1

93 16 6
                                    

4 April 2017 - Panti Asuhan Damai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

4 April 2017 - Panti Asuhan Damai

Bangun,
Kau tak pantas 'tuk tidur nyenyak.

Matahari terbit menjalankan perannya, Bulan kembali untuk beristirahat. Cahaya-cahaya pagi mulai menyusup ke sela jendela kamar Panti Asuhan.

Kamar No. 7; bagian paling pojok dan hanya ada seseorang yang menempati, lelaki dengan baju panjang biru dan celana panjang hitam mulai membuka pintu kamarnya setelah mendapatkan panggilan dari seorang lelaki remaja yang tidak lain adalah pemilik Panti Asuhan, Gempa.

"Nak Ice, kemari sebentar"

Anak berumur 9 Tahun itu menghampirinya, manik birunya terlihat merah, tampaknya menangis lagi semalaman.

"Nak, kamu.. orang tua kamu mau bawa kamu pulang bentar,"

Gempa menaris napas, mencoba tenang meskipun hati terasa begitu gelisah untuk menyampaikan informasi yang dia dapatkan.

"-katanya orang tua-mu ada acara keluarga, jadi dia ingin, membawamu pulang.. kamu-"

"Pulang? Kakak bercanda?.." Ice memotong, dia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Gempa

"Iya nak, orang tua-mu ada di depan, ayo biar kakak antarin" Ucapnya sembari menggenggam tangan kiri Ice lalu membawanya keluar perlahan.

Langkah demi langkah terasa berat, matanya ingin sekali tertutup untuk istirahat. Tapi jantungnya berdetak kencang setelah melihat wajah kedua orang tuanya, perasaannya bercampur aduk tak karuan.

"Ice, ayo."

Hanya dengan sekali perintah, Ice langsung menurut perkataan sang Ayah, ia tak berani melawan dan mengambil resiko karena fisiknya juga yang begitu lemah.

Menaiki mobil yang mewah di matanya, bahkan berangan-angan untuk selalu mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Perjalanan terasa cepat, sang Ibu menarik lengan anak Sulungnya dengan kasar lalu mendorongnya ke dalam gudang. Ice tak dapat berteriak, mulutnya bisu terbungkam akan rasa ketakutan.

'Kenapa aku tidak bisa bergerak?'
'Tolong aku, siapapun itu'

Lagi-lagi batinnya berteriak ingin meminta tolong, perasaan takutnya meningkat drastis.

Dari tangan ke tangan, kaki ke kaki, kayu dan rotan.

Semuanya terasa sakit, tapi perasaannya lebih sakit dibandingkan fisiknya

'Sakit.. sakit...'

Tiada ampun baginya, lebam dan luka mulai menyebar ke seluruh tubuh Ice. Sang Ayah melemparkan sebuah berkas, Ice tidak tahu apa yang dia pegang saat ini tapi dia terdiam membeku setelah melihat 'Pencabutan Hak Asuh Anak' sebagai judul besarnya, ia sadar kini ia bukan lagi anak mereka berdua.

HOME - BrotherhoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang