7- Kiw Kiw Ganteng

96 7 6
                                    

Bel berbunyi nyaring tepat di jam 10, pertanda istirahat pertama dimulai. Murid-murid berbondong-bondong memenuhi kantin, bukan tanpa alasan, karena meja kantin sering kali penuh.

Mata Nasya menelisik mencari meja yang masih kosong, tetapi meja hampir semua terpenuhi. Nasya melangkah menelusuri sambil melihat kanan kiri, dan matanya tertuju melihat seseorang dengan penampilan laki-laki sedang merebahkan kepalanya di atas meja.

"El," panggil Nasya pelan. Kepala Elisya menoleh ke samping tempat Nasya berdiri.

Wajah Elisya berubah ceria, seolah kedatangan Nasya adalah yang ditunggu-tunggu. "Sini-sini Nas, lo lama amat buset capek gue nungguinnya."

Nasya tersenyum tipis lalu menjawab, "Lagian kau dihukum pak Bondan malah melipir ke kantin, yaudah bentar ya aku mau beli siomay dulu, kau mau nitip apa 'kah?"

"Seperti biasa, Nas. Bakso komplit, oke?"

"Sama es teh?"

Elisya mengangguk semangat. "Nah, betul sekali kawanku!" balas Elisya dengan menirukan logat Manado.

Setelah mendengar jawaban Elisya, Nasya langsung menuju stan jualan bakso terlebih dahulu karena para murid SMA Bangsa ini suka sekali makan bakso jadinya stan Bakso selalu ramai.

Untung saja tadi pagi Nasya sudah pesan terlebih dahulu kepada mang Asep, alhasil kini dia tinggal ambil pesanannya. Sebenarnya tidak boleh, tapi berhubung Nasya mohon-mohon sambil mengeluarkan pesonanya sebagai gadis cantik jadinya mang Asep luluh juga. Salah satu privilege sebagai gadis cantik, yang tidak semua orang miliki.

Sekitar 8 menit akhirnya bakso pesanan Elisya datang, melihat bakso dengan kuah bening dan aroma menggiurkan membuat energi Elisya terpenuhi. Elisya menegakan tubuhnya, lalu menuangkan beberapa sendok sambal ke baksonya.

Nasya duduk di depan Elisya dengan satu porsi siomay. Melihat Elisya makan dengan begitu lahab membuat nafsu makan Nasya naik, namun jika dirinya mengikuti apa yang di pesan Elisya maka perutnya yang akan meronta-ronta. Makan 1 porsi Siomay saja sudah membuat perut Nasya penuh, apalagi makan bakso yang memiliki porsi lebih besar. Dirinya memang memiliki kapasitas lambung lebih kecil dari pada Elisya.

"Minggir!"

Elisya mendongak ke atas melihat bajingan mana yang berani mengganggu acara makanya. Dalam hati Elisya berdecak, pantesan ada orang yang nekat menganggunya ternyata orang bodoh ini.

"Cari tempat lain sana!"

Putra tidak memperdulikan Elisya yang baru saja mengusirnya, dia langsung duduk menggeser kembarannya. Laki-laki itu duduk tenang dengan menyeruput bakso yang ia tadi pesan, seolah tidak terjadi apa-apa.

Mata Elisya menatap nyalang Putra, lihatlah tingkah tidak beradab itu. Ingin sekali Elisya menendang pantat Putra, tetapi ia urungkan niatnya karena sekarang lebih baik ia mengisi perutnya terlebih dahulu.

"Mang Ucup pelit banget njir ngasih tahunya, masa cuman tiga gini," celetuk Nathan dengan mengaduk-aduk batagor yang tadi ia pesan.

Dion berdecak pelan. "Ya emang segitu Nyet! Kalau mau banyak mending bawa aja sendiri di rumah."

"Bisa gitu ya, bolehlah gue bawa besok."

"Belegug sia, mah!"

Keramaian di meja mereka hanya diisi oleh berdebatan tidak penting antara Nathan dan Dion, Putra juga sedari tadi diam dan hanya fokus menyantap makanannya. Tetapi kenapa Elisya merasa tatapan Putra seperti kosong, ada apa dengan kembarannya itu? Seperti orang benar saja memiliki banyak pikiran.

Tatapan Elisya tertuju ke Rifqi yang duduk di samping Nathan, laki-laki itu juga fokus menyantap makanannya. Senyum Elisya mengembang, ia terpikirkan suatu ide yang cemerlang untuk membangun suasana.

Si Tomboi Masuk Pesantren (Ver.2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang