Senyuman Pertama

26 4 0
                                    

Angin yang berhembus tanpa berkesan lewat begitu saja. Menghempas rambut coklat bergelombang dengan panjang sebahu milik Rie. Ia memandang pemandangan lingkungan Blue International High School yang terlihat kecil dari atap gedung sekolahnya yang memiliki tiga lantai. Ia menaruh tangannya pada dinding penghalang disana. Menikmati angin yang terus berhembus. Terdengar langkah kaki seseorang menaiki tangga menuju atap. Rie menoleh asal suara langkah kaki itu. Ternyata Erita. Erita tersenyum melihat Rie. Sementara itu Rie mengembalikan pandangannya pada pemandangan yang sempat ia lihat sebelumnya. Lingkungan sekolah yang ramai dengan para murid yang sedang beristirahat. Erita mendekati Rie.

"Ternyata kamu disini. Aku mencarimu kemana-mana." Kata Erita.

"Mencariku? Untuk apa mencariku?"

"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."

"Apa itu?" Tanya Rie datar. Seakan tak mautahu. Padahal sebenarnya Rie penasaran. Erita terdiam sesaat.

"Kau tahu kan tentang kabar pembubaran klub musik yang baru-baru ini beredar?" Tanyanya.

"Terus apa hubungannya denganku?"

"Untuk mempertahankan klub musik itu, aku berencana membuat sebuah grup band. Aku memerlukan seorang vokalis. Kurasa, kamulah yang pantas untuk mendapatkan posisi itu. Apa kau mau bergabung dengankami?"

"Tidak." Jawab Rie singkat "Aku tidak mau."

"Aku belum meminta jawabanmu." Kata Erita tiba-tiba hampir memotong perkataan Rie. Rie menoleh.

"Saat ini aku masih bertanya dan belum memerlukan jawaban. Aku memintamu untuk memikirkannya selama dua puluh empat jam. Jawabanmu saat ini tidak akan aku anggap sebagai jawaban. Apa kamu mengerti?" Kata Erita melanjutkan perkataannya. Rie menatap Erita heran.

"Walau aku menjawabnya besok jawaban ku akan tetap sama. Tidak ada gunanya sama sekali jika aku menjawabnya besok."

"Tidak. Aku tidak berpikir seperti itu." Sergah Erita. Lalu membalikan badan dan berjalan menuju tangga. Namun Erita terdiam sesaat sebelum menginjak salah satu tangga untuk turun.

"Jangan terlalu takut pada masa lalu. Nanti kau akan kehilangan masa depan." Ujarnya sambil menatap kosong. Lalu tersenyum kecil ke arah Rie yang terlihat kebingungan. Bingung dengan sikap Erita yang menurutnya aneh.

"Aku tunggu jawabanmu besok di waktu yang sama seperti sekarang. Jam 11.25. Aku duluan masuk ke kelas ya, bye." Ucap Erita dan mulai pergi menuruni anak tangga. Lagi-lagi Rie menatap Erita heran. Tapi apa yang dikatakan Erita barusan rasanya sangat masuk ke dalam hati kecilnya ini. Membuat Rie hanya bisa menunduk dan diam.

...

Sekarang pelajaran terakhir adalah pelajaran Ms. Anita. Ms. Anita menyuruh semua murid untuk melakukan observasi terhadap lingkungan sekolah. Memang Ms. Anita mengajar tentang pendidikan ligkungan hidup. Walaupun pada kelas IPA sekalipun. Namun yang membuat situasi ini parah bagi Rie adalah observasi ini di lakukan secara berkelompok. Setiap kelompok beranggotakan tiga orang. Dan setiap orang akan di kocok. Entah antar asial dan beruntung. Rie satu kelompok dengan Erita, walaupun ia sedikit bosan dengan orang ini terus. Dan orang yang membenturkan bola basket ke kepalanya waktu itu. Yang ternyata bernama Reno. Yang juga membuatnya merasa sial.

"Wah, Rie ini kebetulan sekali." Kata Erita yang terlihat senang satu kelompok dengannya.

"Ya, sangat kebetulan." Kata Reno dengan nada ketus. Terlihat tidak senang. Sama seperti apa yang Rie rasakan. Rie seperti biasa memasang wajah datarnya melihat tanggapan Reno tadi.

"Huh, sudahlah. Aku ingin ini cepat selesai. Kita mulai dari mana?" Kata Rie mengawali pembicaraannya tentang tugas yang di berikan Ms. Anita.

"Baiklah. Bagaimana kalau kita mulai dari... Gerbang sekolah!" Kata Erita memutuskan. Rie dan Reno setuju dengan usulan Erita. Merekapun pergi menuju gerbang sekolah. Memang tak butuh waktu lama untuk mengobservasi lingkungan Blue International High School yang luas ini. Apalagi dengan otak jenius tiga orang ini yang di satu kelompokkan. Membuat kecepatan mengerjakan tugas ini lebih mudah. Walau banyak sekali percekcokan antara Rie dan Reno yang sama sekali tidak bisa akur. Bahkan untuk pertama kali bertemu waktu itu. Membuat sedikit hambatan saat mengerjakan tugas ini. Danjuga membuat Erita kerepotan melerai mereka. Padahal hal yang mereka ributkan hanyalah hal kecil. Seperti salah kata atau hal lainnya yang serupa dengan itu. Namun butuh segala cara untuk melerai mereka. Rasanya Erita jadi merasa punya anak kecil yang tak henti-hentinya memperebutkan bungkus permen kosong. Tapi di samping itu Erita merasa sedikit senang. Semakin lama Rie jadi mulai agak banyak bicara. Walaupun itu cuman bertengkar dengan Reno. Bukankah itumakin memudahkannya berkomunikasi dengan dirinya dan teman sekelas lainnya? Erita harap iya.

Innocent DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang