[3]ceps For A Better Body

129 19 1
                                    

'Tok tok tok' pagi-pagi kediaman Carmichael alias tempat tinggal Benjamin sudah kedatangan tamu. Jay, dengan mata mengantuk nya sambil mengusap kelopak mata, membukakan pintu. Tak lupa dengan umpatan-umpatan manisnya menyambut kehadiran si sosok menyebalkan itu.

"Sialan, siapa yang datang jam segini— RAJUNGAN! APA YANG KAU LAKUKAN KEMARI, BOCAH KOTA?!" kejut Jay ketika melihat sosok ini berdiri dengan wajar segarnya.

"Sialan, siapa yang datang jam segini— RAJUNGAN! APA YANG KAU LAKUKAN KEMARI, BOCAH KOTA?!" kejut Jay ketika melihat sosok ini berdiri dengan wajar segarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ethan tersenyum dengan wajah khas nya, "Hei Jay, don't you miss me?" tanyanya dengan penuh percaya diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ethan tersenyum dengan wajah khas nya, "Hei Jay, don't you miss me?" tanyanya dengan penuh percaya diri.

"Talk to dog's shit, what are you doing here!" Jay masih belum terima dengan kehadiran teman Benjamin yang dari kota. Ya, Jay kenal dengan Ethan. Benjamin pernah memperkenalkan padanya ketika ia main ke kota dulu.

"Calm man, I'm just missing my love" candanya. Jay sudah siap-siap untuk melayangkan Bogeman tetapi dihentikan oleh Benjamin yang terbangun.

"Jay, ada apa?" tanya Benjamin yang masih setengah tidur.

"BENJAMIN!!" seru Ethan sambil merentangkan tangannya. Bukannya pelukan yang didapatnya, melainkan bogeman sayang dari Jay tepat di dadanya membuat Ethan memeluk dirinya sendiri.

Benjamin mengerutkan kedua alisnya, "Whatcha doing here?" Ia tak kalah herannya dengan Jay. Seingatnya, dia tidak meminta apapun dari Ethan, tetapi mengapa dia kesini?

"Akh, aku— hanya kesepian di asrama. Jadi aku minta ayah ku untuk memberikan ku cuti sekitar dua minggu" jelasnya secara enteng. Sebuah privilege bagi seorang anak ketua yayasan.

Si pemilik rumah menghela napas berat, "Masuklah" ajaknya sambil membukakan pintu.

.
.
.

"Oh, jadi kau berambisi untuk mencari Jake Grimshaw?" tanya Ethan setelah mendengar penjelasan Benjamin, ia mengangguk.

"Ya... seandainya bukan dia yang membunuh ayah ku, aku bisa menemukan alasan lain kenapa ayah ku meninggal." jawabnya.

Mereka berdua sedang berjalan dengan santai mengelilingi desa. Udara pagi membuat suasana menjadi lebih tenang. Terutama bagi Benjamin yang sedang bertahan dengan depresinya.

"Kenapa kau tidak mencarinya di hutan tua?" celetuk Ethan membuat Benjamin sedikit terkejut.

"Kau... kau tau dari mana tentang hutan tua?" herannya. Ia tidak menyebutkan apapun tentang hutan tua, lalu bagaimana ia bisa tahu?

Ethan tersenyum bangga, sedikit menepuk dada layaknya memenangkan pertandingan. "Aku tau banyak hal, asal kau tahu"

Benjamin memicingkan matanya, "Kalau begitu coba jawab pertanyaan ku" Ethan mengiyakan tantangan tersebut.

"Apa nama tempat ini?"

"Arcane Vale"

"Arcane Vale dipimpin oleh keturunan siapa?"

"Keturunan Dominic"

"Siapa tuan tanah yang paling terkenal di Arcane Vale?"

"Tuan Michael"

"Lalu siapa penulis buku Behind Arcane Vale?"

"J the writer"

Benjamin menghentikan langkahnya. Benar ternyata bahwa Ethan membaca buku yang sama dengannya. Buku yang belum sempat ia baca, ternyata berisi detail tempat tinggalnya.

"Sial... sepertinya aku keceplosan," ucap Ethan sambil menggaruk kepalanya. "Ya tapi terlepas dari hal itu, apakah kau mau ke hutan tua? Aku akan menemani mu"

Yang ditawarkan berpikir sesaat. Benar apa yang dikatakan Ethan. Bisa dibilang, hutan tua adalah tempat para masyarakat menyembah leluhur mereka. Tak semua melakukannya, rata-rata hanya orang tua dan pemuda yang beriman.

Dan mengingat hutan tua adalah tempat terakhir dimana Jake terlihat, mungkin mereka akan menemukan petunjuk. Sayangnya, tak semua orang bisa pergi ke hutan tua.

"Kenapa? Apa kau takut? Aku akan menemani mu" ucapnya berusaha meyakinkan.

Benjamin menggeleng, "Tidak, bukan itu maksud ku." Ia melanjutkan langkahnya kembali. Diikuti dengan Ethan tentunya. Kemana mereka berjalan? Entah, sang pemilik kaki pun tak mengetahuinya.

"Hei, Benjamin, dengar aku!" Ethan menarik tangan lawan bicaranya agar menghadap kepada dirinya.

"Aku mungkin... hanya pendatang yang kesini karna merindukan junior ku, aku tidak begitu mengerti tentang tradisi, takhayul, dan orang-orang disini. Tetapi... aku yakin kau bisa mempercayakan pertolongan kepada ku, jangan selalu bergerak sendirian, Ben."

...

Hi, lagi jamkos jadi aku gatel buat ngelanjutin ini. Kalau kalian ngerasa gerak ceritanya lamban, sorry ya. Aku ingin menjelaskan detail ceritanya sih makanya aku bikin pendek dan lama alurnya.

Thanks for supporting me by reading, voting, and commenting, happy reading <3

Sweet VenomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang