Jangan pernah menyatakan belum pernah hadir tiruan Don Juan De Marco sebelum disapa oleh Gandi Prastadira, baik saat berada di lingkungan kerja, institusi pendidikan, komunitas foto dan videografi, atau warung mie ayam wonogiri Mas Mono.
Rambut hitam halus sepanjang batas bawah leher bergaya poni samping, tinggi atletis mirip anggota andalan tim basket Indonesia Muda, jago mendesain isi rumah, kantor, kafe, dan tempat-tempat hits lainnya adalah ciri-ciri keutamaan Gandi yang Pras, Lanelle, Aninda, Sabda, Lingga, dan Ibrar syukuri serta Freissy kagumi.
Segelas hot genmaicha menemani Gandi mengerjakan proyek perbaikan ruang kelas salah satu SD swasta, asyik memberi warna-warna cerah sesuka hati sampai dering telepon menyela klik mouse-nya.
Freissy is calling...
"Halo, Mas Gandi. Lagi kerjakah?"
"Pastinya. Naon, Dek?"
"Mau minta tolong kalau Mas nggak keberatan."
See, my brothers? Freissy nggak canggung ngomong sama gue. "Keberatan kayak gimana dulu nih? Gendong kamu keliling GBK sepuluh kali?"
"Emang Frei seberat itukah?!"
Mampus, Gandi menelan saliva macet. Cewek rawan tersinggung soal berat badan! "Bercanda. Jadi Adek mau minta tolong apa? Jemput?"
"Kok tahu? Mas Gandi pinter ngeramal, ih! Keren!"
"Hahahah! Ini jam pulang sekolah, sayang, kamu selesai kelas jam 3 sore, kan? Sekarang udah jam 4. Ada pelajaran tambahan?"
"Frei ujian praktikum Kimia, selesainya lama sekalian bantu guru Frei bersihin ruangan sama inventaris peralatan. Frei lupa bawa dompet, cuma bekel makan minum dari ibu jadi nggak bisa pulang naik bus TJ."
"Lho, terus paginya berangkat gimana? Dianter?"
"Iya, Om Pras nawarin. Sekalian mampir sarapan di rumah."
Bokap bucin bener dah, geli gua. "Ya udah, tapi nunggu agak lama, nggak apa-apa? Mas pinjem helm cadangan dulu ke temen, bawa motor soalnya."
"Iiihh.. nggak apa-apa banget, Mas! Malah Frei kira kita sama-sama naik bus TJ, Mas Gandi bawain kartu dobel."
"Nanti kita kapan-kapan jalan-jalan berdua, oke? Hari ini motoran biar cepet sampe rumah. Kamu diem duduk manis aja di lobby, ntar Mas samperin."
"Oke, Mas. Thank you."
Gandi bernapas lega. Perintah Aninda menerima kebaikan kakak-kakak baru dituruti Freissy cukup menyenangkan. Ia lantas menyimpan dokumen dan sketsa yang belum selesai, memohon izin atasan sekaligus teman kuliah seangkatannya untuk mengurus kepentingan keluarga sebentar, kemudian mengambil dua jaket.
Satu miliknya bermodel capuchone cokelat tua, satu lagi denim tebal punya Lingga yang tertinggal.
Lingga memang hobi meletakkan jaket sembarangan, namun kadang bermanfaat. Aneh tapi nyata.
Sementara di luar laboratorium Kimia, seorang murid kelas 12 tampak berdiri bersandar menunggu Freissy selesai mengepel lantai dan mengunci pintu.
"Pulang, yuk, Frei!" Katanya senang.
"Astaghfirullah! Jared! Ngagetin!" Dikeplaknya bahu Jared, teman sekelas Frei, gemas.
"Sakit, Buu! Uhuuyy.. badan pegel linu, Baangg.. minum Oskadon SP!"
Malah iklan. Freissy memutar bola matanya maklum. Bendahara kelas 12-B ini suka bercanda. "Gue dijemput. Lo pulang duluan aja."
"Hah? Sama siapa? Taksi? Bareng gue naik bus TJ bisa kali, Frei, gue bawa kartu dua, looh!" Jared menggoyangkan-goyangkan card holder berisi dua merek e-money berbeda. "Ah! Gue tahu. Lo dijemput ayang bebeb pasti. Eh, tapi emang doi udah balik, ya? Bukannya denger-denger baru lulus kuliah di Washington?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PRASTADIRA [Proses Penerbitan] ✔️
FanficSabda, Gandi, Lingga, Ibrar, dan Freissy harus menghadapi kenyataan menjadi kakak adik tak sedarah pasca pernikahan orang tua mereka. Beragam konflik tak berkesudahan menemani penyatuan koneksi batin mereka demi menumbuhkan kasih sayang satu sama la...