BAB 3

0 0 0
                                    

Aleena memasuki pemakaman umum dengan bunga ditangannya. Dia berjalan menyusuri jalan mencari tempat orang terkasih. Duduk di tepian makam yang bertuliskan nama kakek nya. Dan memulai membaca surat Yasin dan mendoakannya.

"Assalamualaikum kek", ucap Aleena sambil mengusap batu nisan milik kakeknya.

"Gimana kabar kakek? Apa kakek sekarang bersama nenek dan kak fisa?", Imbuh Aleena dengan menatap makam di sebelah kakeknya. Makam milik neneknya dan kakak perempuan satu-satunya Aleena "Shakira Nafisa Rahmah"

"Kakek hebat yaa bisa bikin kejutan buat Aleena. Bikin rencana tanpa persetujuan aku lagi. Tapi Aleena boleh tebak ngga?", Tanya Aleena yang hanya dijawab oleh angin yang berhembus. "Pasti itu rencana kakek buat kak Fisa bukan? Ngga mungkin kan kalau kakek buat rencana itu untuk Aleena? Karena menurut Aleena yang cocok sama anak temen kakek itu kak Fisa bukan Aleena. Tapi kenapa kakek ngga nulis nama kak Fisa disana? Jadi kan Aleena yang harus dijodohin". Seakan-akan kakek nya dapat menjawab semua ucapannya, Aleena tetap mengeluarkan protes pada kakeknya.

"Kek, Aleena masih pengen main voli. Aleena juga tahun ini masih 18 tahun masa setelah lulus nanti langsung nikah. Terus masa Aleena harus berhenti main voli". Aleena terus berbicara dengan perasaan sedih, kecewa, marah yang hanya bisa ditahan disetiap kata.

"Nenek, kakek, kak Fisa, aku harus gimana?"

Setelah mengeluarkan pertanyaan tanpa jawaban dan memanjatkan doa untuk mereka. Aleena beranjak pergi dari pemakaman.

---------------

Aleena berkendara tanpa arah menyusuri jalanan kota yang cukup ramai. Dia tidak ingin pulang ke rumahnya namun dia juga bingung ingin pergi kemana.

Setelah memutuskan tempat pergi. Aleena turun dari sepeda motornya dan masuk ke pekarangan rumah yang cukup luas. Rumah itu adalah panti asuhan "Cahaya Pelita". Bukan tempat Aleena dibesarkan namun panti ini adalah tempat yang sering dikunjunginya bersama teman-teman dan kakaknya untuk menyumbang atau sekedar bermain dengan anak-anak panti.

"Assalamualaikum", ucap Aleena dengan mengetuk pintu panti asuhan.

"Wa'alaikum salam wr.wb", teriak seseorang dari dalam rumah.

"Eh.. mbak Aleena toh yang datang tak kira siapa. Masuk mbak", ucap Sari yang merupakan seorang pengasuh di panti asuhan tersebut.

"Iya mbak. Bunda Ana nya ada?"

"Ada kok mbak. Mbak duduk dulu aja yaa. Saya panggilin Bunda Ana dulu".

Sepeninggalan Sari, Aleena melihat sekeliling panti yang sering dia kunjungi. Panti dalam kondisi sepi karena anak-anak masih bersekolah.

"Oek oek oek" suara bayi yang terdengar cukup keras itu membuat Aleena inisiatif untuk mencarinya. Terdapat bayi mungil yang mungkin masih berumur 3 minggu an di dalam kamar memang khusus anak-anak panti yang masih bayi. Aleena mengangkat dan menggendongnya guna menenangkan si bayi tersebut. Setelah beberapa saat tangisan bayi tersebut tak kunjung reda hingga bunda Ana datang dengan membawa dot susu dan menggendong si bayi menggantikan Aleena.

"Bunda, bukannya ngerawat bayi dan ngebesarin anak tugas yang berat ya? Kenapa bunda tetep mertahanin panti asuhan ini? Dulunya panti asuhan ini pernah kekurangan modal bukan?". Entah atas dorongan apa Aleena mempertanyakan pertanyaan itu.

Bunda Ana tersenyum dengan tatapan teduh menatap Aleena. "Susah sih pasti ya, kadang juga bunda pernah ngerasa capek, pernah ngeluh juga tapi rasa sayangnya bunda ke mereka itu jauh lebih besar, apalagi pas ngeliat mereka senyum itu bisa buat lelah bunda jadi hilang".

"Kalau lagi capek ya istirahat bentar aja, atau engga sambil ngejalanin hobi kita. Contohnya bunda akhir-akhir ini suka nanam bunga. Intinya sih ya dibawa ikhlas aja pas ngejalanin". "Nak Aleena kenapa kok tiba-tiba tanya tentang ini?", Bunda Ana heran pasalnya Aleena tiba-tiba menanyakan pertanyaan yang tidak pernah dia tanyakan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A+ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang