HAPPY READING
Yang lain sudah pamit pulang dari dua jam yang lalu. Kini tersisa Barsha, Irin dan Alice. Setelah ketiganya berganti pakaian untuk tidur, mereka memutuskan untuk tidur di ruang tengah saja ketimbang di kamar Barsha. Lebih dekat dapur kalau lapar, kalo kata Alice. Sebenarnya Irin tidak setuju, sebab udara sedang dingin. Takut demam Barsha malah makin parah.
Tapi dengan segala bujuk rayu Barsha, akhirnya Irin mengalah saja. Dengan syarat memakai selimut tebal, AC tidak kurang dari 20°C dan juga tidak tidur diatas jam 9.
Oh tapi tak semudah itu. Ketiga gadis itu kini malah masih menonton TV saat jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Lebih tepatnya TV yang menonton mereka.
Barsha masih merasa lemas karena ia tidak terlalu nafsu untuk makan. Ia hanya makan beberapa suap, hanya agar bisa minum obat.
Suhu tubuhnya sudah tidak sepanas tadi.
"Acha kalo ada masalah apapun tolong cerita. Gue sama si Boncel ini ga bakal ngejudge lo" ucap Alice sambil memasukkan keripik kentang ke mulutnya. Irin hanya diam dikatain Boncel. Sebab dia sudah malas debat tentang panggilan dari Alice itu.
"Gue tuh kadang suka ngerasa bersalah tau, gak? Kalo kalian lagi ngadepin sesuatu yang sulit sendirian tanpa ngelibatin gue. Ngerasa ga dianggap tau" lanjutnya dramatis.
Plak
"Sakit bego" umpat Alice kala Irin menoyor kepalanya pelan.
"Lebay lo" ucapnya. Barsha hanya tersenyum tipis menyaksikan pertikaian kecil kedua sahabatnya itu.
"Tapi si Labu Siam ini bener, Cha. Ga semua hal bisa kita atasi sendiri. Makanya dalam hidup kita itu butuh teman atau setidaknya seseorang yang mau dengerin kita" jelasnya.
"Lo ga seharusnya ngadepin rasa sakit dan takut itu sendirian. Ada gue ada Alice, keluarga lo, sama yang lain." Tambahnya.
"Udah, kalo lo emang lagi pengen nangis, nangis aja. Kita nangis aja bareng-bareng. Menangisi hidup yang kadang kidding ini" imbuh Alice.
Mereka akhirnya tertawa, berpelukan dan kemudian nangis bersama. Menghabiskan malam hari mereka untuk saling menghibur. Alice dan Irin mencoba untuk mengalihkan pikiran Barsha, sebab mereka paham bahwa trauma itu tidak akan hilang begitu saja.
Sebut saja Girls night. Mereka melakukan banyak hal. Mulai dari menonton drama, main Truth or Dare, maskeran bareng, nge-julid-in sinetron dan tak terlewat karoke di tengah malam. Untung saja rumah ini lumayan luas. Jadi kemungkinan besar tidak mengganggu tetangga dengan kebisingan mereka. Barsha hanya membiarkan kedua sahabatnya itu melakukan apapun yang mereka mau. Asal ga pipis di karpet, katanya
Tadi ketiganya sempat memutuskan untuk memasak Lasagna karena tiba-tiba lapar di jam 1 malam. Mereka sangat exited sebab sudah kepalang membayangkan pasta yang ditumpuk dengan bolognese itu serta lelehan keju diatasnya.
Tapi karena keasikan mengobrol, sepertinya mereka batal untuk menikmati hidangan itu. Alice tidak hentinya mengomel, padahal yang lagi kepengen banget itu adalah Barsha.
Berakhir lah mereka makan mie instan. Sementara Barsha nugget goreng dengan saus bolognese. Untung saja masih ada sisanya tadi. Barsha Terima saja daripada kena omelan kedua temannya itu, sebab ia tak dibolehkan makan mie instan.
Selesai makan dan membereskan dapur, mereka bebersih dan bersiap tidur. Bahaya saja jika besok pagi Bi Lin tau dapurnya lebih parah dari kapal pecah. Tapi untungnya wanita itu libur besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulip Untuk Barsha [HIATUS]
Teen FictionSesekali kau harus benar" Menikmati kopimu. Menghirup aromanya, menyesapnya perlahan, dan merasakan cairannya mengenai lidahmu. Hingga kau akan mengerti mengapa ia diciptakan dg rasa pahit. Tulip itu mulai layu. Aku yang salah sebab tidak melirikn...