6. Perdebatan cewok (cewek cowok)

83 6 5
                                    

Sudah terhitung 4 hari Elisya sekolah di SMA Bangsa, semua berjalan normal, ya.. walaupun hari-harinya diisi oleh pertengkaran kecil dengan Putra.

Sekarang Elisya menatap bosan Pak Bondan yang sedang menulis materi di papan tulis. Kapan bel istirahat berbunyi, selain ngantuk, Elisya juga lapar. Apalagi Pak Bondan kalau mengajar membaca semua materi yang ada di buku, dan itu sangat membosankan.

Tidak hanya Elisya yang merasa ngantuk, hampir murid di kelas juga mengantuk, bahkan Putra sama Nathan sudah tertidur pulas di belakang. Tapi anehnya teman sebangku Elisya yaitu Rifqi masih kelihatan masih fresh tidak ada tanda-tanda wajah lesu.

Ya, Elisya duduk sebangku dengan Rifqi mulai dari kemarin. Dari yang awalnya dia duduk sebangku dengan perempuan bernama Tia, tiba-tiba Tia meminta ganti tempat duduk. Jadinya sekarang dia duduk dengan Rifqi, dan Nasya duduk dengan Dion.

Lihatlah sekarang, wajah Dion terlihat sumringah duduk dengan Nasya. Elisya yakin bertukar tempat duduk ada campur tangan dari Dion, dasar laki-laki licik. Awas saja kalau Dion hanya mempermainkan perasaan Nasya, Elisya tidak akan membiarkan Dion begitu saja.

Elisya membaringkan kepalanya di atas meja, matanya melihat wajah serius Rifqi mendengarkan penjelasan dari Pak Bondan dengan seksama. Kalau boleh jujur, laki-laki disampingnya ini cukup tampan. Wajah Rifqi yang memiliki garis wajah seperti orang timur tengah menjadi nilai plus, tatapan mata tajam, mata bewarna coklat terang yang cantik, alis yang tebal, hidung yang mancung seperti perosotan TK, bibir yang tipis khas orang Turki, dan terakhir garis rahang yang jelas.

Selain wajah, poster tubuh Rifqi juga cukup proposional dengan tinggi sekitar 175an, dan rambut yang tebal. Tidak hanya fisik yang sempurna, otak laki-laki itu juga sempurna. Dia pintar, dan juga rajin, kalau tidak Rifqi tidak mungkin mendengarkan pelajaran dengan wajah serius begitu.

"Rif, lo sadar enggak sih kalau lo itu ganteng?" ujar Elisya pelan dengan kepala masih berbaring di atas meja.

Laki-laki itu menoleh ke bawah, matanya bertemu dengan mata Elisya yang sedari tadi memandanginya. Dengan gerakan canggung Rifqi kembali memperhatikan depan, tanpa membalas pertanyaan konyol dari gadis itu.

Elisya tersenyum tipis melihat gelagat Rifqi seperti orang yang menahan salah tingkah. Elisya membangunkan kepalanya, lalu sebagai gantinya dia menopang pipinya dengan kepala menghadap ke Rifqi.

Tangan Elisya mengambil ponselnya yang berada di atas meja, lalu membuka fitur kamera. "Beneran, gue enggak bohong. Lihat, lo ganteng banget gila, bahkan mantan gue enggak ada apa-apanya dibanding lo." Elisya menyodorkan ponselnya tepat di wajah Rifqi, sehingga membuat laki-laki itu tersentak kaget melihat wajahnya terpampang dilayar ponsel.

"El!" desis Rifqi pelan. Tingkah absurd Elisya tidak jauh berbeda dengan Putra, ia jadi lelah sendiri menghadapi tingkah aneh dari dia bersaudara itu.

Bukannya berhenti, Elisya justru makin gencar menggoda Rifqi. "Lo selama ini enggak sadar 'kan kalau lo itu ganteng?"

Tangan Rifqi menarik paksa ponsel yang berada di depannya lalu meletakkannya dengan kasar di atas meja. Mata laki-laki itu menyorot tajam, tetapi yang ditatap malah tersenyum tanpa dosa.

"Kenapa? Lo enggak kuat ya melihat kegantengan diri sendiri?"

"Hentikan bacotan lo." Rifqi memalingkan wajahnya, ia kembali menatap depan.

Elisya tersenyum lebar, ia mencolek dagu Rifqi dengan gerakan centil. "Eiy, lo salting ya? Lihat nih, pipi lo panas," godanya dengan menempelkan tangannya di pipi kanan Rifqi.

Ketika tangan Elisya menyentuh pipi Rifqi, ia tidak menyangka bahwa pipi laki-laki itu sungguhan panas, padahal dia hanya asal bicara. Ternyata laki-laki dingin seperti Rifqi bisa salah tingkah sampai pipinya memanas.

Rifqi menepis tangan Elisya yang berada di pipinya, ia tidak menduga bahwa Elisya cukup agresif. Kalau dibiarkan terus seperti ini bakal bahaya, Rifqi harus kembali menukar tempat duduk.

"Tangan lo enggak sopan!" Rifqi menatap tajam Elisya mencoba memberikan peringatan agar gadis itu tidak kembali lancang menyentuhnya.

Elisya mencibir pelan, reaksi Rifqi cukup berlebihan. Dasar lebay. "Gini doang lo bilang enggak sopan, masa jodoh di masa depan lo ini enggak boleh nyentuh pipi calon suami masa depannya sendiri?" ujarnya pelan dengan tersenyum genit. Dia sebenarnya asal mengucapkan saja, karena ekspresi Rifqi sangat menyenangkan untuk dinikmati.

Mendengar penuturan gila dari gadis disampingnya membuat Rifqi tidak bisa berkata apa-apa. Apa gadis itu sudah putus urat malunya? Kalau disuruh harus menghadapi tingkah aneh Putra atau tingkah aneh Elisya, maka dengan cepat Rifqi akan menjawab tingkah aneh Putra, karena itu jauh lebih baik.

Elisya kembali mencolek, tapi kali ini ia mencolek lengan Rifqi yang terbuka, seketika membuat bulu kuduk Rifqi merinding. "Kenapa diem? Lo sekarang pasti deg-degan 'kan?"

Mata Rifqi melotot. "Enggak usah ngomong aneh-aneh. Merinding gue dengernya!"

Dua jari Elisya berjalan di atas permukaan meja sampai berjalan di atas permukaan tangan Rifqi. Setelah sadar, Rifqi dengan cepat menarik tangannya sedangkan matanya menatap tajam Elisya.

"El! Stop berulah, urat malu lo sebagai perempuan sudah putus, hah? Dari tadi gue sabar-sabarin makin gatel aja, dari pada lo caper ke gue lebih baik lo simak baik-baik penjelasan dari pak Bondan biar pinter, biar enggak jadi perempuan bodoh yang hanya bisa gatel ke cowok!"

Sial! Pedes banget omongannya, Elisya jadi kesal sendiri. Padahal dia hanya bercanda untuk menghilangkan rasa bosan, tapi reaksi Rifqi berlebihan sampai ngatai dirinya cewek gatel yang suka caper.

Elisya mendengus kesal, tapi ia tidak berniat menghentikan sampai di sini. Elisya duduk mepet ke Rifqi, ia terus mendesak Rifqi untuk menggeser, tapi jangankan tergeser bergerak saja tidak yang ada justru dirinya yang hampir terjungkal.

"Lo kenapa deket-deket? Gatel banget jadi cewek!"

Mulut Rifqi memang harus dijahit, dasar laki-laki berbibir tipis kalau bicara tidak difilter. Dengan kesal Elisya mendorong kuat kursi Rifqi, dan... Bruk!

Akhirnya laki-laki bermulut pedas itu jatuh juga. Elisya tersenyum puas melihat Rifqi yang tersungkur jatuh di lantai bersama kursinya. "Rasain deh lo!"

"Dasar kalian ini, dari tadi saya perhatikan asik sendiri. Berdiri keluar kelas sampai jam saya selesai!" Pak Bondan berseru marah, padahal anak IPA tapi mereka tidak ada bedanya dengan anak IPS.

Elisya berdiri dengan perasaan cukup bahagia, dia berjalan ringan menuju keluar kelas. Mata Rifqi masih menyorot tajam punggung gadis itu, sial banget dirinya harus sekelas sama perempuan aneh itu.

Kesan pertama Rifqi bertemu Elisya adalah anaknya cuek, dan cool karena melihat penampilan gadis itu yang tomboi menyerupai laki-laki, eh ternyata... Itu semua bohong.

Rifqi melangkah berat keluar kelas, ini pertama kalinya ia dikeluarkan dari kelas secara tidak terhormat. Melihat senyum merekah dari bibir ranum gadis itu membuat darah Rifqi kembali mendidih.

"Mau kemana lo?"

Langkah Elisya berhenti, dia membalikkan badannya malas. "Kantin, mau ikut?"

"Pak Bondan nyuruh berdiri depan kelas, bukan ke kantin."

Elisya berdecak kesal, dasar laki-laki kolot. Dia tidak menggubris perkataan Rifqi, ia kembali melanjutkan langkahnya. "Yaudah lo berdiri aja, biar gue ke kantin sendiri."

Si Tomboi Masuk Pesantren (Ver.2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang