gak ada penolakan akhirnya Zahwan remas pelan sambil diusap-usap tangan itu.