Episode 06

440 302 80
                                        

JANGAN LUPA VOTE, FOLLOW, KRITIK DAN SARANNYA!
Typo, koreksi📌

●○●○●○

Harsya keluar dari kamar dengan outfit serba hitamnya. Ia kemudian berjalan menuju garasi untuk mengeluarkan motor, menyalakan mesin, dan bersiap untuk melaju.

Namun, baru saja ia hendak melajukan motornya, tiba-tiba sepasang tangan melingkar di perutnya, membuatnya sedikit terkejut. Refleks, Harsya menolehkan kepalanya ke belakang untuk melihat siapa pemilik tangan itu.

"Ngapain lo meluk-meluk gue?" tanya Harsya dengan nada datar, meminta penjelasan sambil melirik sekilas ke arah sosok di belakangnya.

Sang empu melepaskan lingkaran tangannya dan berdiri tegap. Kini, Harsya masih berada di atas motor, sementara Nara berdiri di sampingnya.

"Aku mau ikut, Abang," jawab Nara riang.

"Cih, pasti ujung-ujungnya lo mau ngabisin uang gue," decak Harsya sinis. Dia sudah hafal betul tabiat bocah satu ini.

Nara terkekeh. "Nggak sampai habis kok, mungkin cuma ngosongin dompet Abang doang," ucapnya lalu tertawa keras.

Harsya mendengus pelan, lalu tersenyum tipis saat melihat adiknya tertawa. Dalam hati, ia bersyukur karena adiknya tak lagi bersedih seperti kemarin.

"Sama aja, ogeb," jawab Harsya sambil menoyor kepala Nara pelan.

Tawa Nara langsung terhenti dan digantikan dengan ekspresi garangnya.

"Nanti kalau aku jadi bodoh gimana?!" kesal Nara.

"Lo kan emang udah bodoh," balas Harsya santai.

"Aku itu nggak bodoh, tau, cuma kurang pintar aja."

"Sama aja, dodol," tekan Harsya memutar matanya malas.

Nara tidak peduli dengan ucapan terakhir abangnya. Tanpa menunggu jawaban dari Harsya, Ia langsung naik ke jok belakang motor. Sementara itu, Harsya yang belum siap hampir terjatuh, untung kakinya sigap menahan beban motor yang bertambah.

"Sekarang, ayo kita, go!" seru Nara sambil mengepalkan tangannya ke depan dengan wajah tanpa dosa.

Harsya yang frustrasi dengan tingkah ajaib sang adik hanya mampu menghela napas kasar dan mengelus dadanya dengan sabar.

"Oke, oke. Pegangan dulu! Ntar kalau lo jatuh, gue juga yang bakal ngeluarin cuan."

"Dasar, Abang perhitungan," nyinyir Nara, tapi tak ayal ia langsung melingkarkan tangannya ke perut Abangnya.

Setelah Harsya memastikan Nara duduk dengan nyaman, dia mulai mengendarai motornya dengan kecepatan sedang.



Sepanjang perjalanan, Nara terus tersenyum menikmati angin yang menerpa wajahnya, sementara Harsya sesekali tersenyum kecil melihat tingkah adiknya lewat spion motor.

Tidak lama kemudian, motor mereka berhenti di lampu merah. Nara yang asyik dengan dunianya sendiri dikejutkan oleh Harsya yang tiba-tiba turun dari motor dan duduk bersila di tengah jalan raya.

"Abang, ngapain sih duduk di bawah?"

Masalahnya sekarang, mereka menjadi pusat perhatian para pengendara lain gara-gara tingkah Harsya.

"Capek, Ra, nunggu lampu berubah warna itu, kayak nunggu kepastian dari dia," jawab Harsya dengan dagu yang menumpu pada tangan kiri, sementara tangan kanannya diletakkan di aspal untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.

Detik dan Detaknya (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang