Sepotong tahu bacem terasa menyangkut di tenggorokan mendengar permohonan izin satu-satunya harta tak bernilai milik Freissy, begitu nama sapaan si gadis berambut panjang kemilau itu, saat makan malam berlangsung di rumah kontrak sederhana itu.
"Ibu nggak salah mau nikah sama Pak Pras?" Bergetar hati Freissy menyebut nama mantan majikan ibunya ketika bekerja menjadi TKW di Singapura 10 tahun silam.
"Nggak. Pras temen SMP Ibu, Frei, kita udah kenal banget. Istri Pras meninggal 15 tahun lalu, kamu jangan takut ngira Ibu pelakor. Ibu nggak merebut hati lain, tenang aja."
"Kalian saling suka?"
"Suka sejak kita ketemu lagi." Tangan ibu membelai halus pipi Freissy. "Kamu tahu, kan, Pak Pras orang baik? Kamu belum tahu beliau, tapi kalau kamu izinin Ibu, kalian bisa mulai kenalan secepatnya."
Freissy mencoba merunut keping demi keping kalimat cerita ibu tentang siapa Pras, calon ayah barunya, dahulu setiap mereka menyambung komunikasi jarak jauh. Di mana Pras memperlakukan ibu dengan baik meski berstatus asisten rumah tangga, anak-anak Pras juga jauh dari kata merepotkan, mudah diatur ibu, rajin belajar, dan baik hati.
Satu sisi, Freissy senang mempunyai sosok ayah, mengingat bapak kandungnya telah tiada sebelum ia lahir. Sisi lain, Freissy tahu jarak umur anak-anak Pras terlampau jauh dengannya, entah ia merasa bisa akrab atau sebaliknya.
Yang perlu digarisbawahi tebal, 4 anak itu laki-laki semua.
Pupuslah mimpi Freissy sekamar bersama saudara perempuan.
Melihat putri semata wayang berkonsentrasi penuh pada tahu dan sayur asem buatannya, jempol ibu mengangkat pelan dagu Freissy, menangkap raut sedih bercampur senang.
"Gimana, Frei?"
"Frei nggak ada hak nolak. Terserah Ibu aja."
***
Makan malam mewah Pras siapkan di restoran fine dining bilangan Senopati, Jakarta Selatan, sekaligus ajang berkumpul keempat anaknya yang sering terpisah akibat aktivitas individu. Anggun, hening, berhawa nikmat Pras rasakan begitu Lingga mengelap bibirnya menggunakan napkin.
Ya, barusan Pras memberitahu rencana besar hidupnya bersama Aninda.
"Lingga nggak masalah. Ibu Anin baik, masakannya enak."
Pras tersenyum lega. "Kalian tahu Ibu Anin punya anak perempuan?"
Gandi mengangguk. "Cuma nggak tahu namanya siapa."
"Kalau Ayah ajak kalian kenalan sama anaknya, mau?"
Firasat Pras sedikit aneh menatap Sabda, Lingga, dan Ibrar menyorot steak mereka tajam, sementara Gandi tersenyum antusias menandakan setuju.
Gila kali nambah sodara lagi, cewek pula. Pikir mereka bertiga jengah. Segala prasangka buruk merambat sempurna. Jangan-jangan anak perempuan Aninda centil, manja, berotak kosong, suka cari perhatian, mau menang sendiri, apapun itu.
Sedangkan Gandi membayangkan betapa serunya anak Aninda ia ajak belanja, bermain, dan bersenang-senang.
"Ayah udah lupa sama bunda?" Tembak Ibrar sedikit kesal.
"Kalau Ayah lupa bunda, untuk apa Ayah datang ke makam bunda setiap bulan?"
"Pasti Ayah dukunin Ibu Anin." Sabda memandang datar, menyesap red wine-nya pelan-pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRASTADIRA [Proses Penerbitan] ✔️
FanficSabda, Gandi, Lingga, Ibrar, dan Freissy harus menghadapi kenyataan menjadi kakak adik tak sedarah pasca pernikahan orang tua mereka. Beragam konflik tak berkesudahan menemani penyatuan koneksi batin mereka demi menumbuhkan kasih sayang satu sama la...