Prolog

16 3 1
                                    

Rosetta kecil termenung mendengar penuturan sang pemimpin tanah kelahirannya. Butiran air mata menetes dengan tatapan kosong, sedang pikirannya mencerna apa yang tengah terjadi. Keceriaan yang sempat menghiasi wajah kecilnya pada saat bermain dengan teman sebayanya pun sirna begitu mendengar kabar yang bahkan tidak pernah terpikirkan, barang sekalipun, olehnya.

Netra jernih gadis kecil itu menatap pasangan Raja dan Ratu yang kini tengah duduk bersimpuh di hadapannya, bibirnya terbuka lalu tertutup, tampak sekali ingin mengatakan sesuatu namun tidak tau memulainya dari mana.

Tangan kecilnya yang bergetar digenggam oleh tangan halus milik sang Ratu yang juga tampak terpukul seperti dirinya. Wanita itu menangis tersedu menumpukan dahinya pada tangan kecil milik Rosetta. Sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh siapapun.

"Maafkan kami, Rosetta." Entah sudah yang ke-berapa kalinya Ratu Helia mengatakan hal yang sama disela isak tangisnya.

Rosetta menatap Ratu Helia dengan binar yang meredup, pemandangan yang begitu menyesakkan bagi Ratu Helia, "apakah... Itu artinya aku akan hidup sendiri, Yang Mulia?" Tanyanya dengan suara lirih.

"Tidak, Rosetta. Kau tidak akan hidup sendiri. Karena ada kami yang akan selalu bersamamu." Kini Ratu Helia bergerak membawa tubuh kecil Rosetta ke dalam pelukannya, "ada aku, Rosetta. Kau akan bersamaku." Sambungnya masih dengan tangis.

"Tidak bisakah aku bersama Ayah dan Ibuku saja? Aku... Ingin bersama mereka. Aku hanya ingin bersama Ayah dan Ibuku." Suara tangis Ratu Helia semakin menjadi mendengar penuturan Rosetta.

"Kumohon, maafkan kami." Hanya itu yang dapat Raja dan Ratu Kronevell ucapkan.

***

Pangeran Geoffrey menatap marah kedua orang tuanya setelah sang Ibu memberitaunya akan suatu hal. Sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

"Istana itu milikku!" Seru Pangeran Geoffrey tidak peduli dengan sekitarnya. Ia mendekat pada sang Ayah yang hanya menunduk diam, pemandangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya, "katakan padaku, Ayah. Katakan bahwa istana barat itu tetap menjadi milikku apapun yang terjadi." Lanjutnya diselimuti amarah.

Raja Austin menatap sang putra dengan tatapan bersalah. Tangannya bergerak memberi ruang untuk putranya masuk ke dalam dekapannya, yang tentu saja ditolak secara kasar oleh putranya itu.

"Pangeran, jaga sikapmu." Tegur Ratu Helia begitu melihat sang putra menepis kasar tangan suaminya.

Pangeran Geoffrey hanya diam mendengar teguran sang Ibu. Tatapan anak itu masih memancarkan kemarahan yang begitu pekat. Secara bergantian menatap Ibu dan Ayahnya.

Dirasa sang putra begitu enggan menanggapinya, Ratu Helia pun kembali membuka suara, "Suatu saat nanti, kau akan mendapat hal yang lebih indah dari istana itu, Geoffrey." Suara Ratu Helia kini terdengar lembut.

"Aku berjanji, kau akan mendapatkan hal itu suatu hari nanti."

The Prince With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang