Sang Guru Etiket

24 3 0
                                    


Adoria terkejut bukan main ketika suratnya mendapatkan balasan dari sang pangeran. Selama ini mereka memang berkomunikasi melalui surat, tetapi hanya surat sepihak tanpa balasan secara langsung. Tidak hanya satu, pagi itu Adoria mendapatkan dua surat sekaligus. Pertama, surat berwarna emas dengan cap berlogo kekaisaran di penutup amplop. Yang kedua, surat berwarna merah muda khas milik pangeran saat mengirim surat untuknya.

Terang saja Adoria bingung. Kernyit di keningnya menunjukkan bagaimana Adoria tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Terlebih Adoria tidak bisa membaca kedua surat itu secara bersamaan. Dalam aturan kekaisaran, setiap surat resmi yang keluar dari istana kaisar harus dibacakan di depan umum.

"Untuk membantu Lady Adoria Vrouw dalam mengurus persiapan pesta panen kekaisaran, Yang Mulia Baginda Kaisar Gilman memutuskan untuk mengirimkan asisten khusus dari istana Pangeran ke istana Gabbia Dorata. Demikian surat pemberitahun ini disampaikan oleh Sekretaris Kekaisaran."

Usai Vedette membacakan surat tersebut, Adoria segera membaca surat lain yang diberikan oleh pangeran. Isinya tidak jauh berbeda. Hanya pemberitahuan bahwa suaminya itu telah mengirim seorang asisten kepada Adoria, sesuai dengan permintaannya kemarin.

Adoria memang menyebutkan permintaan itu dalam suratnya. Ia dengan spesifik meminta agar sang suami mau mengirimkan asisten laki-laki kepadanya. Alasannya karena Adoria ingin membuat pangeran marah. Dengan begitu pangeran akan menemuinya secara langsung. Bertemu dengan suaminya adalah hal yang penting bagi Adoria. Ia harus segera menemukan ayahnya yang telah menghilang selama dua tahun.

Namun apa yang terjadi? Pangeran justru mengutus seseorang ke istananya. Yang lebih parahnya utusan itu adalah seorang laki-laki. Adoria sama sekali tidak menyangka hal ini.

"Vedette, kenapa ada tirai di sini?" Adoria bertanya-tanya setelah melihat sebuah tirai pembatas terpasang di ruang kerjanya. "Apa utusan itu belum menikah?"

Kesimpulan itu diambil karena menurut aturan kekaisaran, seorang wanita bangsawan dilarang berhadapan langsung dengan pria yang belum menikah kecuali pria itu adalah seorang kasim. Dan alasan Adoria bisa bebas tanpa penutup wajah karena istananya hanya diisi oleh pelayan dan pengawal yang tidak memiliki kemampuan untuk berhubungan badan.

Vedette menganggukkan kepalanya. "Benar, My Lady."

Adoria terperangah. Selama dua tahun ini ia tidak pernah mendapatkan kunjungan seperti ini. Semua tamu kerajaan dan kekaisaran yang berkunjung pasti telah menikah sehingga Adoria tidak perlu memakai protokol menyusahkan begini.

Sebenarnya Adoria ingin melayangkan protes, namun ia tidak ingin membuat keributan pagi-pagi di istananya. Kedatangan surat berlambang kekaisaran saja sudah menggemparkan seisi istana. Adoria tidak mau menambah masalah kepada orang yang tidak bersalah.

"Salam Yang Mulia Putri, saya adalah utusan yang dikirim Yang Mulia Pangeran untuk membantu Anda." Laki-laki itu bersuara di balik tirai. Adoria tidak bisa melihat wajahnya, tapi ia bisa mendengar suara pria itu dengan baik. Suaranya cukup berat namun sangat berwibawa. Tampak seperti seorang bangsawan kelas menengah ke atas di kekaisaran ini.

Tapi tunggu dulu! Yang Mulia Putri? Mengapa pria itu menyapanya seperti itu?

"Anda memanggil saya Yang Mulia Putri? Saya hanya seorang Countess, Tuan." Adoria mengklarifikasi ucapan sang utusan. Ia tidak mau mendapatkan masalah di kemudian hari jika ada orang lain yang mendengarnya.

"Apakah ada yang salah dari ucapan saya, Putri? Bukankah Anda adalah istri Yang Mulia Pangeran? Sudah sewajarnya Anda dipanggil Yang Mulia Putri."

Pernyataan pria itu tidak salah seandainya Adoria memang istri sesungguhnya bagi sang pangeran. Tapi kenyataannya, Adoria hanya istri dalam status saja. Ah, ralat. Bahkan di mata hukum kekaisaran, Adoria belum sah sebagai seorang istri.

Princess In CageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang