Cerita 3 | Gadis-Gadis Pembohong | FreSha

871 73 17
                                    

[Freya x Marsha]

^
Episode 1
v


Freya dan Marsha sedang berciuman. Di dalam kamar Marsha, di sudut ruangan, di atas kasur miliknya. Bibir mereka melekat—atau menempel tipis lebih tepatnya—dengan canggung, terlihat dari gerak kaku tubuh keduanya.

Malam ini, setelah kegiatan latihan dance yang melelahkan, Freya diajak Marsha untuk menginap—Tidak! Mungkin lebih tepatnya: Freya dipaksa Marsha untuk menginap. Gadis itu bersikeras agar Freya melanjutkan kembali sesi belajar "kelas cinta" mereka.

Freya sebenarnya ingin menolak. Dalam hati, dirinya merasa takut terjebak semakin jauh dalam sesuatu yang sebenarnya dia sendiri tak yakin ingin ikuti. Namun, Marsha begitu gigih, bersikeras membujuknya. Hingga Freya kembali berakhir mengiyakan permintaannya.

Hubungan kedua gadis itu tidak lebih dari sekadar sahabat. Tak ada hal romantis yang terjalin di antara mereka, dan apa yang terjadi saat ini tak lebih dari bagian praktek "kelas cinta" yang keduanya ciptakan.

Semua dimulai seminggu yang lalu, ketika Marsha, secara tiba-tiba, mengungkapkan keinginannya untuk memiliki pacar. Marsha mengatakan bahwa dia ingin mendekati seseorang,—yang tidak dia sebutkan namanya—namun tak tahu bagaimana caranya.

Sebagai sahabat yang baik, Freya pun mendengarkan dan membagikan pendapatnya, memberi Marsha beberapa saran. Akan tetapi, Marsha tidak puas. Ia ingin tahu lebih detail lagi. Ia ingin Freya mengajarinya perihal percintaan secara langsung. Karena kebetulan Freya memiliki pengalaman, dan sering mengklaim dirinya pakar percintaan.

Freya—yang sebenarnya hanya memiliki pengalaman pacaran sekali dengan Chika saat masih di Academy dulu—awalnya menolak dengan halus permintaan Marsha untuk menjadi mentor cintanya. Namun, tatapan memelas Marsha membuat hati Freya melemah, dan dia berakhir mengiyakan permintaan itu.

Dari sanalah "kelas cinta" tercipta. Kegiatan kelas ini meliputi diskusi perencanaan strategi membangun hubungan, praktek obrolan romantis, dan bahkan pembedahan teknik-teknik kencan.

Meski segalanya tampak berjalan lancar, Freya mulai merasa agak gelisah. Dia sadar bahwa pengalamannya terbatas—hubungannya dengan Chika hanya bertahan empat bulan—dan sudah pasti tidak cukup untuk jadi dasar mengajari Marsha. Rasa khawatirnya semakin menjadi-jadi seiring berjalannya waktu. Dirinya takut mengarahkan Marsha ke jalan yang salah.

Dan feeling-nya terbukti benar.

Karena di sinilah dirinya sekarang. Berakhir mencium bibir sahabatnya yang penasaran akan rasanya ciuman. Freya memaki dirinya yang dulu sering pamer pada teman-temannya tentang pengalaman berciumannya dengan Chika. Sehingga sekarang salah satu dari mereka percaya dan yakin Freya dapat menuntunnya.

Freya dengan cepat menarik mundur tubuhnya, memutus tautan bibir mereka berdua. Sedikit tersengal, dia mencoba mengatur napasnya, "Ja-jadi gitu rasanya ciuman, Cha. Gimana?" Freya berucap, sambil dengan lembut menyeka bibirnya.

Marsha diam, tidak menjawab sama sekali. Dia terduduk di sana, tenggelam dalam lautan pikirannya. Tatapan Marsha kosong, dan ekspresinya sulit untuk dibaca. Perlahan, ujung jari Marsha bergerak menelusuri bibirnya, seakan mencari kembali sisa-sisa sensasi yang baru saja dia rasakan. 

Freya meneguk ludah, merasa tidak nyaman dengan keheningan yang menyelimuti mereka.

"Pa-pasti aneh ya? E-emang gitu kok, Cha," ucap Freya agak ragu. Tangannya sibuk menggaruk kepala yang tidak gatal. Freya kembali melanjutkan, "Ra-rasanya bakalan manis kalau kamu ciuman ma orang yang kamu cintai."

Marsha masih diam. Matanya yang besar dan bulat kini menatap lurus ke arah Freya. Tatapan itu membuat Freya semakin gugup, sehingga dia mengalihkan pandangannya ke sisi lain. Dalam hati, Freya ingin sekali menghajar dirinya sendiri guna menutup mulut besarnya ini.

"Be-berarti udah ya? Ki-kita tidur aja sekarang. A-aku capek banget, hehehe ...."

Sekali lagi, Marsha tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya memberikan anggukan singkat sebagai tanggapan. Keadaan ini membuat Freya semakin canggung, tidak yakin bagaimana sebaiknya dia merespons sikap Marsha yang membuatnya bingung.

"O-oke, kalau begitu ...." Freya bergumam dengan suara lirih, bibirnya bergerak ragu sebelum akhirnya mengucapkan selamat tidur pada Marsha. Dengan gerakan kikuk, Freya berbaring, menyembunyikan tubuhnya di dalam lipatan selimut, memunggungi Marsha dalam usaha untuk menutupi ketidaknyamanannya.

Marsha tetap diam sampai akhir. Dia kemudian ikut berbaring dan memunggungi Freya. Menyembunyikan tubuhnya di balik selimut yang sama.

Sunyi. Hanya bunyi detik jam yang terdengar. Sudah dua puluh menit berlalu sejak keduanya memutuskan untuk tidur. Tapi tidak ada satu pun dari mereka yang memejamkan mata. Freya saat ini mati-matian menenangkan jantungnya yang tak karuan. Sedangkan Marsha sibuk mengusap-usap bibirnya sambil menyunggingkan senyum misterius.

Di bawah selimut malam yang sunyi, dua gadis ini memendam rahasia mereka sendiri-sendiri.

Freya dan Marsha adalah gadis-gadis pembohong.

Freya bukanlah ahli percintaan, dan tak pernah sekali pun berciuman. Dirinya memang pernah dicium oleh Chika, tapi hanya di pipi. Dia melebih-lebihkan cerita pada teman-temannya. 

Sementara Marsha bukanlah gadis polos ataupun naif. Baginya kelas cinta mereka tidak penting sama sekali. Dia tidak membutuhkannya. Yang Marsha inginkan sejak awal adalah Freya. Dan hari ini, dia berhasil membuat gadis itu menciumnya.

Marsha tersenyum licik, dirinya tengah menyusun rencana untuk memanipulasi Freya lagi sambil mengingat-ingat ciuman mereka tadi. Kembali, tangannya dengan lembut mengusap-usap bibirnya. Menikmati sensasi yang masih tersisa di sana. Menikmati bunyi jantungnya yang berdebar kencang.

Benar kata Freya, ciuman itu terasa—

Manis.

 

>>Bersambung<<

JKT48 (SITUATION)SHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang