THE TWO WHITE TIGERS

85 22 1
                                    

[Bukan jenis cerita yang fast burning di bagian romansa, tetapi menyajikan plot dan konflik yang cukup tajam dan rumit, disertai adegan aksi para tokoh yang semua berilmu karunagan tinggi. Semakin dibaca semakin nagih. Dikemas dalam dua buku dan ini adalah buku 1]

READY PDF

<<<<<SELAMAT MEMBACA>>>>>

Delapan tahun yang lalu, pemuda dengan punggung lebar dan bahu kukuh yang tengah berdiri gagah di tepi sungai itu masihlah bocah mungil yang tingginya kurang lebih sepinggang orang dewasa. Namun, dua belas tahun kemudian telah tumbuh menjadi seperti yang tampak sekarang. Jangkung melebihi kakeknya dan sangat gagah.

Berdiri bersisian, Zhou Chenhai yang sudah mulai uzur punggung pun sedikit bungkuk, terlihat hanya setinggi atas sikunya. Pria tua itu sekarang tampak ringkih, rasa-rasanya tidak akan mampu menahan beban satu lengan berotot pemuda itu di bahunya.

Berdiri mematung setenang gunung, beberapa burung higgap di kepala dan bahu pemuda itu. Bahkan ada satu yang bertengger di pangkal ikatan rambut sambil mematuk-matuk kain putih yang mengikatnya. Angin berembus silir, sejuk pun seolah membelai wajah rupawan bergaris rahang tegas yang tetap terlihat lembut, karena senyum seolah terakumulasi di matanya yang menatap penuh ramah tamah.

Zhou Chenhai menoleh ke arahnya, tertegun melihat rambut yang diikat menyerupai ekor kuda panjangnya mencapai pinggang. Sejak lahir rambut itu tidak pernah dicukur, tetapi setelah sepanjang ini tidak akan pernah bertambah panjang lagi. Pria tua itu kemudian mengeluarkan sesuatu dari saku jubahnya.

"Gunakan ini sebagai ikat kapala." Dia memberikan kain putih selebar dua ruas jari, panjang kisaran satu meter. Pemuda itu menerima dalam diam, lalu menatap terpaku pada benda itu. "Apa pun yang terjadi jangan pernah melepasnya," tambah si kakek.

"Baik, Kek." Setuju tanpa menanyakan alasan, Wang Yibo pun mengikatkan kain putih itu di kepalanya. Tampak semakin gagah layaknya seorang ksatria.

Waktu kecil dia memang selalu banyak bertanya karena banyak hal masih sangat asing baginya. Namun, seiring berlalunya waktu dan dia pun beranjak lebih dewasa, pola berpikir secara bertahap dan alami mengalami perubahan pula.

Jika Zhou Chenhai meminta dia melakukan sesuatu tanpa memberi penjelasan, itu berarti kakek ingin Wang Yibo mencari tahu sendiri alasannya---atau mungkin alasan dan pemahaman akan datang sendiri kelak.

"Jangan lupa berpuasa dan tirakad di bulan mati. Saat sabit menampakkan diri berjalanlah balik arah seratus langkah, kemudian lanjutkan perjalanan lewat rute lain. Yang paling utama adalah menyepi semedi saat paripurna, dan sebelum mencapai pudar jangan singgah. Nikmati setiap jengkal pijakan, melangkah setapak demi setapak kecuali untuk hal mendesak. Berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan jaga hati tetap bersih."

"Baik, Kek." Wang Yibo membungkuk pada Zhou Chenhai

"Mampirlah ke Gunung Shan Saupo, berikan ini pada Liang Saupo." Di telapak tangan kanan yang tadinya kosong, tiba-tiba muncul sebuah kotak kayu kecil. Sementara itu, sebuah buntalan kain muncul di tangan kiri. "Dan ini bekalmu." Zhou Chenhai memberikan kedua benda itu kepada Wang Yibo.

"Baik, Kek. Terima kasih."

Sambil menepuk-nepuk lengan Wang Yibo yang terasa padat, keras seperti kayu, Zhou Chenhai menambahkan, "Pergilah. Jelajahi seluruh negri ini dan biarkan takdir membawamu berlabuh di tempat yang tepat."

"Mohon doa restu, Kek. Yibo, pamit."

"Pergilah, pergi. Jangan buang-buang waktu."

Sebenarnya Wang Yibo ingin memberi pelukan perpisahan, tetapi sambil menyuruhnya cepat pergi, Zhou Chenhai sudah membalik badan, lalu berjalan menjauh ke arah hutan. Setelah terpaku sejenak sambil menahan sesak di dada, akhirnya Wang Yibo pun balik badan dan segera memantapkan langkah setelah mengembuskan napas kasar.

The Long Journey [Ready PDF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang