2. Sejarah

9 2 0
                                    


Beberapa hari telah berlalu, dan kini Kenan mulai bisa menjalani kehidupan normalnya lagi, hari - hari yang sama dan rasanya seperti diulang - ulang. Berangkat sekolah, pulang, belajar dirumah lalu tidur begitulah aktivitas harian yang dilalui oleh Kenan, namun dirinya tidak merasa bosan sama sekali. Hari ini akan diadakan ulangan harian pertamanya di SMA dan dapat menjadi alasan Kenan belajar sampai jam 2 pagi. "Baru ulangan harian Nan ngapain serius - serius amat," ucap Adika yang tengah memakan bekalnya di kelas, "Ga juga sebenarnya dik, nilai dari ulangan harian masuk paling banyak di rapor," balas Kenan yang sibuk membaca buku pelajarannya. "Lu juga tumben ikut belajar Feb" ejek Adika pada Febrian karena sejak kemarin mengeluh pusing karena nilainya menurun, "Kebanyakan santai terus bisa - bisa dimarahin ortu gua," balasnya singkat.

"Bisa ikut gua sebentar ga?." Tiba - tiba muncul suara perempuan yang ternyata adalah Ana, "Eh?," Ucap mereka bertiga secara bersamaan. "Lu." Ana menunjuk Kenan dan menarik dasinya, "Eh eh ngapain?," tanya Kenan kebingungan, "Udah ikut aja ah." Ana menarik Kenan sampai keluar kelas, tentu saja kejadian tersebut disaksikan oleh seluruh orang di kelas, terutama Febrian dan Adika yang masih menganga lebar, "Itu tadi Kenan ditarik cewe?."

Setelah keluar kelas, Ana melepaskan dasi Kenan dan berjalan didepannya. Kenan yang masih kebingungan memilih untuk diam dan mengikuti kemana Ana akan membawanya. Akhirnya mereka berdua sampai di kantin dan Ana menyuruh Kenan untuk duduk di kursi , Kenan menurut dan sekarang mereka berdua duduk berhadap-hadapan, membuat keadaan lebih canggung dari sebelumnya. "Jadi...ada apa?," tanya Kenan, Ana yang terlihat masih mengumpulkan keberanian akhirnya berani berbicara, "Gua mau minta maaf tentang kejadian minggu lalu, gua benar - benar ga berniat mau nampar Lo," jelas Ana sebelum dia kembali membuang muka. "Udah. gapapa kok, gua paham kalo lu ga sengaja" balas Kenan dengan tenang. "Lagipula skor kita seri," lanjut Kenan. "Jadi lu juga masih ingat..." bisik Ana pelan. Saat ingin mengatakan sesuatu sekilas Kenan melihat seseorang yang sedang mengintip mereka berdua dari balik tembok seberang, "Sebentar."

Febrian dan Adika masih kebingungan mencerna kejadian yang terjadi pada teman mereka itu, "Lu penasaran ga sama nasibnya Kenan?," ujar Adika, "Yakin lu mau ngekorin mereka?, gua sih ayo aja," balas Febrian. Tanpa pikir panjang mereka berdua membuntuti Kenan dan Ana dari kejauhan hingga sampai di kantin. "Oh my God, Kenan kencan!?," ucap Adika "Jangan berisik bego ntar ketahuan" bisik Febrian, kini mereka berdua berdiri disamping tembok yang bisa dibilang adalah pintu masuk kantin, jarak antara mereka dan Kenan tergolong cukup dekat namun kurang bisa menangkap apa yang Kenan dan Ana bicarakan. "Itu cewe dari kelas kita sendiri kan dik?" tanya Febrian, tepat ketika dia menghadap kearah Adika tiba - tiba muncul dua orang siswi yang ikut menguping pembicaraan Kenan. "Lu berdua sia--" "ssstt." Belum selesai bicara, mulut Febrian langsung dibekap oleh salah satu siswi tersebut "nanti gua jelasin," ucap siswi kedua. "Jelasin sekarang." Tanpa mereka berempat sadari kini Kenan telah berdiri didepan mereka dengan tatapan kosong. "Ada apaan?," tanya Ana yang menyusul Kenan, "Dina?, Siska? Kalian... Ngapain disini?."

"Gua bisa jelasin Nan, lu jangan emosi dulu," ucap Febrian terkejut. "Hm, kalian ikut duduk disini sebentar" ucap Kenan, Febrian dan Adika terlihat lega karena mengira Kenan akan marah karena dua temannya itu menguping pembicaraannya. Kini mereka duduk di bagian pojok kantin yang terdapat sebuah meja panjang, "Care to explain?," Tanya Kenan dengan nada bicara yang sedikit ditekankan, "Kami takutnya lu kenapa - napa Nan, paham sendiri kan orang jaman sekarang tuh susah di tebak," jelas Febrian, ditambah dengan anggukan dari Adika. "Emang lu pada kira dia mau gua apain?," tanya Ana yang merasa sedikit tersinggung. Febrian dan Adika hanya bisa saling menatap karena tidak dapat memikirkan jawaban yang aman, "Oh ya, kalian kok bareng sama mereka?," tanya Ana kepada dua siswi yang ternyata adalah temannya, "Lu dichat dari tadi ga dibales Naaaaa," jawab Siska, "Nah iya tuh dicariin dikelas ga ada, jadi kami muter - muter, eh ga sengaja ngeliat lu di kantin," tambah Dina. Kenan dan Ana melihat satu sama lain dan terlihat keheranan. "Jadi, kami pernah kenal satu sama lain, jadi musuh sih" jelas Ana. Dengan cepat mereka berempat menarik kursi mereka untuk sedikit mendekat, "Singkatnya gua 2 kali ketemu dia pas SD sama SMP" sambung Kenan "Dia SD menang-" "Dan lu SMP menang" potong Ana. Kenan mengangguk lalu berjalan pergi meninggalkan kedua temannya.

Setibanya Kenan dikelas. Bel masuk berbunyi, menandakan sebentar lagi ulangan akan dimulai. Febrian dan Adika belum kunjung datang, tetapi Ana sudah ada bahkan sebelum Kenan. 10 menit berlalu dan Bu Reva diikuti oleh Febrian dan Adika yang membawakan lembar soal ujian. "Mohon buku catatan dan buku pelajaran dikumpulkan di meja depan dan ibu harap tidak ada yang curang dalam ujian hari ini," ucap Bu Reva, lembar jawaban dan soal telah selesai dibagikan dan semua murid mulai mengerjakan. 15 menit berlalu, Kenan sudah selesai mengerjakan ujiannya namun sengaja belum dikumpulkan, dia ingin melihat siapa saja dikelasnya yang bisa menjadi calon saingannya. Akhirnya seorang siswa berkacamata bernama Reza mengumpulkan lembar ujiannya dan disusul oleh Ana, merasa sudah cukup puas Kenan ikut mengumpulkan lembar jawabannya.

Ujian telah selesai dan kini murid diperbolehkan untuk pulang sedikit lebih awal, Kenan bersama Febrian dan Adika mendiskusikan rencana untuk hari Minggu besok."Lu beneran ga ada hubungan sama Ana?," tanya Febrian secara mendadak pada Kenan. "Engga," balas Kenan singkat, "Tapi lu ga ada niatan mau cari pacar Nan?," tambah Adika, "Belum, buat sekarang belum penting." Sebuah jawaban yang selalu dikeluarkan Kenan sejak SMP tiap kali ada yang menanyakan hal tersebut. "Btw, minggu jadi ke cafe?," tanya Febrian. Kenan mengangguk namun Adika terlihat sedikit ragu, "Kenapa Dik?," tanya Febrian "Kayaknya besok Minggu gw ada acara keluarga," jawab Adika "Besok kalau jadi gua kabarin." Tambahnya sebelum akhirnya memutar gas motornya. "Duluan ya Nan!," teriak Febrian yang ikut pulang.

Keesokan harinya, setelah selesai menghabiskan sarapannya dan mengganti baju, Kenan bergegas berangkat menuju Perpustakaan Kota. Hari ini merupakan Minggu ketiga ia berkerja sebagai pustakawan, ia berkerja hanya pada hari Sabtu dari pagi sampai siang. Pada awalnya ia hanya berniat untuk menjadi relawan sementara, namun beberapa hari sebelumnya seorang pustakawan keluar dan Kenan direkrut untuk menjadi pegawai tetap, tentu saja tawaran tersebut ia terima dengan senang hati. Perpustakaan baru buka pukul 7 pagi, Kenan sengaja berangkat jam 6 untuk sekalian membereskan buku - buku baru yang belum di kategorikan pada rak nya masing - masing. Selain dirinya, hari ini terdapat seorang mahasiswi bernama Friska yang telah menjadi pustakawan selama kurang lebih 5 bulan. Kenan berjaga di meja depan, tidak lupa ia mengambil sebuah buku untuk dibaca saat sedang tidak ada pengunjung. Pagi ini belum ada satu pengunjung sama sekali, alunan musik jazz dengan volume kecil perlahan memenuhi seluruh ruangan perpustakaan untuk membuat keadaan tidak benar - benar hening, "Nan" kali ini buku yang dibaca Kenan adalah sebuah novel klasik ciptaan Franz Kafka berjudul Metamorfosis atau dalam versi sulih bahasa Indonesia berjudul Metamorfosa Samsa, menceritakan tentang seorang laki - laki mendapati dirinya telah berubah menjadi seekor serangga saat bangun tidur-"Kenan!" Tanpa Kenan sadari, Kak Friska telah memanggil namanya dari tadi, "Eh iya ada apa kak?," tanya Kenan, "Aku mau pergi bentar ada urusan, nanti ada orang nyariin suruh nunggu aja disini ya," balasnya, "Iya kak" ucap Kenan disusul dengan anggukan kepala. "Nanti kalau ada apa - apa ku chat," tambah Kak Friska sebelum keluar dari perpustakaan.

Jam menunjukkan pukul 10 pagi. Namun, Kak Friska maupun orang yang akan menemuinya belum kunjung tiba, hari ini perpustakaan lumayan ramai pengunjung mulai dari anak - anak sampai orang dewasa. Namun keadaan tersebut tidak bertahan lama, satu persatu pengunjung meninggalkan perpustakaan menyisakan Kenan sendirian. Entah berapa buku yang telah Kenan baca untuk mengisi waktunya, akhir - akhir ini ia suka membaca novel klasik walau terkadang menggunakan bahasa Indonesia baku yang susah dimengerti. "Permisi, Kak Friska ada?," terdengar suara perempuan yang berdiri didepan Kenan, "Kak Friska lagi keluar, kakak tungguin disini sebentar,"balas Kenan. "Kenan ya?," Tanya perempuan tersebut, Kenan yang merasa terpanggil menghadap kearah suara dan mendapati sosok yang pernah ia kenali, "Sherryl?".

Untuk Apa? Demi Siapa?  [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang