I

635 40 4
                                    

Seorang pria manis tengah mengendarai Chevrolet Bel Air 1957 berwarna Highland Green, mobil tua memang, seleranya cukup emm.. kuno?

Poni panjangnya melambai-lambai diterpa angin senja yang terkadang mengganggu fokus menyetir, ia menyesal tidak mendengarkan saran ibunya untuk memangkas sedikit rambut di bagian depan.

Senandung halus terlantun mengiringi musik yang tengah diputar. menganggut-anggut mengikuti ritme membuat siapa pun yang melihat akan mengetahui antusiasmenya.

Ramai kota di sore hari tak menghilangkan sedikit pun keindahan matahari dikala senja. semburan oranye berperan besar atas keindahan ini.

Roda kemudi di putar ke arah kiri secara perlahan menuju sebuah minimarket 24 jam. tempatnya cukup ramai, dipenuhi oleh siswi-siswi SMA tengah berkumpul sembari menikmati hidangan cepat saji yang dibeli di minimarket.

Setelah memarkirkan mobilnya, pria tersebut memasuki minimarket. menuju lemari pendingin. mata indahnya menelusuri jajaran minuman yang tersedia. membaca merek dengan teliti.

Nihil

Bukan mendapatkan minuman yang dicari, melainkan sakit punggung akibat membaca merek minuman yang didapat. ia frustrasi dan hendak kembali ke mobilnya.

"Ada yang bisa dibantu?"

Tubuhnya meremang, pendengarannya menangkap suara berat dari sisi kiri, dirinya mendapati sosok pria jangkung menggunakan setelan kasual dengan kedua tangan di saku celana yang kini tengah menatapnya.

"Emm... lagi nyari—"

Drrtt... Drrtt...

Belum genap menyelesaikan kalimatnya, ponsel pada saku celana jeansnya berbunyi. Dengan terburu-buru mengangkat panggilan tersebut tanpa menghiraukan pria jangkung yang kini masih saja menatapnya.

"Halo,"

"Asahi, kok belum sampai? udah mau malem loh,"

"Maaf kak, Asa lagi di minimarket, sebentar lagi sampai kok,"

"Oalah, kirain kemana dulu, hati-hati di jalan sa,"

"Iya kak."

Asahi menutup sambungan telepon, kembali dikejutkan karena pria jangkung tadi masih berada di posisi yang sama sebelum ia mengangkat panggilan telepon.

"Maaf," Asahi merasa perlu meminta maaf karena mengabaikannya.

"Gak masalah, jadi... tadi lagi cari apa?" pria tersebut kembali bertanya.

"Lagi nyari bajigur."

Pria jangkung tersebut diam sejenak, terlihat mati-matian menahan tawanya agar tidak meledak dan menjadi pusat perhatian.

Asahi memiringkan sedikit kepalanya, menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh pria di hadapannya.

"Nyari bajigur? di minimarket?" tanya pria jangkung tersebut memastikan pendengarannya tak salah menangkap apa yang dikatakan pria manis di hadapannya.

"Ya! bajigur" jawab Asahi dengan antusias, berharap pria jangkung tersebut mengetahui di mana letak bajigur pada display minuman.

"Sayangnya, bajigur gak ada di minimarket."

Asahi menghela nafas, sedari awal dia memang mempunyai firasat tidak akan menemukan bajigur di tempat ini. sayang sekali, Asahi sangat menyukai bajigur.

"Kirain ada di minimarket, maaf ngerepotin, permisi."

Asahi membungkuk pada pria jangkung yang berniat menolongnya, lalu pergi ke luar dari minimarket menuju mobil Highland Green kebanggaannya.

Pria jangkung tersebut terus memandang Asahi hingga mobil keluar dari lahan parkir minimarket dan hilang di tikungan jalan.

Drrtt... Drrtt...

Dering ponsel menyadarkan dari lamunannya, 'Jeongwoo' nama sekretaris pribadinya terpampang di layar ponsel.

"Haruto! Lama bener lu! rapat udah mau mulai lima menit lagi,"

"Sabar dikit napa, ini mampir bentar ke minimarket."

Haruto membuka lemari pendingin, mengambil kaleng bir dengan merek 'Asahi', menuju ke kasir dan membayarnya.


🐋


Gerbang mansion dengan ukiran burung Phoenix berwarna emas terbuka, mobil Chevrolet Bel Air 1957 berwarna Highland Green masuk ke pekarangan mansion tersebut.

Asahi keluar dari mobil, memberikan kunci mobilnya pada pelayan yang berdiri di dekat mobilnya lalu memasuki mansion tersebut.

"Kak Ochii!"

Asahi menemukan sang kakak sedang duduk di sofa sembari membaca buku di ruang tengah mansion.

Yoshi memalingkan wajahnya dari buku yang dibaca, lantas menyimpan buku tersebut, melepas kacamatanya dan menghampiri Asahi dengan merentangkan kedua tangan sembari tersenyum senang.

Sedikit berlari, Asahi menghampirinya sang kakak, memeluk leher Yoshi dengan amat erat, menyalurkan kerinduan yang amat tertumpuk setelah 5 tahun tidak berjumpa, terakhir kali mereka bertemu adalah ketika Yoshi memasuki perguruan tinggi dan tepat di mansion ini.

Dengan sigap Yoshi mengangkat Asahi, menggendongnya ala koala, mengelus lembut punggung Asahi.

"Asa kangen banget sama Kak Ochi,"

"Kak Ochi juga kangen banget sama Asa."

Suara Asahi sedikit teredam karena wajahnya yang ia tenggelamkan pada leher Yoshi, pelukan pada leher Yoshi semakin erat. Yoshi kembali mengelus punggung Asahi, ia membawa Asahi dan dirinya ke salah satu kamar yang berada di mansion.

Yoshi berpikir Asahi mungkin lelah menempuh perjalanan selama 4 jam lamanya. Jarak dari desa ke kota tidak bisa dibilang dekat, pasti sangat melelahkan.

Yoshi membaringkan tubuh Asahi di atas kasur king size dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Asahi. Asahi memeluk Yoshi erat.

Tak berselang lama dengkuran halus terdengar, pelukan pada pinggang Yoshi mengendur.

Yoshi melihat Asahi yang tertidur dengan lelap, mulutnya sedikit terbuka. Yoshi terkekeh melihat pemandangan di hadapannya.

Dengan perlahan ia memindahkan tangan Asahi dari pinggangnya, mencium kening Asahi, menyelimutinya dan meninggalkan Asahi di kamar tersebut.

Asahi baru saja lulus dari bangku SMA di desa dan akan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di kota, sedangkan Yoshi sudah lulus perguruan tinggi setahun yang lalu. Mansion yang Yoshi tinggali adalah milik keluarga mereka, sudah sejak tahun pertama kuliah Yoshi menempati mansion tersebut sendirian, kini Yoshi merasa senang sekali karena Adik kesayangannya akan tinggal bersama dengannya.

Di kota, Yoshi mengelola perusahaan milik keluarganya, perusahaan tersebut memproduksi minuman-minuman beralkohol seperti bir dan wine. Bahan baku yang digunakan pun berasal dari desa asal mereka. Perusahaan ini sangat terkenal dan bahkan produknya sudah terekspor ke berbagai negara di dunia.

Berbeda 180 derajat dengan Yoshi, Asahi tidak memiliki ketertarikan dengan dunia bisnis, dirinya mengambil jurusan seni rupa murni di perguruan tinggi, pihak keluarga tentu saja tidak protes dan selalu mendukung apa pun keputusan yang Asahi pilih.







TBC

HIGHLAND GREEN || ASAHI HAREMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang