Bab 9 :pertemuan yang penuh ketegangan.

0 0 0
                                    

Adys mempercepat langkahnya melintasi lorong-lorong sekolah yang ramai. Dia mencari-cari sosok Ezra di antara kerumunan siswa yang bergerak kesana-kemari. Namun, sepertinya Ezra sudah berhasil menghindarinya sejak tadi pagi. Setiap kali Adys mendekati, Ezra seakan lenyap entah ke mana.

Pagi ini tidak seperti biasanya. Biasanya mereka berdua selalu berangkat sekolah bersama. Ezra akan mengendarai motornya, sementara Adys duduk di belakangnya. Mereka akan berbincang-bincang tentang apa saja di sepanjang perjalanan. Tapi hari ini, Ezra sepertinya menghindar.

Adys mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Ezra sudah berjanji akan berangkat bersama seperti biasa. Mereka telah merencanakan semuanya, tapi kenapa Ezra tiba-tiba seperti ini?

Saat Adys mencoba menghubungi Ezra melalui pesan singkat, tidak ada balasan sama sekali. Bahkan panggilan teleponnya pun tidak diangkat. Adys merasa semakin kesal dan kecewa. Apa yang salah? Apakah ada sesuatu yang tidak diketahuinya?

Saat masuk ke ruang kelas, Adys melihat Ezra sudah duduk di sudut kelas, sibuk dengan bukunya. Matanya fokus pada halaman-halaman buku teks tanpa sedikit pun melirik ke arah Adys. Adys mencoba mendekati Ezra, tapi sepertinya Ezra sengaja menghindar.

"Hey, Ezra," sapa Adys dengan suara agak ragu.

Ezra mengangkat kepalanya sebentar, seakan menyadari kehadiran Adys, lalu kembali menundukkan kepala ke bukunya tanpa berkata sepatah kata pun.

Adys merasa sesak. Apa yang terjadi dengan Ezra? Kenapa dia seolah-olah tidak mau bicara padanya?

Setelah bel berbunyi, Adys mencoba untuk duduk di sebelah Ezra. Dia mencoba mengobrol lagi.

"Ezra, ada apa denganmu? Kenapa tadi pagi kau menghindariku?"

Ezra masih belum menjawab. Dia hanya menatap lurus ke depan, seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan Adys.

"Kalau ada masalah, katakan saja. Kita bisa bicarakan," ujar Adys dengan suara lembut.

Ezra menggelengkan kepala pelan. "Tidak ada yang salah," ucapnya singkat.

Namun, Adys bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang salah. Dia merasa sedih melihat sikap Ezra yang berubah drastis seperti ini. Mereka sudah berteman sejak lama dan tidak pernah ada masalah seperti ini sebelumnya.

Selama istirahat, Adys mencoba menghubungi teman-temannya untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Ezra. Namun, semua orang sepertinya tidak tahu apa-apa atau menghindari topik itu.

Ketika pelajaran berlangsung, Adys merenung. Apa yang bisa menyebabkan perubahan sikap Ezra seperti ini? Mungkin Ezra sedang dalam masalah atau ada hal lain yang mengganggunya.

Setelah sekolah berakhir, Adys mencoba menghampiri Ezra lagi di koridor sekolah. Namun, kali ini Ezra tampak sibuk dengan teman-temannya. Dia tertawa dan bercanda dengan mereka, seolah-olah semuanya baik-baik saja.

Adys merasa semakin frustasi. Kenapa Ezra bisa cuek begini? Apa yang salah dengan dirinya sehingga Ezra bisa mengabaikannya seperti ini?

Malam itu, Adys duduk di kamarnya dengan rasa kecewa yang mendalam. Dia mencoba memahami semua yang terjadi. Sementara itu, pesan dari Ezra masuk ke ponselnya. Adys segera membukanya dengan harapan bahwa Ezra akhirnya mau berbicara.

"Maafkan aku jika aku terlihat menghindarimu hari ini," bunyi pesan dari Ezra. "Aku sedang ada masalah pribadi yang sulit aku ungkapkan. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti perasaanmu."

Adys merasa lega sekaligus sedih. Dia tahu bahwa Ezra pasti memiliki alasan sendiri untuk bersikap seperti itu. Mungkin Ezra tidak ingin membawa masalahnya ke dalam persahabatan mereka.

Tanpa berpikir panjang, Adys segera merespons pesan itu. "Tidak apa-apa, Ez. Aku mengerti kalau ada masalah yang sulit untuk dibicarakan. Aku di sini jika kau butuh teman untuk berbicara."

Beberapa saat kemudian, ponsel Adys berdering. Itu adalah panggilan dari Ezra. Mereka pun akhirnya bisa berbicara dan memahami situasi satu sama lain.

Mereka berbicara lama tentang apa yang terjadi. Ezra menceritakan tentang masalah keluarganya yang mempengaruhi moodnya belakangan ini. Adys mendengarkan dengan penuh perhatian, merasa bersyukur karena Ezra mau berbagi.

Setelah percakapan itu, hubungan mereka kembali seperti semula. Mereka saling mendukung satu sama lain, tidak hanya sebagai teman tetapi juga sebagai sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka.

Dari pengalaman ini, Adys belajar bahwa kadang-kadang orang yang kita sayangi punya masalah pribadi yang mereka tidak bisa bagikan dengan mudah. Sikap Ezra yang sebelumnya menghindar bukanlah karena tidak peduli, melainkan karena dia sedang berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri.

Keesokan harinya, Adys dan Ezra kembali berangkat sekolah bersama seperti biasa. Mereka tertawa dan bercanda seperti dulu, tanpa ada rasa jengkel atau sedih di antara mereka. Pengalaman ini menguatkan persahabatan mereka, membuktikan bahwa kejujuran dan pengertian adalah kunci utama dalam menjaga hubungan yang baik.

Dengan langkah pasti, mereka melanjutkan perjalanan sekolah mereka, siap menghadapi apa pun yang akan datang bersama-sama.

Destined Fate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang