Wake Up In Day [1]

162 24 2
                                    

Terpuruk di dalam rumah yang luas namun sendirian. Dipeluk oleh dinginnya udara tanpa tahu apa yang telah terjadi di alam sana. Acara pemakaman baru saja selesai, dan pengurusan ahli waris juga telah selesai. Mau tak mau, ia pindah secara paksa ke desa ini agar bisa mengelola semua kepunyaan ayah sambungnya.

"Ayah... Ayah..." rintihnya membayangkan bagaimana akhir hayat sang ayah. Menyesal ia menuruti permintaan ayahnya untuk bersekolah di kota. Seandainya saat itu Benjamin melawan, setidaknya ia bisa menikmati akhir hayat ayahnya bersama-sama.

"Bodoh, bodoh, bodoh!" umpatnya sambil membenturkan kepala di lemari kayu sebelahnya. Dan saat itu ia juga menyadari, seluruh penduduk desa menghadiri pemakaman tuan Michael sebagai orang terpandang disana. Kecuali seorang pemuda yang sangat Benjamin nanti-nantikan.

Jake Grimshaw, sahabat kecil yang seperti racun memabukkan bagi seorang Benjamin Carmichael.

Ia membuka ponselnya, hanya ada pesan dari nomor Ethan Miller. Sepertinya seniornya sangat mengkhawatirkannya.

"Aku turut berduka cita atas berpulangnya tuan Michael"

"Aku tau kau sendirian sekarang, Ben. Jangan ragu untuk menghubungi ku"

"Aku akan berkunjung ke tempat mu jika liburan tiba, atau mungkin kau bisa ke kota pada waktu senggang mu"

"Semoga kamu bisa menyembuhkan luka mu dan kembali bahagia seperti dulu"

Benjamin tak bereaksi apapun saat membaca pesan itu. Ia mematikan ponselnya, lagi pula signal memang buruk di lembah ini. Tak ada seorang pun yang perlu ia hubungi. Ah, sial, pandangannya berkunang-kunang dan buram juga karna tertutupi air mata.

Mungkin, malam ini ia akan menghabiskan malam dengan membiarkan dirinya tergeletak begitu saja. Siapapun yang melihatnya saat ini pasti berpikir dia baru saja mengakhiri hidupnya. Meski memang begitu niatnya.

.
.
.

Pagi harinya Benjamin menemukan dirinya sudah berada di kasur kamarnya dengan keadaan diselimuti. Terdengar juga langkah kaki di arah dapur. Ia pun mencari asal suara itu, dilihatnya kerabatnya sedang memasak di dapur.

“Are you awake? How was last night?" tanya nya tanpa melihat kearah Benjamin.

"Jay, kau—"

"Maaf semalam aku tidak menginap, tadi pagi firasat ku mengatakan kau pasti menangis hingga tertidur. Ternyata benar, ditambah kau yang tidur di lantai" ucapnya sambil menyajikan bubur nasi di meja makan.

Benjamin tidak berkutik. Jay, lebih tepatnya Jay Aron. Dia adalah cucu dari kakak laki-laki tuan Michael. Bisa dikatakan secara garis keturunan Jay adalah keponakan Benjamin. Tetapi karna mereka seumuran, cenderung Jay yang lebih tua. Mereka berperilaku seperti teman pada umumnya.

Yang lebih muda memutuskan untuk makan tanpa bersuara. Jay duduk tepat dihadapannya dengan tangan terlipat di dada. Memperhatikan Benjamin dengan mata elangnya. Layaknya nama belakangnya, Aron yang berarti elang.

"Aron, Jake—"

"Jangan cari dia, kau masih ingin bertemu dengan pembunuh ayah mu?" Seketika tubuh Benjamin membeku. Tangannya seakan mengalami lumpuh sementara sehingga tak bisa bergerak sama sekali. Apakah ini yang dinamakan badai fakta?

"Apa? Apa maksud—"

"Mereka bilang tuan Michael wafat karna serangan jantung—"

"BISAKAH KAU JANGAN MEMOTONG UCAPAN KU?!" Benjamin membentak hingga Jay tersentak. Tak ada yang salah sebenarnya dari ucapan Jay, Benjamin hanya belum bisa memproses apa yang terjadi.

Setelah keadaan hening, Jay melanjutkan ucapannya yang terpotong tanpa merespon ucapan Benjamin. "Mereka bilang tuan Michael wafat karna serangan jantung, tetapi aku yang menemukan beliau dan melihat semuanya."

Benjamin mendengar itu hanya bisa menatap Jay dengan tatapan kosong. Sudah tak ada selera makan baginya, sendok pun sudah ia letakan di samping mangkok. Tangannya tergeletak begitu saja di meja makan.

"Apa... Apa yang kau lihat?" tanya nya hingga mencondongkan tubuhnya. Jay menghela napas mengingat kejadian itu, tetapi ia tetap akan menceritakannya.

"Saat itu aku sedang ke hutan dengan panah di punggung ku. Yah, awalnya aku hanya berniat untuk menghabiskan waktu ku. Tetapi ketika sampai di tengah-tengah hutan, di tempat biasa leluhur dipuja, aku menemukan tuan Michael bersandar di pohon besar. Dengan wajah yang pucat dan tubuh yang kaku. Terdapat sedikit cakaran di bahunya. Luka yang terbuka, tetapi aku menemukan venom disana. Disisi lain aku mendengar erangan dari arah dekat, seperti seseorang yang kerasukan, seperti monster. Aku dapat melihat dari kejauhan, itu Jake, Jake Grimshaw. Tanpa pikir panjang aku mengambil panah ku lalu memanah tepat di punggungnya.  Dia terlihat berhenti mengerang, aku membawa tuan Michael kembali ke desa, dan tabib berasumsi bahwa beliau wafat karna serangan jantung meski aku sudah menjelaskannya."

Yang mendengar tak memberi reaksi apapun. Ia... Hanya tak percaya apa yang terjadi. Dan apa tadi? Venom? Bisa? Lalu mengapa Jake yang menjadi tersangka? Padahal venom biasa ditemukan di hewan. Apa maksudnya?

Seakan dapat membaca isi pikiran Benjamin, Jay menjawab. "Tak banyak yang tahu, tapi ayah Jake bukanlah ayah kandungnya. Sama seperti mu dan tuan Michael." Lawan bicaranya tak merespon karna mengetahui hal tersebut, "Ya kau mungkin sudah tau, tapi apakah kau tau ayah angkatnya adalah seorang penyihir yang penasaran akan Jake dan kutukan bawaanya?"

Tentu Benjamin tak tahu, yang selama ini ia tahu ayah Jake adalah seorang pemburu. Dan tadi, apa? Kutukan? Kenapa desa ini terus dikaitkan dengan hal-hal mistis? Bukankah sebelumnya berjalan seperti desa pada umumnya?

"Susah untukmu paham saat ini, tetapi aku hanya ingin mengatakan satu hal." Jay berdiri dari duduknya, mencondongkan tubuhnya ke arah Benjamin dan menunjuk dadanya dengan jari telunjuknya.

"Apapun yang terjadi, jangan, pernah, menggigitnya"

...

Jay Aron"Monster still a monster"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jay Aron
"Monster still a monster"

.
.
.

hey, thanks for supporting me by vote and comment. Nice to write for you <3

Sweet VenomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang