"Bagaimana Prof ?" Profesor Eujo melepaskan kacamata baca miliknya dan menopangkan dagu ke kedua tangannya.
"Bagaimanapun, ini menyangkut keselamatan kamu juga Arden. Mau tidak mau kita harus ubah strategi,"
"Pakai strategi bagaimana lagi prof ? Arden itu agen mata-mata terbaik kita. Kalau bukan penyamaran, apa yang kita lakukan ?" Saga memprotes pendapat profesor untuk mengubah strategi yang biasa mereka lakukan.
"Ya makanya kita diskusikan bersama !" Kursi profesor Eujo berputar dan membelakangi mereka berdua yang tercengang.
Ting !
"Prof ?" Saga menunjukkan ponselnya kepada profesor Eujo.
"Kita terpaksa melibatkan orang luar." Profesor Eujo meletakkan kembali hp Saga yang masih menampilkan foto seorang perempuan berpakaian seragam polisi lengkap.
"Maksudnya apa prof ?" Arden meraih hp yang tergeletak di meja profesor.
"Kita akan kerja sama dengan pihak kepolisian."
"Nggak bisa gitu prof ! Saya yakin kasus ini akan membawa kita ke petunjuk hilangnya keluarga saya ! Profesor sendiri juga tahu kan, kalau saya ingin menangkap mereka sendiri."
"Lo gak bisa seenaknya gitu ! Gimanapun, kasus ini bakalan berdampak buruk kalau Lo bertindak sendiri !" Saga mencoba memeringatkan Arden yang keras kepala.
"Cukup !" mereka berdua terkesiap bagaikan anak kecil yang baru saja dibentak oleh ayahnya.
"Bertengkar tidak akan memecahkan masalah. Satu-satunya cara supaya masalah ini selesai cuma itu. Kita gak bisa lagi pakai strategi lama,"
"Prof, kepala kepolisian juga bilang nanti sore saya harus menemuinya di cafetaria. Tempatnya di cafe... Wooden."
"Sepertinya daerahnya agak jauh," profesor Eujo menyapukan pandangan ke seluruh ruangan.
"Aku pernah mengunjunginya." Arden yang dari tadi terdiam akhirnya bersuara dan membuat kedua ekspresi orang di depannya menjadi agak tenang.
"Kalau gitu, kamu antar Saga ke sana. Dan kalau bisa kalian membangun hubungan yang baik dengan agen itu."
"Apa kita perlu membicarakan rencana kita juga prof ?"
Saat profesor akan menjawab, Arden dengan cepat menyelanya dan segera mengambil jaketnya untuk bersiap kembali ke rumah.
"Nggak perlu ! Itu terlalu rahasia ! Prof, saya pamit pulang."
"Arden !" Suasana hati Arden sedang buruk kali ini. Hal yang paling ia benci akhirnya ia harus melakukannya. Bekerja sama dengan pihak kepolisian. Apakah ia bisa meredam dendamnya untuk bisa menyelesaikan misinya atau mungkin ia akan melakukan kesalahan fatal dengan bergerak sendiri ?
***
"Habis ini belok mana ?" Saga mengemudikan mobil menuju lokasi yang sudah ditentukan untuk menemui seorang agen yang diminta kepala kepolisian."Lurus aja udah," jawab Arden sambil membenarkan posisi tidur nyaman di bangku depan.
"Lu mau kita mati ! Di depan itu udah jurang !" Saga menghentikan laju mobilnya saat melihat jalan yang diarahkan oleh Arden ternyata menuju ke jurang.
Arden sudah dalam posisi duduk saat Saga baru akan keluar dari mobil. "Ah elah, yaudah disini kita berhenti ! Habis itu tinggal jalan kaki aja udah. Cari tempat parkir dulu."
"Maksud lu apa ? Jelas-jelas di depan itu cuma ada jembatan kayu sama..."
"Dah sana parkir di sana aja, gue dulu biasanya juga di situ." Arden keluar dari mobil dan meregangkan badannya lalu mengedarkan pandangan ke tempat yang tadi ia tunjuk untuk memastikan tempat itu masih beroperasi.
"Di depan itu ?"
"Iya. Keburu tutup."
Mereka berjalan melewati jembatan kayu yang menghubungkan dua tempat dan salah satunya telah berdiri sebuah cafetaria unik yang ramai pengunjung. Suasana sekitar tempat itu berbanding terbalik dengan apa yang mereka lihat dalam cafe itu.
"Selamat datang !" Suara ramah dari pelayan yang masih sibuk mengurus pekerjaan masing-masing menyambut mereka berdua. Pandangan mereka tertuju pada meja bar yang menampilkan sosok wanita yang membelakangi pengunjung dan tangannya sibuk dengan dua gelas dan mesin pembuat kopi.
"Agen Zeyya ?" Saga memanggilnya dengan setengah berbisik dan membuat wanita yang membelakangi mereka menghentikan kegiatannya.
Rambut sebahu bewarna coklat itu bergoyang saat ia berbalik badan. Wajahnya yang mungil tidak memudarkan aura tegas darinya.
"Maaf dengan siapa ?" Suara lembut itu hampir membuat Saga saah tingkah.
"Bapak Boby memerintahkan kami untuk menemui anda." Arden mengambil alih percakapan tersebut saat Saga sudah tidak mampu berkata-kata lagi.
"Bapak Boby ?" Alisnya mengerut dan gelas yang ia pegang kini ia letakkan ke meja bar.
"Oh, bapak Boby Hartono." Ia menganggukkan kepala dan mengambil kursi untuk berbicara lebih dekat dengan mereka berdua.
"Apa ada masalah di kantor pusat ?" Obrolan rahasia mereka tersamarkan dengan aksi agen Zeyya memainkan kedua gelas bagaikan seorang bartender profesional.
Arden menyikut tanganku Saga dan menyadarkannya, "ehm... Sebuah kasus memanggil anda untuk menyelesaikannya di kantor." Zeyya menautkan alisnya dan memiringkan kepalanya mendengar penjelasan Saga yang sama sekali tidak jelas. Sedangkan Arden menepuk jidatnya dan mau tidak mau ia yang harus menjelaskannya.
"Anda diminta untuk bekerja sama untuk melakukan penyamaran di sebuah sekolah yang terlibat kasus teror melalui media digital."
"Sejak kapan teror itu dimulai ?"
"Hampir beberapa waktu yang lalu. Tapi setiap hari terornya semakin meluas. Terutama di SMA Tunas Dirgantara.
"Kalau begitu besok aku akan ke sana. Dimana aku bisa bertemu pak Boby ?"
"Di kantor pusat. Kalau mau kita bisa kesana bersama." Senyum Saga hanya dibalas dengan sikap dingin agen Zeyya.
"Hari ini saya belum bisa menemui beliau. Jadi tolong kirimkan saja lokasinya. Ini nomernya." Zeyya meletakkan ponselnya di meja bar dan langsung diambil oleh Saga.
"Oke. Jangan lupa save."
"Apaan sih Lo. Malu-maluin tau nggak." Arden menatap tajam kepada Saga yang cengar-cengir sambil memandang Zeyya.
"Napa sih ?"
"Kalau begitu, kami pamit." Arden beranjak dari posisi duduknya dan langsung dicegah oleh Zeyya
"Bagaimana kalau kalian istirahat dulu. Perjalanan kalian lumayan jauh kan ?"
"Maaf,-"
"Eh boleh boleh kalau kamu nggak keberatan." Saga mengedipkan matanya kepada Arden yang akhirnya terpaksa tetap duduk di tempatnya.
Mereka saling berbincang untuk membahas strategi mereka untuk kasus ini. Tidak di depan meja bar lagi, melainkan di ruangan terbuka tepat di halaman cafe tersebut. Suasana yang jauh dari keramaian. Tempat yang berhadapan langsung dengan tebing curam. Sekali saja salah langkah, kau akan kehilangan langkah selanjutnya. Sangat tenang dan mengurangi resiko penyadapan dalam ruangan. Semua alat komunikasi telah dinonaktifkan dan mereka melanjutkan perbincangannya.
"Kita mulai operasi ini besok. Jangan lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET MISSION : Shht...
Misterio / SuspensoMimpi itu akan terus datang dan kan terus menghantuiku sebelum misteri ini terpecahkan. Aku telah menantinya hampir 10 tahun untuk membuat "Mereka" bertekuk lutut dan mengembalikan semua yang telah dia ambil dariku. Takkan kubiarkan mereka pergi. La...