Part ini mungkin sedikit panjang. Rencananya mau dibikin jadi 2 chapter. Tapi biar rampung semua jadi disatuin aja.
HAPPY READING
--------"Astaga, kalo ketahuan alamak bisa gawat ini!" Ucap Gani.
Mereka semakin panik kala pria itu semakin dekat.
Tok tok tok
Pintu ruangan itu diketuk mengalihkan atensi Wicaksono pada seseorang yang baru saja masuk.
"Pagi, Pak. Bapak memanggil saya?" Tanyanya.
"Iya. Tolong kamu siapkan beberapa minuman dan hidangan ringan. Saya akan kedatangan tamu penting hari ini. Jam 11 semuanya sudah siap di ruangan saya" titah pria itu.
"Baik, Pak. Apa ada lagi?" Tanyanya lagi.
"Oh iya. Mumpung kamu disini. Sekalian ini bunga tolong disiram. Kamu ini gimana sih? Kan sudah saya bilang untuk merawat bunga ini dengan baik. Tapi lihat, ada yang sudah mulai layu karena kekurangan air." Ujarnya sedikit kesal.
"Ah iya. Baik, Pak. Maaf untuk itu. Akan saya bereskan semua. Kalau begitu saya pamit dulu." Pria itu kemudian undur diri dan keluar dari ruangan.
"Dasar, orang susah! Merawat bunga sekecil ini saja masih tidak becus." Umpatnya kesal lalu berjalan ke kursi kerjanya.
Ruangan OSIS yang tadinya sangat hening karena ketegangan, mulai terdengar hembusan nafas lega dari kesembilan manusia di dalamnya.
"Hampir aja, Cok! Kalo sempat tadi ketauan, abis kita." Ucap Gani.
Yah, mereka selamat kali ini. Tadi Wicaksono melihat satu daun bunga itu yang mulai kering, pria itu sedikit kesal. Pasalnya, itu adalah bunga yang dibawakan oleh istrinya. Untuk keberuntungan katanya.
Jika saja bunga itu rusak, bisa diomelin istri habis-habisan dia. Huh? Berani korupsi tapi takut istri.
Pintu ruangan OSIS dibuka dari luar. Tampak Barsha disana dengan nafas yang terengah-engah. Mereka mengalihkan pandangan pada Barsha yang tengah menyeka keringatnya.
"Cha, you okay?" Tanya Farran. Barsha menganggukkan kepalanya lalu berjalan gontai ke sofa dekat jendela.
Farran menyodorkan sebotol air mineral dan langsung diminum Barsha hingga tandas.
"Cha, lo habis lari? Kenapa mesti lari anjir?" Tanya Alice.
Barsha yang ditanya juga bingung. Kenapa juga dia mesti berlari seperti tadi. Dia kan sudah bebas dengan baik dari pria tua itu. Tidak ada juga yang melihatnya atau ingin menangkap basah dia, bukan?
"Eh kunti bogel! Ya namanya orang panik bego. Pertanyaan lo ada-ada aja. Kalo dia tadi dipergokin orang gimana? Ya mending cepet-cepet kabur lah sebelum ada yang liat" ucap Irin kesal.
Yang lain hanya tertawa melihat debat kecil dua orang itu.
"Eh udah mau bel, nih. Mending langsung ke kelas deh." Ajak Daniel melihat jam yang melingkar di tangan kanannya.
"Oiya. Yaudah cabut yuk." Ucap Gazi.
Mereka keluar ruang OSIS dan pergi ke kelas masing-masing, dengan Farren membawa laptop di tangannya. Ia akan memantau gerak-gerik pria itu di dalam kelas.
***
Beberapa hari berlalu. Rencana mereka berjalan dengan baik meski beberapa kali ada kendala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulip Untuk Barsha [HIATUS]
Ficção AdolescenteSesekali kau harus benar" Menikmati kopimu. Menghirup aromanya, menyesapnya perlahan, dan merasakan cairannya mengenai lidahmu. Hingga kau akan mengerti mengapa ia diciptakan dg rasa pahit. Tulip itu mulai layu. Aku yang salah sebab tidak melirikn...