10 : Takdir yang Terkutuk

179 17 1
                                    

Selama bertahun-tahun terakhir, Wang Yan tidak pernah meninggalkan kawasan hutan kaki Gunung Qingyun. Bahkan meski itu hanya dalam pikirannya. Tidak ada yang berubah baginya, kecuali ketiadaan Di Feisheng. Jalan terjal, pepohonan, dan ilalang yang merunduk. Semua bagian tempat ini masih seperti dulu, yang dia kenali dan pernah ia jelajahi bersama tuan mudanya.

Mereka terus mencari dan mencari tanpa menemukan jejak Li Lian Hua. Di langit, matahari mulai memudarkan cahayanya yang cemerlang, dan awan kelabu mulai menyembunyikan bola merah raksasa yang bertahta di cakrawala. Bayangan pohon dan tubuh mereka perlahan-lahan menghilang. Semilir angin pun menjadi dingin dan berubah kencang.

"Mungkin Senior Li tidak ada di sini," komentar Fang Duobing sambil menyeka keringat di dahinya.

"Bisa jadi dia sudah keluar dari hutan sejak sore itu," sahut Wang Yan dengan wajah muram.

Mereka berhenti sejenak di satu tanah lapang yang dipagari pepohonan. Bibi Guru tidak bersuara, hanya tatapannya yang tajam menyapu sekitar.

"Ada jejak pertarungan!" Wang Yan yang berada beberapa langkah dari mereka nampak mengamati satu arah, di mana ia melihat sosok-sosok mayat bergelimpangan tertutup alang-alang tinggi.

"Mayat-mayat ini pasti perampok. Sepertinya seniormu pernah berkelahi melawan mereka di tempat ini." Wajah Wang Yan menjadi tegang. Seiring ucapannya, Bibi Guru menyerbu ke arah mayat-mayat itu.

"Dari luka-luka di tubuh mereka. Lian Hua pasti menggunakan pedangnya. Astaga! Di mana anak itu sekarang...?" Bibi Guru mendesah berat.

"Melihat bentuk kerusakan alang-alang tinggi ini, nampaknya pertarungan bergeser ke sisi lain." Masih mengikuti nalurinya, Wang Yan berjalan ke sisi utara bukit, melewati pohon beringin besar yang sudah tumbuh sejak puluhan tahun lalu. Mereka serentak menuju ke sana dan seketika berhenti dengan tatapan ragu. Tidak jauh dari mereka kini sebuah jurang menganga lebar dan dalam. Kabut tipis menutupi dasarnya. Sejauh mata memandang adalah kekosongan yang tak bertepi di mana ujungnya adalah garis hijau kehitaman di kejauhan yang seolah mengambang di cakrawala.

"Sepertinya kita menuju arah yang salah," gumam Bibi Guru, mengelus dagunya. Kepalanya menggeleng berkali-kali, memikirkan beberapa dugaan.

Fang Duobing dan Wang Yan mendekati tepi jurang, menengok ke bawah sana. Ranting dan dahan tumbuhan liar tumbuh di sepanjang sisi jurang yang terjal dan curam, di antara batu-batu cadas yang mencuat tajam.

"Jurang ini nampaknya cukup dalam," Wang Yan berkata lantas mundur lagi. Kakinya sedikit gemetar. "Mungkinkah seniormu terjatuh ke dalam jurang?"

"Tidak mungkin!" Fang Duobing menukas cepat, ekspresinya tidak percaya.

"Senior Li berilmu tinggi dan ia tidak akan kalah semudah itu melawan kawanan bandit pecundang."

Argumennya terdengar sangat masuk akal di telinga semua orang yang ada di sana. Wang Yan tidak membantah, demikian pula Bibi Guru. Perlahan Wang Yan melangkah mundur, mulai dihinggapi rasa gelisah yang aneh dan menakutkan. Dia mendongak menatap langit hanya untuk memastikan bahwa matahari telah terbenam dan menyisakan cahaya jingga kemerahan yang indah. Suasana di tempat itu kian mencekam. Bibi Guru menghela napas panjang. Hatinya dipenuhi kebimbangan. Dia tidak ingin melalui malam di kawasan ini, tapi di sisi lain, kekhawatiran akan keberadaan Lian Hua membuatnya ragu untuk pergi.

Mereka semua terdiam dalam keheningan yang mengerikan. Hembusan angin semakin kencang, melahirkan bunyi gemuruh dari gesekan rimbun pepohonan. Wang Yan menyapu tengkuknya, sontak memutar tubuh dengan wajah kian memucat. Aura yang menekan di tempat itu membuat dadanya sesak dan sekujur tubuhnya menjadi dingin.

Ti-dak! Yang Mulia tidak akan mengganggu orang-orang ini....

Tidak ada yang ganjil di sekitarnya. Mungkin hanya sedikit ketakutan yang berlebihan. Pekik elang hitam membelah angkasa, dan burung-burung nasar berputar-putar kemudian satu demi satu meluncur ke bawah sana.

𝐅𝐨𝐫𝐞𝐬𝐭 𝐨𝐟 𝐈𝐥𝐮𝐬𝐬𝐢𝐨𝐧 (𝐅𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang