"Jadi nanti Lo tugasnya gantiin bibi Rose ngajar di sekolah itu," Saga mulai menyusun rencana untuk menjalankan misi kali ini. Ditemani oleh Arden dan tentu saja Zeyya yang baru bergabung hari ini.
"Uhm, nggak usah gantiin ngajar. Gue udah terdaftar jadi guru magang disana. Gue jadi petugas yang jaga Laboratorium komputer, semua bakal jadi mudah." Saga mencoret rancangan yang ia susun tadi dan menuliskan rencana baru.
"Lain kali konfirmasi dulu," sewot Arden malas.
"Ya gue gak tau. Tiba-tiba pak Bondan nyuruh gue langsung tugas kesana."
"Kalau aja kasus ini gak penting buat gue, udah dari kemarin gue nolak kerjasama sama polisi." Gerutu Arden sambil berjalan menuju mesin penjual otomatis di seberang taman tempat mereka berunding.
"Maksudnya ?"
"Oh. Jangan dipikirkan omongannya si Sarden. Dia agak nyebelin akhir-akhir ini." Saga menyusun rencana baru bersama dengan Zeyya yang nantinya ia akan mengkoordinasikan lagi rencananya ke profesor Eujo dan baru akan melakukannya mulai Senin besok.
"Misi ini terlihat mudah, tapi jangan meremehkan hal sekecil apapun. Target kita orangnya licik."
"Gue udah paham masalah begituan. Jadi, serahin aja ke gue dan lakukan tugas kalian di belakang layar."
"Jadi gimana rencana barunya ?" Dua kaleng minuman ia ulurkan ke kedua rekannya itu dan ia kembali bergabung meskipun terlambat untuk bisa menyampaikan pendapatnya.
"Oke jadi gini. Mulai besok Zeyya udah mulai aktif di sekolah itu. Kebetulan juga dia kebagian tugas jaga lab komputer dimana disana juga pusat segala sistem yang ada di sekolah itu, jadi dia bisa lebih mudah mengakses semua informasi yang keluar masuk,-"
"Emang pihak sana bakalan percaya sama orang baru ? Masa orang baru udah dikasih tugas di sistem informasi ?"
"Dengerin dulu !" Saga menjitak kepala Arden dan membuatnya meringis kesakitan.
"Dia kebetulan keterima disana bukan cuma karena koneksi, dia bisa dapat posisi itu karena pegawai yang lama udah gak bisa kerja lagi dan itu urgent banget bagi pihak sekolahnya. Dan karena Zeyya juga udah berpengalaman di bidang itu dan nilai akademiknya juga memuaskan. Lo ngerti kan maksud gue ?"
"Hm... Terus gue gimana ?"
"Kita tunggu aja semua informasi dari Zey." Raut muka Arden berubah menjadi bingung.
"Maksud Lo ? Gue cuma mantau aja gitu ? Gue gak turun langsung ke TKP ?"
"Seperti yang udah kita bicarain sama profesor, Den. Gue tau yang Lo pingin. Tapi kali ini Lo gak boleh turun langsung ke lapangan."
Arden membuang wajahnya dan bersandar pada bangku taman yang terlihat masih baru di cat.
"Percayain aja tugas lapangan sama gue. Dengan sentuhan tangan ajaib ini, semua informasi bisa dengan mudah gue dapetin," ucap Zeyya untuk menenangkan kegelisahan Arden dengan nada yang terkesan menyombongkan diri.
"Gue gak bisa percaya siapapun buat kasus ini,"
"Den, lu gak bisa kayak gitu. Jangan pikir semua kasus bisa lo selesaikan sendiri. Kalau gitu namanya lo egois tau gak ? Lo harus bisa belajar percaya sama orang lain."
"GUE GAK BISA PERCAYA SAMA POLISI !" Arden sempat melirik Zeyya sekilas. Rasa traumatik yang dialami Arden begitu besar hingga ia tak lagi mempercayai orang lain selain dirinya sendiri.
"Apa yang membuat Lo berpikiran kayak gitu ?" tanya Zeyya dengan ekspresi dingin. Ia mungkin tersinggung dengan ungkapan yang baru saja dilontarkan Arden.
"Lo gak perlu tau !"
"Den ! Jangan kasar gitu sama cewek !" Saga cukup terkejut dengan bentakan Arden.
"Terserah ! Gue mau ke mobil dulu," Arden mengambil topi dan menutupi rambut gondrong yang belum ia pangkas karena misi sebelumnya untuk membawa kesan bahwa ia memang anak berandalan sehingga ia bisa dengan mudah mengambil hati Roni.
Notifikasi muncul saat Arden akan merebahkan diri di kursi belakang mobil sambil menunggu Saga dan Zeyya. Ia terperanjat melihat isi pesan yang ia terima.
***
"Woy ! Bangun !" Tubuh Arden terguncang saat Saga membangunkannya. Dengan setengah sadar ia membenarkan posisi duduknya."Udah kelar ?"
"Habis gua ngantar Zeyya kita langsung ke profesor Eujo." Mobil perlahan bergerak mundur untuk keluar dari tempat parkir yang tidak begitu sesak hari ini.
"Kalau udah nyampe bangunin gua." Sebuah botol plastik kosong melayang dan mendarat tepat di dahi Arden yang ingin merebahkan diri lagi.
"Apaan sih Lo !"
"Lo yang apaan ! Tidur aja kerjaan Lo," sewot Saga setelah ia memberikan uang parkir ke tukang parkir yang sedang bertugas.
"Lo juga yang gak ngasih gue pekerjaan."
"Tetap jalani sesuai rencana Sarden. Gue gak bisa ngubah rencana lagi."
"Terserah lu !"
Zeyya berdeham pelan untuk memastikan mereka berdua masih sadar kalau ada di diantara perdebatan mereka.
"Eh... Sorry, dia emang agak ngeselin jadi kebawa emosi."
"Udah temenan dari lama ya ?"
"Apa untungnya Lo tau ?" Arden menyela Saga yang ingin membalas pertanyaan Zeyya dengan sewot.
"Den ! Bisa gak sih jangan sok keras gitu ?"
"Kagak !"
"Diem aja bisa nggak ?!"
"KAGAK BISA !"
Dari spion dalam mobil Zeyya bisa melihat tingkah Arden yang unik dan mengundang senyum untuk terbit di wajahnya. Ia tertarik dengan sosok yang susah ditebak seperti Arden. Terkadang terlihat bijak dan terkadang konyol seperti anak kecil.
Tapi jujur, Zeyya masih ingin tahu kenapa Arden membenci polisi dan bahkan menolak ingin kerjasama dengan pihak kepolisian. Bukankah Arden juga seorang detektif yang biasanya selalu bekerja berdampingan dengan polisi.
"Kalian satu divisi ?" Suasana hening menerpa saat pertanyaan itu terlontarkan secara tidak sengaja. Tidak ada dari mereka yang mau menanggapi pertanyaan itu.
"Zey, habis belokan ini kita ke arah mana ?" Saga memilih untuk mengalihkan pertanyaan itu agar tidak semakin mengganggu perasaan Arden yang sedang kacau.
Zeyya yang merasa bahwa ia salah bertanya kemudian diam sepanjang perjalanan. Mungkin sesekali Saga membangun obrolan agar tidak terlalu sepi dan canggung, sedangkan Arden masih duduk diam di kursi belakang. Ia tidak tidur. Ia memperhatikan jalan dengan pandangan kosong.
"Di depan itu kan ?" Zeyya membuyarkan lamunannya saat menyadari bahwa ia sudah berada di lingkungan rumahnya.
"Oh iya, sebelum turun gue mau jawab pertanyaan Lo tadi. Gue sama si Sarden udah temenan dari kecil. Dari SD kelas 1. Tapi kita gak satu sekolah. Dan untuk pertanyaan apakah kita satu divisi ? Jawabannya nggak. Arden bukan bagian kepolisian. Oke cukup ?"
Zeyya mengangguk dan matanya masih melirik orang yang berada di bangku belakang. Matanya terpejam, kepalanya tersandar ke bagian belakang kursi dan kedua tangannya terlipat di depan dada. Seperti tidak ada beban. Tapi ia yakin ada beban berat yang harus Arden tanggung.
Dan ia semakin tertarik dengan sosok yang penuh misteri itu. Tapi bagaimana caranya untuk mengetahui misteri itu sedangkan dia saja belum mendapat kepercayaan dari Arden. Bahkan sebagai sesama rekan kerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET MISSION : Shht...
Детектив / ТриллерMimpi itu akan terus datang dan kan terus menghantuiku sebelum misteri ini terpecahkan. Aku telah menantinya hampir 10 tahun untuk membuat "Mereka" bertekuk lutut dan mengembalikan semua yang telah dia ambil dariku. Takkan kubiarkan mereka pergi. La...