3- TRÈS

6 0 0
                                    

"Harusnya kita memang tidak lagi bertemu"

__

DEG

D-dia?

"W-waalaikumsalam", gumamku setelah tercengang sepersekian detik lalu.

Sosok yang baru melewati pintu dengan menenteng jaket itu pun juga sedikit tersentak dengan esensi ku- mungkin sosok tak biasa diruangan ini.

Tak dipungkiri mata kami pun saling menatap untuk sesaat- apa dia mengenaliku?

Tapi mengapa tatapannya begitu asing?
Seberubah itu kah aku?
Padahal aku langsung mengenali siapa dia!

"Loh kamu datang hari ini, Mas!"

Bu Astari yang baru datang dari belakang pun langsung menghampiri sosoknya. Sosok itu pun langsung menyambut tangan Bu astari dengan salim mengecup tangan beliau.

"Iya, Budhe. Semalem ada acara di Jogja. Jadi, sekalian mau libur cuti disini, sambil nganter titipan kain dari Mama. Tapi masih dimobil, Budhe."

Dammittt

Kenapa suaranya sangat berbeda dari terakhir kali ku dengar- ya memang sih itu sudah lama sekali. Tapi hei, aku tidak pernah membayangkan akan seberat dan se-deep itu.

Membayangkan saat mungkin kita bertelfonan tengah malam akan ku jamin suaranya akan terbawa mimp-

HAH! AKU BERTEMU DENGANNYA SAAT INI!

M-mungkinkah ini jawaban agar aku bisa mengakhiri mimpi-mimpi abstrak dengan hadirnya Dia yang sangat sering muncul disetiap tidurku.

"Yowes gapapa, itu nanti aja biar Pak Supri aja yang bawa ke dalam. Kamu makan siang aja sana di belakang, Mas. Mbak Rum masak gudeg krecek hari ini. Budhe lagi ada tam- loh lupa Mbak Meicca masih disini ya haduhh!",

Buru-buru Bu Astari menghampiriku dengan teko kaca berisi cairan merah menggoda di dalam nya yang masih ia bawa sejak menyalimi sosok itu.

"E-eh nggak apa-apa, Bu. Saya bisa menunggu." Aku berkata dengan tersenyum canggung.

" Ya nggak bisa gitu, Mbak Mei. Tamu tetap nomor satu. Apalagi kamu jauh-jauh dari luar kota buat belajar batik di sini. Tante ya nggak mau menyia-nyiakan anak muda yang mau belajar melestarikan batik di zaman gini seperti kamu, Mbak Meicca."

"Eh Mas! sini lo, kenalan dulu ini sama Mbak Meicca. Kayake seumuran kamu to Mas, Budhe takjub loh sama orang seperti Mbak Meicca ini sudah jarang anak muda yang mau repot-repot kayak, Mbak Mei ini."

Aku langsung melotot terkejut tanpa tendeng aling-aling, Bu Astari malah menyuruh Dia berkenalan dengan ku, yang dimana sejak tadi masih berdiri dekat pintu sambil mengamati interaksi ku dengan Bu Astari.

Dia pun mulai melangkah mendekat kemari- dengan muka yang tak bisa ku deskripsikan entah kaget, bahagia setelah bertemu Bu Astari, atau muram saat melihatku sehingga saat ini terlihat biasa-biasa saja ekspresinya tanpa senyum- tak seperti tadi yang tersenyum lebar saat berbicara dengan Bu Astari.

A-apa sebenci itukah dia padaku? Atau benar-benar lupa siapa aku?

"Ini keponakan Tante, Mbak Mei."

"Keviane."

Lelaki itu dengan santainya mengulurkan tangan kanannya padaku dengan seulas senyum yang sangat tipis, seakan-akan kita memang tak mengenal satu sama lain.

Dengan ragu ku sambut uluran tangan dari lelaki yang berada di hadapanku yang hanya terhalangi oleh meja sesuguhan aneka kue-kue tradisional tadi.

Lalu, dengan suara yang agak bergetar aku memperkenalkan diriku padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

In A Good WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang