Bab 4 : Pertanda Buruk

5 1 0
                                    

Pemandangan yang sama dialami seluruh penjuru desa. Langit menghitam tatkala ribuan burung gagak menutupi angkasa. Penduduk Desa Rannon kebingungan, sebab makhluk tersebut tidak segera menghilang dari pandangan. Semua orang takut keluar rumah akibat kegelapan yang memperburuk pandangan mata mereka. Belum lagi serangan beberapa gagak, seolah mencegah setiap orang keluar rumah untuk memperoleh sesuatu, terutama bahan makanan, menjadi sulit didapatkan. Para kepala rumah tangga dan pemuda yang ingin bekerja harus berjibaku dengan serbuan gagak-gagak. Kesulitan yang berlangsung selama berhari-hari tersebut menyebabkan mereka nekat untuk melakukan pembasmian besar-besaran. Kabar ini terdengar hingga ke telinga Taja dan ibunya.

"Seperti pertanda buruk," desah Miszha, teringat perjalanan suaminya yang baru saja dimulai. Mengapa peristiwa buruk ini terjadi kala suaminya tidak berada di rumah? Masih lekat betul dalam ingatannya tentang ucapan Tetua Desa yang memerintahkan agar setiap keluarga mengirimkan wakil untuk ikut memberantas 'hama' tak diundang itu. "Bukan Tuhan yang mengirim burung-burung itu ke desa kita. Biasanya, firasat Dyma benar. Ayahmu mampu membaca gejala alam yang terasa ganjil bahkan lebih baik daripada Tetua Desa," sambungnya kemudian.

"Ibu takut?" Mata Taja melirik ibunya yang langsung salah tingkah. Sebagai istri seorang kesatria, wanita itu tidak semestinya takut, namun jika kedatangan gagak-gagak memang pertanda buruk, maka nyali siapapun akan menciut.

Antara ya dan tidak, Miszha tidak langsung mengomentari pertanyaan putri semata wayangnya. Butuh beberapa saat bagi dirinya untuk menimbang jawaban yang tepat. Jangan sampai ketakutan tersebut justru menimbulkan ide buruk di benak putrinya yang mudah tersulut emosi. Ia sangat mengenal watak Taja. Jemarinya berhenti menelusuri pola kambium pada permukaan meja kayu sederhana buatan suaminya. Tanpa sadar, wajahnya sedikit memucat.

"Ta-takut? Tidak! Kita, bangsa Rhoden tidak pernah mengenal takut. Bukankah sebentar lagi Ibu akan bergabung dengan warga untuk memerangi burung-burung terkutuk itu? Akan Ibu buktikan, takut hanyalah penyakit bagi mereka yang bermental pengecut."

Meskipun Sang Ibu berusaha menutupi getar nada bicaranya, Taja dapat merasakan bimbang di sana. Gadis itu tersenyum remeh, kemudian berniat menenangkan batin ibunya dengan berkata, "Tenang, Bu, izinkanlah aku, putrimu, menggantikan tugasmu. Aku bukan lagi gadis kecil yang harus kau lindungi setiap hari. Lihat, ototku cukup kuat!" Memamerkan otot lengan yang menyembul malu-malu, cukup meredakan kegelisahan Miszha yang kemudian tertawa lepas menyaksikan tingkah lucu Taja.

"Sudahlah, Taja. Lupakan ototmu yang payah itu. Wanita seperti kita hanya akan berotot untuk melayani suami dan keluarga. Pekerjaan rumah tangga, mengasuh anak, kesibukan di ladang, adalah tiga hal yang akan kau lakukan di masa depan. Ingat itu."

Seperti biasa, kecaman ibunya tidak menyurutkan niat Taja walau setapak. Tekadnya sudah bulat. Baginya, inilah giliran putri Dyma untuk unjuk diri, apapun yang akan terjadi. Ia pun bangkit dari tempat duduknya di ruang makan. "Mana sanggup aku menentangmu, Bu. Tapi melihatmu menderita dengan menggantikan tugas Ayah, akan lebih membuatku tersiksa. Bila Ibu ingin bergabung dengan Tetua, silakan. Itu berarti aku pun akan berdiri di depanmu untuk melindungmu," tegas Taja.

Sepasang mata Miszha berkaca-kaca. Tangan kanannya cepat mencegah Taja meninggalkan dirinya. "Jangan pernah kau berani ... !"

Sorot mata mereka saling beradu. Miszha, sebagai seorang ibu, tentu merasa wajib melindungi putrinya. Apa yang akan dikatakan Dyma jika Taja sampai celaka? Sebaliknya, Taja ingin diperlakukan dewasa. Sampai kapan ia dianggap putri kecil yang cuma bisa merenungi nasib? Sedikitpun tiada rasa benci atas kehendak Sang Ibu yang sulit diluluhkan. Perlahan, tatapan itu pun meredup. Mereka sama-sama mencoba mencairkan suasana.

"Maafkan aku, Ibu. Aku hanya tidak sanggup kehilanganmu," ungkap Taja.

"Ibu juga minta maaf. Tidak seharusnya Ibu terus mengekang keinginanmu. Tetapi percayalah, berada di luar sana, tentu sangat berbahaya! Kau tidak tahu keganasan makhluk bersayap itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Taja The Warrior of RhodenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang