New people, new life?

30 4 0
                                    

Hari Ke tiga

     "Triiiiing..." Terdengar suara jam weker berdering panjang. Membuat tidur nyenyak Rie terganggu dengan cepat. Tangan Rie mencari-cari jam weker itu di balik selimut tebal yang menyelimuti hangat seluruh tubuhnya. Dengan mata masih terpejam tangannya masih menerka-nerka letak jamwekernya itu. Setelah ia menemukannya Rie dengan cepat mematikan jam weker itu. Ia sempat melirik sedikit arah jarum jam yang menunjuk ke angka tujuh. Ia menyimpan jam wekernya kembali di meja kecil dekat kasurnya. Lalu matanya terpejam kembali melanjutkan tidurnya. Tak lama ia berpikir. Berpikir tentang jarum jam yang pendek mengarah ke angka ... Tujuh!. Rie terbelalak dan terperanjat dari tidurnya. Ia mengambil kembali jam weker yang sempat ia simpan.

"Oh tidak. Apa yang aku lakukan?" Ujar Rie benar-benar kaget dengan apa yang di lihatnya. Ia sempat mengira itu adalah mimpi. Namun tepakan jidatnya mampu menyadarkan Rie. Cepat-cepat Rie mengambil handuk dan melangkah dengan tergesa-gesa menuju kamar mandi. Tak lama ia keluar dengan semerbak harum wangi-wangian dari sabun yang di pakai Rie. Rie dengan cepat merapikan dirinya. Matanya melirik kembali ke arah jam dinding yang setia menempel di dinding kamar berwarna abu yang berhias bunga sakura. Ia menggigit bibir. Sedikit kesal dengan dirinya sendiri yang terlambat bangun. Tadinya ia berencana untuk bangun lebih pagi. Namun apa mau di kata. Ini semua karena kemarin dirinya terus saja mengobrol dengan neneknya sampai larut. Sampai matanya pun tidak bisa untuk bangun lebih pagi. Ia pun sampai lupa belum sempat membereskan buku-buku yang akan ia bawa ke sekolah kemarin. Dengan tergesa-gesa Rie memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Ia dengan cepat berlalu. Tanpa menyadari sebuah buku yang ia jatuhkan ke bawah meja.

"Nek, aku berangkat dulu." Rie sedikitberlari kecil menuju pintu depan.

"Tidak sarapan? Nenek sudah siapkan rotiuntukmu." Ujar nenek yang sedang mengoleskan selai kacang pada roti tawarnya. Rie yang mendengar itu kembali ke dapur. Dan mengambil roti yang sudah di olesiselai yang tertata di piring.

"Aku akan sarapan di mobil. Sampai jumpa,nek." Rie kembali melambaikan tangannya ke arah nenek. Nenek yang melihatnyabhanya menggeleng-geleng pelan atas kelakuan cucu satu-satunya ini. Yang semakin mengingatkannya pada anak perempuan semata wayangnya. Yang sudah lebih dulu meninggalkan dunia yang fana ini daripada dirinya. Hanna, andai kau masih hidup. Pasti kau bahagia. Semakin lama dia semakin mirip denganmu, batin nenek sambil tersenyum kecil memikirkannya.

...

Rie masih mengubek-ngubek isi tasnya. Mencari buku catatan yang harus ada di depan matanya sekarang. Namun hasilnya nihil. Di dalam tasnya sama sekali tidak ada buku yang ia cari. Terlihat Erita memperhatikannya dari bangku depan. Mencoba menerka-nerka apa yang Rie lakukan. Semenjak apa yang di katakan Rara, rasanya Erita tertarik untuk memperhatikan Rie. Sang gadis jepang yang menurutnya penuh kejutan. Rie masih saja terlihat cemas. Tiba-tiba datang Ms. Ninka memberi salam. Lalu menatap semua murid dengan lembut namun tajam. Membuat Rie merasa harus meneguk ludahnya.

"Kumpulkan buku catatan matematika kalian sekarang!." Kata Ms. Ninka sambil duduk di bangku guru. Kini Rie mulai bingung. Anak lain sudah mulai mengumpulkan buku catatan matematikanya di meja guru. Apa yang harus ia katakan sekarang? Tidak ada cara lain lagi. Akhirnya Rie mengacungkan tangan. Berusaha memberanikan diri. Ms. Ninka sedikit mengangkat kacamatanya. Seakan memperjelas siapa gadis yang mengacungkan tangan itu.

"Aku ... tidak membawa buku catatan matematika,Ms." Ujar Rie akhirnya.

Seluruh mata tertuju padanya. Membuat dia semakin canggung saja. Sama seperti saat ia masuk ke kelas ini pertama kali. Ms. Ninka menghela nafas pelan mendengar pengakuan itu. Lalu berdiri dari tempat duduknya.

 "Ini sudah kedua kalinya kamu tidakmembawa buku catatanmu Rie Mitaki. Apa alasanmu?" Ujar Ms. Ninka sambilberjalan mendekati tempat Rie.

"Aku sungguh lupa untuk membawanya. Akumengira kalau buku itu sudah ada di tasku, Ms." Belanya terhadap diri sendiri. Berharap sang nyonya cantik berumur tiga puluhan di depannya mau memaafkannya cuntuk kedua kalinya.

Innocent DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang