Tiga bulan telah berlalu.
Tak ada lagi sapaan, obrolan ringan, atau tatapan hangat yang biasa menghiasi hari-hari mereka. Kenangan yang dulu begitu hidup, kini hanya tersimpan rapi dalam memori masing-masing, tanpa niatan untuk diungkit. Semua terasa seperti mimpi yang sudah usai, seolah semua hal yang pernah terjadi tak akan pernah terulang.
Tatapan pertama yang begitu dalam, senyum manis yang tercipta saat mata mereka bertemu, hingga hangatnya genggaman tangan saat mereka berjalan beriringan, kini perlahan memudar. Semua itu terasa seperti bayangan samar yang kian jauh, sulit dijangkau lagi. Mereka tak pernah menyangka bahwa jarak yang tercipta akan terasa begitu dingin, seolah hubungan mereka benar-benar tak terselamatkan.
Hari-hari berlalu seperti biasa. Orang-orang di sekitar mereka mulai bertanya-tanya, ke mana perginya kehangatan yang dulu terpancar dari keduanya? Mengapa tiba-tiba mereka seperti orang asing? Haerin mulai terbiasa dengan ketiadaan Hanni di sisinya, begitu pula sebaliknya. Hanni tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia merindukan Haerin, meski di dalam hatinya ada hal yang tidak pernah benar-benar selesai.
Haerin selalu berpikir.
“Apa namaku benar-benar tidak pernah terlintas di pikiranmu?”
“Mengapa kamu tidak merindukanku seperti aku merindukanmu?”
“Ternyata aku tidak berpengaruh dalam hidupmu.”
Setiap Haerin melihat Hanni dari jauh, ia hanya berani menatapnya, tetapi jika Hanni mulai menangkap mata Haerin, Haerin akan mengubah tatapannya menjadi tatapan yang penuh kebencian.
Selama tiga bulan itu, Minji yang merupakan teman dekat Haerin terus bertanya mengenai hubungan antara Hanni dan Haerin, tetapi Haerin terus menghindari topik itu. Haerin bahkan tidak segan mengatakan bahwa ia sudah membenci Hanni sepenuhnya.
Tapi, kenyataan 11 April itu.. tidak bisa di hindari, itu adalah hari yang tidak pernah direncanakan oleh Haerin.
Saat itu sepanjang hari berjalan dengan lancar, Haerin membalas semua sapaan teman-temannya dengan senyuman manis khasnya. Kegiatan di sekolah pun berjalan dengan menyenangkan, tetapi hal tersebut hanya berlaku sampai jam pulang. Tepat saat Haerin menunggu supirnya untuk dijemput.
Minji dan Haerin berjalan berdampingan menuju gerbang sekolah. Sepanjang jalan, mereka terus membicarakan keseruan yang terjadi di kelas mereka, Haerin tidak berhenti tertawa saat membahasnya, begitu juga dengan Minji.
Tanpa mereka sadari, seorang gadis kecil terus mengikuti mereka sedari awal mereka keluar kelas.
Saat Haerin dan Minji sampai di parkiran sekolah, mereka berpisah, karena Minji membawa kendaraannya sendiri, sedangkan Haerin harus menunggu supirnya untuk pulang.
“Gue pulang duluan ya, Rin” Ucap Minji.
“Ya, hati-hati. Sampai ketemu besok.” Balas Haerin.
Setelah itu Haerin terus berjalan sampai keluar gerbang sekolah. Baru 5 langkah Haerin menjauh dari gerbang sekolahnya, seseorang dengan suara yang familiar memanggil namanya dari belakang.
“Haerin”
Saat itu Haerin tidak langsung memutar badannya, bahkan Haerin sudah tau siapa yang memanggil namanya. Ia menghembuskan napasnya dan memutar badannya, tatapan benci itu langsung terpasang tanpa di rencanakan. Haerin hanya menatapnya, tanpa membalas sapaannya.
“Apa kabar?” Tanya Hanni.
“Ada perlu apa?” Jawab Haerin tanpa memberi jawaban pertanyaan yang Hanni lontarkan sebelumnya.
Senyum yang sebelumnya Hanni paksakan agar dilihat oleh Haerin tiba-tiba memudar saat ia mendengar jawaban Haerin.
Dia sudah tidak sehangat dulu ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
New Jeans Oneshot
FanfictionOneshot Newjeans, all pair dipastiin ada tapi kayanya bakal lebih banyak Bbangsaz, Catnipz & Candyz, Kittyz.