"Sorry aja, gue enggak suka lihat orang yang sok keras pada orang lemah. Cupu tau enggak,"
Maura tersenyum culas, ia duduk di atas meja memandang tenang Elisya. "Gue juga enggak suka lihat orang yang bertindak sok sebagai pahlawan, norak tau enggak."
"Uh.. takut.."
Senyum Maura masih bertahan, dan senyum itu sangat menyebalkan bagi Elisya. Maura sendiri menganggap tingkah anak baru itu sangat konyol, bertindak bak pahlawan sungguh memuakkan.
"Kalau gue boleh kasih saran, mending lo enggak usah banyak tingkah. Tapi berhubung lo masih anak baru, bisa gue maklumi."
Maksudnya gue anak baru, mangkanya enggak tahu apa-apa gitu? Sumpah nyebelin banget.
Elisya berusaha menekan emosinya agar tidak meledak-ledak dan mengabsen semua jenis hewan di kebun binatang. Tapi.. tunggu, kok Maura bisa mengenalinya? Biasanya orang lain sering kali menganggapnya sebagai Putra, walaupun jika diperhatikan dengan seksama wajahnya dengan Putra cukup beda. Hebat juga perempuan itu.
Kepala Elisya mengangguk ringan. "Oke. Asal lo juga jangan bertingkah kek bajingan. Terserah lo mau anggap gue sok pahlawan atau gimana, pada dasarnya pahlawan ada karena penjahat juga ada."
Maura tertawa keras. Lucu sekali ucapan anak baru yang memiliki wajah seperti Reno itu. Menurut Maura anak baru sama Reno itu beda, kenapa banyak sekali anak yang berkata kalau mereka itu mirip? Maura jadi merasa kesal, lihatlah baik-baik jelas sekali kalau mereka itu beda. Reno tidak se-songong anak baru ini, kesayangannya itu jauh lebih keren.
"Anjay, bahasa lu bikin geli," celetuk Tina gadis yang sedari tadi berdiri di samping Maura.
Perempuan berambut pendek yang berdiri si samping Tina ikut mengangguk sambil tertawa mengejek. "Iya lagi. Untung lo ganteng, jadi aman walaupun alay."
Tidak hanya 3 perempuan itu yang tertawa, tapi sebagian anak yang berada di kantin ikut tertawa. Elisya jadi malu, padahal dirinya tadi sudah merasa keren.
Maura mengangkat tangannya lalu menjentikkan jari, seketika semua orang diam. Elisya jadi takjub dengan kuasa yang dimiliki perempuan itu.
"Wih, langsung pada diem. Keren lo, jadi semua orang di sini berada di kendali lo, ya?" tanya Elisya yang masih merasa takjub, waktu ia berada di Medan kondisi sekolahnya jauh berbeda dengan di sini.
Maura hanya mengangkat bahu acuh tak tak acuh, ia masih tersenyum culas. "Menurut lo?"
"Kok mau aja sih lo pada di bawah kaki cewek yang enggak punya adab kek dia?"
Kaki jenjang Maura mendekat ke arah orang yang memiliki penampilan menyerupai Reno, ia mendekatkan wajahnya di samping wajah Elisya. "Sebagai kembarannya Reno harusnya lo juga bertindak kayak Reno, diam aja enggak banyak tingkah. TMI, gue cinta banget sama kembaran lo itu, tapi sayang dia enggak suka gue," bisiknya pelan dengan disertai seringai di wajah cantiknya.
Elisya mengerutkan keningnya. "Dia mah pengecut, orang kek dia lo sukai. Selera lo jelek!" Tatapan mata Elisya terlihat menghina melihat wajah Maura dari samping. "Udah mah seleranya jelek, bertepuk sebelah tangan pula. Kasihan, mana enggak punya akhlak lagi."
Putra masih tidak bergeming, matanya memantau dari tempat duduknya melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebenarnya ia ingin sekali menarik kembarannya keluar dari sana, tapi ia takut malah memperkeruh suasana.
Tangan Maura terkepal, ia merasa terhina dengan ucapan lemes Elisya. Tanpa tak bisa ditahan lagi, ia menarik keras rambut pendek anak baru itu. Rencananya untuk menggertak pakai lisan gagal total, jangan salahkannya, salahkan saja anak baru itu yang memancing emosi.
"AKH! SAKIT MONYET!" pekik Elisya keras, rasanya rambutnya sudah mulai lepas dari kulit kepalanya. Sial! Kuat banget cewek ini.
Bukannya berhenti, Maura makin keras menjambaknya. Elisya tidak tinggal diam, dia tendang Muara sampai terjatuh.
"Dasar cabe-cabean, kagak punya otak. Kalau rambut gue rontok, lo mau tanggung jawab 'hah?!"
Maura berdiri, raut wajahnya masih terlihat tenang tapi Elisya yakin perempuan itu tengah menahan kekesalan.
"Kalau lo enggak mulai, gue enggak bakalan Jambak. Salah lo sendiri mulutnya lemes,"
Lihatlah, manusia tidak tahu malu ini! Elisya tertawa sumbang, ia mengambil kaca saku dari meja sebelah lalu menyodorkan di depan wajah Maura. "Lihat Nyet! Lo juga sama, enggak tahu diri banget."
"Cowok kok mulutnya lemes sih, enggak kayak Reno yang cool," cibir Tina yang mendapatkan dukungan dari banyak orang.
Untung saja dirinya cewek tulen, jadi Elisya tidak merasa tersindir. Maura mengambil gelas berisi jus alpukat dari meja depan, lalu menyiramkannya ke Elisya.
Semuanya kaget, tapi wajah Maura masih saja tidak ada ekspresi selain wajah datar seolah merasa tidak bersalah.
"FUCK! KALAU LO ENGGAK SUKA, BAKU HANTAM AJA LAH KITA!"
"Boleh, just information gue taekwondo sabuk merah. Takutnya sekali gue tendang, lo langsung tepar," ujar Maura mengangkat sedikit ujung bibirnya yang memberi kesan meremehkan.
Mata Elisya sedikit membulat. Gila, Muara definisi cewek gila yang justru mendapatkan pelatihan seni beladiri yang kuat. Kalau begini, pantas saja mereka tunduk-tunduk saja pada si cabe ini, bahkan Putra dari tadi kagak bereaksi apa-apa. Aduh, kalau tahu dia taekwondo sabuk merah kagak bakal gue tantang duluan tadi, mana sok keren lagi gue-nya. Dasar bego. Nih sekali tendang keknya gue langsung dibawa ke IGD.
Tapi masa gue nyerah gitu aja, harga diri gue dipertaruhkan, cuy!
"Oy, jangan salah, gini-gini gue juga bisa tinju. Sekali gue tonjok bergeser deh tuh rahang cantik lo,"
Maura tertawa kecil, ia tersenyum. "Bagus deh, gue jadi dapat lawan imbang. Tapi.. petinju kan petarung jarak dekat, sedangkan taekwondo petarung jarak jauh. Pertanyaannya, kalau gue tendang, emangnya lo bisa dekati gue? Jangankan nonjok, bisa mendekat aja kagak."
Yang dikatakan oleh Maura memang benar, tangan tidak sepanjang kaki. Apalagi Elisya hanya tahu teknik dasar tinju, bukan ahli dalam seni beladiri itu. Kalau enggak nyerah dari sekarang, udah pasti dia kalah duluan dan dipermalukan seantero sekolah.
"Put, gawat Pu_"
Belum selesai Nathan bicara, Putra sudah terlebih dahulu berjalan. Tatapan Putra menatap tajam Maura, seolah memberi peringatan lewat tatapan mata. Dari dalam hati Putra terus mengutuk tindakan bodoh kembarannya itu. Sudah diberi tahu bahwa Maura adalah cewek gila, eh malah ditantang.
"Wow, Reno datang," ujar Gita, salah satu teman Maura yang selalu berdiri di samping Tina.
Mendengar nama Reno disebut, ia langsung mengarahkan pandangannya ke Reno, wajahnya langsung berubah ceria seolah tidak terjadi apa-apa. "Tumben, kamu datang pas aku bikin ulah, apa gara-gara kembaran mu ini ya? Tenang aja Ren, walaupun kembaran mu menyebalkan aku enggak akan serang dia kok kek waktu itu. Tapi, tolong diingatkan kembaran kamu ini agar enggak bikin ulah di depan mataku, ya?"
Wajah Elisya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Apa yang barusan ia dengar? Maura yang tadi ribut sama dia dan suaranya yang tajam dan menusuk, kini berubah jadi penuh kelembutan? Najis banget.
"Caper banget jadi cewek," cibirnya menatap jijik Maura, namun Maura tidak menggubrisnya. Maura menganggap di sana tidak ada Elisya, seolah di sana hanya ada dirinya dan Reno.
"Jangan sentuh orang-orang gue, kali ini gue enggak bakal ngelepasin lo kek dulu." Putra berbicara penuh penekanan, dengan menatap tajam manik brown Maura.
Bukannya merasa terintimidasi, Maura justru tertawa bahagia. "Enggak mau ngelepasin, itu berarti enggak mau kehilangan aku ya? Oh, aku enggak nyangka kamu ternyata suka pada ku,"
"Sinting nih orang, woi buntutnya Maura bawah nih bos lu ke RSJ biar enggak bikin resah masyarakat," celetuk Elisya menatap Tina dan Gita, tatapan Elisya tak berubah seperti menatap makhluk aneh yang ia temui.
"Lo itu yang sinting!" bantah Tina dan Gita tidak terima.
TBC
220524
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Tomboi Masuk Pesantren (Ver.2)
Genç Kurgu(Berhubung saya males yang namanya revisi, jadi saya buat STMP versi terbaiknya) (Ya.. kagak baik-baik amat sih, yang pasti lebih enak dibacanya dan ada 60% since tidak ada di STMP 1. Untuk alur sama aja kek yang pertama, tapi mungkin aja ada peruba...