3

1.9K 215 23
                                    

"Kak?" Christy mendekat ke arah Chika. "Mereka saling kenal, ya?" Chika menggeleng tanda tak tau.

Zee dan Shani saling berpelukan satu sama lain. Melepaskan rasa rindu yang selama ini membelenggu. Tak menghiraukan tatapan aneh dari Chika dan juga Christy.

Zee, adik kandung dari Shani Indira. Dia sekarang telah berusia 19 tahun. Zee dan Shani memiliki jarak umur enam tahun. Zee memutuskan untuk kembali ke tanah air karena Zee tidak betah berada di negara orang. Lagi pula Zee tidak bisa menyandang status LDR dengan pacarnya.

Puas berpelukan, Shani dan Zee melonggarkan pelukannya. Shani mengajak Zee untuk duduk bersama di sofa, bersama Chika dan juga Christy.

"Kok kalian berdua bisa pacaran sih?" tanya Shani. "Gimana ceritanya?"

"Panjang ceritanya Ci," ujar Zee yang sepertinya enggan untuk bercerita.

Mereka berempat akhirnya bercerita hal lain. Shani menanyakan bagaimana keadaan orang tuanya kepada Zee. Karena Shani belum sempat mengirimkan kabar pada mereka.

Sudah cukup lama mereka berempat berada di ruang tengah. Terlihat Christy yang gelisah dalam duduknya. "Dek, kenapa?" Christy hanya menggeleng dan meraih tangan Zee. "Zee, ikut aku yuk,"

Kini di ruang tengah hanya tersisa Shani dan juga Chika. Mereka saling pandang dan menggeleng. Mereka tak mengerti dengan gelagat aneh dari Christy.

Chika menarik Shani mendekat. Mendudukkan Shani di atas pahanya. Chika memandangi wajah cantik kaptennya itu. Chika tersenyum, di balas senyuman oleh Shani.

"Aku pengen manja manja sama kamu deh," ucap Shani dengan mencari posisi ternyaman nya. "Yaudah, ke kamar yuk?" Shani mengangguk dan melingkarkan kedua kakinya di pinggang Chika.

Shani meletakkan wajahnya menghadap ke leher Chika. Sesekali Shani memainkan hidungnya di kulit leher Chika. Yang membuat Chika merinding merasakan sentuhannya. Shani juga menempelkan bibirnya di sana.

Ketika sampai di kamar, Shani merengek tidak mau diturunkan. Akhirnya Chika merebahkan dirinya dengan Shani di atas tubuhnya.

Chika meraih tengkuk Shani dan mengecup bibirnya dengan lembut. Menyalurkan kasih sayang yang Chika miliki. Shani pun membalasnya dengan baik. Cukup lama mereka berada di posisi seperti itu hingga akhirnya Chika memutusnya.

"Kenapa hm?" tanya Chika yang melihat raut wajah Shani yang cemberut. "Sakit Chikaaa," Mata Shani berkaca kaca dan menenggelamkan wajahnya di dada Chika. "Apanya yang sakit?"

"Perut aku,"

Ternyata Shani sedang mengalami menstruasi. Kini Chika mengerti mengapa mood Shani berubah dengan cepat. Chika mengulurkan tangannya dan mengelus perut Shani dengan lembut. Shani merasakan geli namun ia biarkan. "Udah aku elus, semoga cepet hilang, ya?" Shani mengangguk.

"Nanti malem anterin ke theater ya, aku ada urusan sedikit," Chika mengangguk dan mengelus kepala Shani dengan sayang. Memberikan kenyamanan padanya. "Iya, nanti aku bangunin kamu. Emangnya ke sana jam berapa?"

"Jam tujuh,"


°  °  °

Shani dan Chika sudah bersiap untuk pergi ke theater. Chika meraih kunci mobilnya dan segera menuju ruang tengah bersama Shani. Di ruang tengah, Chika melihat maminya yang tengah mengobrol dengan Christy dan juga Zee.

"Mi, dek, aku mau ke theater sama Ci Shani ya?" Mereka yang sedang mengobrol pun menoleh. "Eh, iya, iya. Hati hati ya kalian." Chika dan juga Shani menyalimi tangan Aya lalu langsung keluar.

Chika membukakan pintu sebelah kirinya. Meminta Shani untuk masuk. Namun Shani menggeleng. "Loh, terus mau duduk di mana?" tanya Chika yang keheranan.

"Pangkuan kamu," Chika kira Shani mode bocil hanya tadi sore saja, ternyata masih sampai sekarang. Chika masuk terlebih dahulu ke dalam mobil. Memundurkan kursinya dan memberikan space untuk Shani. Dengan cepat Shani mendudukkan dirinya pangkuan Chika.

Shani duduk menghadap ke arah Chika. Chika mulai menghidupkan mesin dan melajukan mobilnya. Perjalanan mereka memakan waktu hingga 50 menit lamanya. Dan selama itu tentu saja Shani akan merasa bosan.

"Chika?" Chika pun menoleh ke arah Shani yang berada di depannya. "Kenapa?"

"Kalau aku mainin ini, kamu masih bisa fokus kan?" tanya Shani sembari meremas kedua belah payudara Chika.

Chika terkejut. Ada apa dengan Shani nya ini? Selama berpacaran, Shani tak pernah meminta hal seperti itu. Atau mungkin Shani sudah memberikan kode, hanya saja Chika yang kurang peka?

Shani kembali meremasnya dengan lembut, menyadarkan Chika dari lamunannya. Chika mengangguk yang membuat Shani tersenyum bahagia.

Shani memasukkan kepalanya ke dalam baju Chika. Aroma tubuh Chika seketika menusuk hidung Shani. Itu adalah aroma kesukaan Shani. Lalu Shani menurunkan bra Chika dengan perlahan. Shani langsung mengemut puting Chika dengan lembut.

Chika pun merasakan geli serta hangat di putingnya. Chika sedikit kehilangan fokusnya karena perlakuan Shani membuatnya nikmat.

Shani secara bergantian mengemut payudara Chika. Tentunya dibarengi dengan remasan lembutnya.

"Ahh, Shan," Chika merasakan Shani yang mengigit kecil putingnya. Hal itu membuat bagian bawah Chika menjadi ikut basah.

Kejadian itu terus berlanjut, tapi Chika merasakan putingnya yang hanya disesap dengan tempo pelan. Berhenti di lampu merah, Chika menyingkap bajunya dan menemukan Shani yang tertidur.

Mulut dan tangannya masih bermain dengan pelan di payudara Chika. Jari jemarinya itu masih menekan nekan kecil di sekitar area putingnya. Chika kembali menurunkan bajunya ketika lampu berubah menjadi warna hijau.

Akhirnya mereka sampai di parkiran basement. Chika membangunkan Shani dan mengajaknya segera keluar. Karena jam tujuh sebentar lagi.

"Makasih ya, Chika." Shani mengecup sekilas bibir Chika lalu menggandeng tangannya. Mengajaknya untuk naik bersama.

"Chikaa?"

"Hmm?"

Mereka berdua sedang berada di dalam lift. Menuju ke lantai 7 theater. "Sebenarnya kalau aku datang bulan, aku sering horny."

Shani & Chika [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang