Deep Talks?

7 1 0
                                    

Dengan bibir yang menekuk kebawah, Kalea mendumal saat melihat Gissa mengirimkan beberapa fotonya yang sedang mencoba kafe hits baru bersama Edgar—pacarnya.

"Hobi banget bikin gue mupeng," gerutu Kalea.

"Ngomong sama siapa?" Tanya Yogi tiba-tiba, membuat Kalea terperanjat kaget.

"SEJAK KAPAN LO DISITU?" Sang kakak berdiri di ambang pintu entah sejak kapan. Posenya bersedekap dengan dahi berkerut penasaran sambil memperhatikan sang adik.

"Saking asiknya sama hape sampe gak sadar abangnya dari tadi disini?"

"Ya, lo kenapa gak ketuk pintu? Kalo gue lagi bugil gimana?"

Yogi terbahak. Kadang ia bertanya-tanya, dari mana sang adik mewarisi kalimat-kalimat tidak tersaring yang sering ia lontarkan.

Setelah mendengar percakapan Kalea dan Gissa beberapa waktu lalu, Yogi memutuskan untuk lebih menyisihkan banyak waktu menemani sang adik di rumah walaupun hanya sekedar mengobrol ringan. Ia tidak ingin Kalea terus-terusan meratapi kisah cinta ia yang kandas.

"Jangan keseringan di kamar, sini keluar." Perintah Yogi setelah tawanya mereda.

Kalea menurut dan menarik kakinya berjalan keluar kamar. "Akhirnya lo kesepian juga," celetuknya asal.

Yogi kembali menyemburkan tawa.

Kalea masih mengenakan pakaian kerjanya, ia belum sempat mandi karena merasa cukup lelah dan ingin segera merebahkan diri di kasur setibanya di rumah.

Yogi memimpin langkah kaki menuju karpet empuk di ruang tengah hunian mereka. Ruang tengah yang selalu menjadi pilihan ketika mereka berdua ingin deep talk atau quality time. Ada meja kecil untuk menaruh makanan dan minuman cepat saji yang biasa mereka pesan—atau hanya sekedar cemilan yang mereka sempatkan beli saat mampir ke Alfamart.

Di hadapan mereka tergantung LED TV berukuran 32 inchi yang seringnya memutar film horor karena itu adalah genre favorit Kalea. Sedangkan Yogi lebih tertarik dengan film bergenre kriminal. Tapi Yogi tidak pernah menolak jika Kalea minta temani menonton film horor kapanpun sang adik ingin.

"Wuidih," Kalea terpana melihat beberapa junk food yang tersusun di atas meja. "Dalam rangka apa nih?"

"Emang harus ada acara dulu baru gue boleh mesen makanan?" Tanya Yogi sensi.

"Ya enggak..." Kalea menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Tapi ini kebanyakan, Bang."

"Kayak makan lo dikit aja." Yogi mengacak asal rambut Kalea, membuat sang adik berteriak.

"Kebiasaan banget acak-acak rambut gue ish,"

Kalea duduk di sisi meja dan menyambar satu potong ayam tepung favoritnya.

"Doa dulu," ucap Yogi tepat saat ayam tepung yang di genggam Kalea berada di depan mulutnya.

Kalea langsung melempar asal ayam di genggamannya dan memasang pose berdoa sambil komat-kamit. "Udah."

Yogi kembali terkekeh. Mungkin orang-orang diluar sana tidak akan percaya jika Yogi menceritakan betapa kekanak-kanakannya kelakuan sang adik di rumah. Kalea pun mungkin akan marah jika sifatnya yang satu itu dibocorkan. Yogi akan menjadi satu-satunya—dan akan selalu menjadi satu-satunya—yang bisa menyaksikan perangai langka dari seorang Kalea Liv Adnan.

"How's your day, Ale?" Tanya sang kakak setelah mengambil duduk disebelah sang adik.

Kalea menelan kunyahannya. "My day was good, Abang."

"Glad to hear that."

"How about you?" Kalea tiba-tiba merebahkan diri dengan kepala yang bertumpu di paha sang kakak. "Lo belakangan sibuk banget, jarang ngajak gue ngobrol kayak gini."

How's Life?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang