Kehadiran Arman seolah menjadi jawaban atas doa-doa Hana. Meski Hana akui, sebenarnya, dia ... jarang sekali beribadah. Dia bukanlah orang yang taat.
Aku boleh nggak jadi suami kamu?
Setelah hari itu, setelah dia menarik napas berkali-kali dan memutuskan untuk menerima Arman, hidupnya yang belakangan hanya diisi oleh kesibukan dalam mengurus Arini dan Rin's Pastry, kini seperti memiliki tujuan lain.
Hana tidak ingin dianggap baik. Dia ... Meski belum sepenuhnya 'kembali' jatuh cinta kepada Arman, tetapi, dia akan belajar menerima kehadiran lelaki itu.
Semua tampak baik-baik saja.
Setelah hari itu, Hana segera mengenalkan Arman kepada keluarganya. Terlalu cepat? Tidak. Karena mereka telah saling mengenal jauh sebelum ini. Eyang Uti bahkan mengenal Nek Aiza sejak kecil. Jadi, tidak apa-apa mengenalkan Arman kepada keluarganya, karena Hana yakin kehadiran pemuda itu akan diterima.
Meski tidak ada kalimat "maukah kamu menjadi pacarku?" Atau, "yes, i do." di antara mereka, tetapi, keduanya menyadari bahwa menjaga komitmen tanpa huru-hara kalimat-kalimat manis lebih baik daripada itu.
Namun, tentu saja. Arman menjadi pihak yang terbuai. Di saat laki-laki itu berpikir Hana telah menerimanya, wanita itu tiba-tiba menghilang.
Arman merindukan wanita itu.
Beberapa hari ini, Hana sangat sulit untuk dihubungi. Membuat Arman memikirkan cara lain untuk menarik kembali perhatian Hana.
Dan ... Akhirnya dia menemukan satu cara.
Dengan menjadikan Nek Aiza sebagai alasan, dia meminta Hana untuk datang ke rumah. Berkata bahwa Nek Aiza membutuhkan bantuannya untuk membuat keripik singkong.
Arman bahkan meminta izin secara langsung kepada Eyang Uti. Hal yang membuat Hana tidak mungkin menolak, dan justru menyetujui ajakan Arman.
Di sana, di dapur Nek Aiza, wanita tua itu mengeluarkan dua buah stoples besar berisi keripik singkong.
Nek Aiza menjelaskan, "Kalo lagi banyak singkong, Nenek biasa bikin keripik buat dititip ke warung-warung. Hasilnya nggak seberapa, tapi, cukuplah untuk Nenek menyambung hidup."
Beberapa peralatan sudah siap. Sebuah baskom besar berwarna merah muda, beberapa sendok stainless, dan sebuah mangkok berisi sambal yang telah dimasak.
Beberapa saat setelahnya, Hana membantu Nek Aiza, mulai mengemas keripik singkong.
"Jadi perempuan itu sulit." Nek Aiza tiba-tiba bercerita. Tangannya sibuk mengaduk singkong yang telah dilumuri sambal di dalam wadah. "Kadang kita dituntut untuk serba bisa. Harus bisa masak, bisa merias diri, bisa pasang gas, angkat galon. Duh, banyak deh."
"Apalagi kalau sudah nikah ya, nek." Timpal Hana. Naluri alamiah membawanya mengimbangi percakapan Nek Aiza.
"Iya, betul. Kalau sudah menikah, ada banyak sekali peraturan tidak tertulis di dalamnya. Misal, perempuan dituntut harus bisa momong anak sambil beberes rumah. Padahal ... Harusnya kan nggak kayak gitu."
Hana mengangguk. Dia ikut bercerita dengan menceritakan kembali apa yang pernah dia dengar. "Ada lagi yang bilang kalo anak tidur, tuh ... kita jangan ikut tidur. Justru kita harus memanfaatkan waktu. Anak tidur, kita bersih-bersih rumah."
Nek Aiza meraih plastik bening di sampingnya. Kembali mengaduk keripik di dalam baskom sebelum menatanya di dalam plastik. "Ya ... kalau menurut nenek, tergantung usia anaknya dulu. Kalau sudah di atas 2 tahun, lebih bagus anaknya diajak kerjasama buat beberes rumah. Maksudnya, kalau nungguin dia tidur baru kita beres-beres rumah, ya nggak akan tepat waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Janda
General Fiction#SliceOfLife Rumaisha Hana adalah seorang janda cerai hidup dan memiliki satu anak dari pernikahan sebelumnya. Dia ingin menikah. Kembali membina rumah tangga, menghadirkan figur 'ayah' untuk putri semata wayangnya, dan memulai kembali peran sebagai...