His Sadness and Sorrow

1.6K 112 6
                                    

Silencia mengetuk pintu ruang kerja ayahnya dengan anggun.

"Selamat malam, Ayah." Silencia membungkuk memberi salam. Dilihatnya Johan berdiri memandang taman dari jendela.

"Ah, kau sudah datang. Bagaimana persiapan keberangkatanmu?" tanya Johan sambil mendatangi Silencia dan mempersilakannya duduk.

"Tessa dan pelayan lain membantuku memasukkan barang ke peti. Aku tidak membawa banyak barang, hanya yang aku anggap penting saja." Silencia merasa ayahnya khawatir.

"Ayah harap kau tidak kekurangan apapun di sana Silencia. Kau bisa membawa apa saja yang kau inginkan, katakan itu dan ayah akan mengabulkannya." Johan takut putrinya tidak bahagia jika jauh darinya. Jadi dia merasa jika dengan membawa banyak barang bagus Silencia merasa senang, kenapa tidak. Bahkan Johan siap memberikan satu toko perhiasan kepada Silencia jika ia mau.

"Tidak, Ayah. Sungguh." Silencia merasa tidak enak. Jika ini Silencia yang asli, ia tidak akan segan meminta dua buah toko perhiasan. "Daripada itu, aku ingin berbicara soal penerus keluarga, Ayah."

Wajah Johan berubah serius. Keningnya berkerut, kedua alisnya hampir menyatu. "Hm? Apa yang kau coba katakan?"

Silencia merasa tekanan udara lebih berat dari sebelumnya. "Karena aku tidak bisa mewarisi nama keluarga untuk melanjutkan posisi Ayah sebagai Duke Amarilys, Ayah sebaiknya bersiap untuk mencari penerus dan memberinya pendidikan sebagai calon penerus."

"Kau pikir ayah tidak akan hidup lama hingga Ayah membutuhkan penerus?" Mendengar itu, Johan merasa sedikit marah pada pernyataan Silencia, tapi ia juga merasa kata-kata Silencia benar. Dengan perginya Silencia dari Duchy, posisi penerus akan kosong. Jika begitu, akan banyak penjilat dari keluarga yang bernaung di bawah keluarga Amarilys meminta agar anaknya menjadi penerus.

"Aku tidak bermaksud menyinggung Ayah, ini demi keseimbangan pemerintahan wilayah. Aku tidak pernah sedikitpun mengharapkan Ayah sakit atau pergi dariku." Silencia mendekati Johan. Meletakkan tangannya diatas tangan Johan.

Johan memeluk Silencia. Besok putrinya akan pergi ke belahan dunia yang lain, wilayah Utara kerajaan Hilden.

"Ayah akan mempertimbangkan nasehatmu, sayang. Dan tentu saja, Ayah akan selalu ada untukmu. Kau bisa mengirimkan pesan atau surat kapan saja jika kau merindukan Ayah." Johan melupakan kesedihannya sejenak. "Tapi apakah betul kau tak ingin membawa apa-apa? Ayah bisa memberikan beberapa cincin perak, permata, batu sihir, mungkin sebuah kalung emas atau berlian? Benda-benda seperti itu akan membuatmu merasa lebih baik. Namun, daripada itu semua, selalu bertindak bijaksana apapun yang terjadi," pesan Johan pada Silencia.

"Tidak, terima kasih, Ayah. Aku merasa tidak nyaman bila membawa banyak barang berharga bersamaku. Aku bisa membawa beberapa benda penting, seperti baju hangat, beberapa buku, dan resep ramuan yang Ash berikan padaku," Silencia tersenyum penuh kasih kepada ayahnya, "jangan khawatir, Ayah. Aku akan baik-baik saja dan segera kembali."

"Baiklah. Sebaiknya kau beristirahat, sudah cukup larut." Johan meminta Silencia untuk ke kamarnya.

"Baiklah, Ayah. Aku akan pergi ke kamar sekarang." Silencia tersenyum dan berdiri, kemudian membungkuk memberi hormat kepada ayahnya.

Silencia perlahan menutup pintu kamar ayahnya. Tepat ketika Silencia berbalik, Ash Alkaid muncul dan menyapanya dengan senyuman.

"Hai ... apakah kau ada waktu sebentar?" tanya Ash pada wajah bingung Silencia.

"Astaga, Ash. Kau mengagetkanku!" Silencia meletakkan tangan di dadanya.

"Maafkan aku. Sebelum kau pergi, bagaimana jika kita berlatih mengelola mana di dalam tubuhmu? Apa kau tertarik?" Wajah Ash terlihat santai. Aroma minuman keras tercium samar-samar.

The Duke's Adopted Daughter (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang