Seorang laki-laki meregangkan badan. Setelah dirasa cukup, ia melangkah dengan tatapan tajam. Melihat sebuah kaki dilayangkan ke arahnya, laki-laki itu segera menepis dengan tangan kanan. Tak berhenti sampai di sana, laki-laki itu lantas menggerakkan lengan bawahnya hingga terkena perut lawan.Lawan tampak tidak terpengaruh sedikitpun. Laki-laki itu menyipitkan mata dan melayangkan pukulan bertubi-tubi. Namun, sungguh lawan yang tangguh. Ia bisa menghindari setiap pukulan dengan mudah. Lawan itu berusaha membalikkan keadaan dengan melayangkan tinju menggunakan tangan kanan.
Laki-laki itu menghindar dengan mudah. Ia mencekal lengan lawan dan memutar lengan tersebut. Setelah memutarkan lengan lawannya, laki-laki itu segera melayangkan pukulan dengan perut sebagai targetnya. Tak hanya sekali, tangan kanan laki-laki itu kembali melayangkan pukulan, dan disusul dengan pukulan di dada menggunakan tangan kiri. Namun, semua belum berakhir. Laki-laki itu kembali melayangkan pukulan keras yang berhasil mengenai pipi lawan.
Sang lawan mundur dan mulai oleng akibat pukulan laki-laki itu. Namun, laki-laki itu sungguh tak memberi kesempatan bagi lawannya untuk beristirahat apalagi membalas. Ia segera merangkul tengkuk lawan dan menjatuhkannya ke matras hingga terguling. Sebelum laki-laki itu sempat kembali menghajar, sang lawan memberikan isyarat tangan untuk berhenti.
"Ezra, gila ya lo?! Katanya cuma latihan tapi ini lu serius banget mukul gue," protes laki-laki yang masih terbaring di matras, "btw gerakan lo makin gesit aja," sambungnya.
Sang pelaku hanya tertawa pelan. Laki-laki bernama Ezra John Luke atau biasa dipanggil Ezra itu melepaskan alat pelindung di tubuhnya. "Thanks ya, Tam," ucapnya sambil mengulurkan tangan untuk membantu temannya.
Tama menyambut uluran tangan Ezra. "Yoi," balasnya singkat. Tama juga melepaskan pelindung yang ada di tubuhnya.
"Gue mau lanjut kerja habis ini," ucap Ezra sambil membereskan barang-barang.
"Gue ikut. Mau sekalian ngedate sama cewek gue," sahut Tama.
"Demen banget sih lo ngedate di kafe tempat gue kerja." Ezra berdecak sebal.
Tama terkekeh dan berucap, "Ya, gimana ya, Bro. Cewek gue ngefans sama lo. Katanya lo lebih cakep daripada gue."
Ezra hanya menggelengkan kepala. Setelah membereskan barang-barang, keduanya pun pergi dari ruang latihan mereka untuk pergi ke kafe tempat Ezra bekerja paruh waktu.
Ezra, laki-laki setinggi 186cm dan memiliki proporsi tubuh yang bagus ini sebenarnya masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Selain tampan, ia juga pintar dan menjabat sebagai ketua OSIS di sekolah. Ezra sangat bersyukur karena dianugerahi kesempurnaan seperti itu. Karena kesempurnaan yang ia miliki telah berhasil menutup masa lalu dan hidupnya yang kelam.
Ezra sampai lebih dulu di kafe karena Tama masih perlu menjemput tuan putri tercintanya itu. Ezra segera berganti seragam dan memulai tugasnya sebagai pramusaji. Ezra sama sekali tidak malu untuk bekerja. Meskipun lelah, tetapi ia tak pernah mengeluh. Semua dilakukan untuk Ezra bertahan hidup.
Ezra mengambil makanan dan minuman dari dapur kafe. Dengan senyuman manis, ia mengantarkan makanan dan minuman itu ke meja pelanggan. "Silakan dinikmati," ucap Ezra sambil tersenyum.
Pelanggan perempuan itu tersenyum hingga pipi mereka merona. Ezra dapat mendengar bahwa mereka memujinya. Namun, Ezra hanya bersikap tidak acuh dan tetap melanjutkan langkah.
Waktu terus berlalu. Jam akhirnya menunjukkan pukul dua siang. Ezra telah menyelesaikan tugasnya. Laki-laki itu pun mengganti pakaian dan pamit untuk pulang. Ezra melajukan motornya tanpa tujuan pasti. Ezra sengaja tidak langsung pulang. Ia begitu enggan untuk kembali ke rumah itu lagi.
Cukup lama ia berkeliaran di jalanan tanpa tujuan, Ezra akhirnya membelokkan motornya di sebuah rumah. Rumah yang sebenarnya tidak ingin Ezra masuki lagi. Setelah Ezra memarkir motor, laki-laki itu kemudian turun. Ia menghela napas berat sebelum akhirnya membuka pintu.
Gelap dan sunyi.
Tak ada seorang pun menyapanya. Tak ada satupun cahaya yang masuk ke dalam kecuali cahaya yang baru saja masuk lewat pintu yang terbuka. Inilah kehidupan Ezra yang sebenarnya. Suram, dan kesepian.
Ia menyalakan lampu yang berada di dekat TV. Setelah itu, Ezra kembali untuk menutup pintu. Cahaya lampu yang mulai remang menemani hari-hari Ezra belakangan ini. Entah sudah berapa lama sejak bohlam lampu itu tidak diganti. Ezra tidak ingin menggantinya sebelum lampu itu tidak bisa bersinar lagi.
Laki-laki itu berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Tatapan matanya tak sengaja tertuju pada sebuah foto dengan bekas robekan yang tertempel di pintu kulkas. Seorang wanita cantik dengan anak kecil di sebelahnya.
Ezra bukan anak broken home. Namun, keluarganya juga bukan keluarga cemara. Ia punya ayah, tapi tak pernah menjadi ayahnya. Tak pernah berperan dalam kehidupannya dan meninggal dunia tanpa memberikan sedikitpun kasih sayang pada Ezra.
Ezra begitu membenci ayahnya. Selama hidup, sang ayah hanya bisa memberi luka. Luka di hati, dan luka di sekujur tubuhnya. Kekerasan dalam rumah tangga, telah dilakukan berulang kali oleh sang ayah. Korbannya bukan hanya Ezra, tapi wanita cantik yang begitu Ezra cintai. Seorang ibu yang selalu memberikan segalanya untuk kebahagiaan Ezra.
Meskipun setelah kematian sang ayah, ibu tercintanya itu menjadi gila kerja dan hampir tak memiliki waktu untuk bermain dengannya, tetapi Ezra tak pernah sekalipun berpikir untuk membenci sang ibu. Ibu adalah sosok yang begitu berarti di mata Ezra. Bahkan di hati Ezra pun, wanita cantik yang telah mempertaruhkan nyawa hanya untuk melahirkannya itu tak akan pernah terganti.
Setelah kepergian ibunya, Ezra tinggal bersama sang nenek di rumah ini juga. Hingga, sang nenek pun ikut meninggalkannya. Mengalami kisah kelam sejak ia kecil, ditinggalkan oleh orang-orang yang Ezra sayangi, serta tinggal di rumah yang luas ini sendirian, semua itu sudah cukup membuat Ezra merasa kesepian.
Teman? Hanya Tama yang Ezra anggap sebagai teman. Meski Ezra tidak terbuka pada Tama tentang semua masalahnya, Ezra bersyukur bisa memiliki teman yang suka bela diri sama sepertinya. Selain Tama, orang-orang di sekitar Ezra tidak lebih dari seorang kenalan. Hanya mengenal nama, saling menyapa dan mengobrol, lantas menjadi asing dalam sekejap.
Kehilangan orang yang Ezra sayangi, membuat laki-laki itu enggan untuk mencintai lagi. Membangun benteng setinggi dan sekokoh mungkin saat berhubungan dengan siapapun. Karena Ezra, tidak ingin merasakan kehilangan lagi. Ezra tidak ingin kembali ke titik terendah dalam hidupnya. Ezra tak ingin terpuruk hanya karena orang yang ia cintai pergi meninggalkannya dengan alasan apapun. Ezra tak ingin ia kembali menjadi sosok yang lemah. Ezra tak ingin terluka lagi untuk yang kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destined Fate
RomanceTak peduli sejauh apapun jarak yang kita miliki, seberat apapun masalah yang kita hadapi, kau dan aku akan tetap bersatu kembali. Karena kita adalah dua insan yang telah ditakdirkan untuk bersama dan terikat satu sama lain.