Orang waras

44 9 5
                                    

Vajendra menghembuskan nafasnya, seraya memandang lelah keadaan jalan yang kelihatan lenggang di sore ini.

Pria itu kembali membuka ponselnya, mengecek apakah sang kekasih sudah membalas pesannya atau belum.

Pria itu kembali membuka ponselnya, mengecek apakah sang kekasih sudah membalas pesannya atau belum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya dibaca saja.

Vajendra berdecak. Sedikit kesal dengan sikap Killa yang menurutnya aneh. Tidak mungkin Killa marah hanya karena ia menghajar dua pencopet itu, kan?

Mengantongi kembali ponselnya, Vajendra lantas berjalan menjauhi area kantornya untuk mendinginkan kepala. Bahaya kalau ia memutuskan kembali ke kantor dengan suasana hati yang buruk. Bisa-bisa seluruh karyawannya akan lembur hari ini karena setumpuk tugas diluar jobdesk yang Vajendra berikan.

Langkah kaki panjang Vajendra kian melambat kala matanya tanpa sengaja menangkap satu sosok yang menjadi duduk perkara antara dirinya dengan Killa. Sosok yang kini tengah berjalan tertatih, sambil menenteng minuman isotonik.

Dahi Vajendra mengerut samar. Entah apa yang ada dipikiran orang itu, sampai bisa melanjutkan hidup dengan tenang setelah dipukuli beberapa jam yang lalu.

Tanpa sadar pria itu menyeret langkahnya menuju kearah sosok yang sejak tadi ia perhatikan.

"Pencuri!" seru Vajendra datar.

Sosok yang hendak kembali menenggak minumannya, terlonjak kaget ketika mendengar seruan tak menyenangkan itu. Dengan gerakan waspada laki-laki itu membalikkan tubuhnya. "Mati.." bisiknya.

Vajendra mengangkat sebelah alisnya, nampak tak terkejut sama sekali dengan semua reaksi laki-laki didepannya.

Kailash mengedarkan pandangannya ke sekitar, terlihat sangat terancam ketika diteriaki 'Pencuri' tanpa aba-aba. Merasa tak seorangpun mendengar seruan itu, Kailash lantas melayangkan tatapan tak bersahabat kearah si pelaku.

"Apa?" tanya Vajendra datar.

"Apa?" balas Kailash sinis.

Vajendra mengantongi kedua tangannya, "Belum dilepas 1x24 jam, kamu sudah mau mencuri lagi?"

Kailash melotot tak terima. Laki-laki itu mundur beberapa langkah, merasa tak nyaman dengan hawa yang dikeluarkan Vajendra. "Gue lagi nggak nyuri."

'lagi nggak nyuri.'

Vajendra ingin tertawa nista rasanya, kalau saja ia tidak mengingat permasalahannya dengan Killa. "Kasih tau saya gimana cara kamu bertahan hidup tanpa mencuri."

Kailash tersenyum kecut mendengar pertanyaan menyebalkan itu. "Kenapa lo harus tau?"

Pandangan keduanya beradu. Vajendra tidak tau kenapa ia harus bertanya hal seperti itu pada sosok asing yang terlebih lagi adalah seorang pencuri. Pria itu memalingkan wajahnya.

Apa semua orang kaya memang semenyebalkan ini? Pria yang kelihatan lebih tua beberapa tahun dari Kailash ini sangat tidak tertebak. Beberapa waktu lalu ia memukuli Kailash dan Juan tanpa ampun, tapi sekarang bisa berdiri dihadapannya tanpa emosi.

Ah, untuk apa dipikirkan? Lebih baik Kailash kembali ke tempat tinggalnya, dan mengecek apakah Dewa sudah berhasil membunuh Juan, atau belum.

Vajendra melirik sosok Kailash yang bergerak meninggalkannya. Ada sesuatu yang mengusik perasaannya. Bagaimana manusia seperti Kailash bisa bertahan hidup dengan cara seperti itu? Dimana mereka berteduh, dan tidur? Darimana mereka mendapatkan pakaian?

Vajendra yang sejak kecil selalu berkelebihan harta sangat penasaran dengan cara hidup orang-orang seperti Kailash ini. Bahkan setelah terluka sana sini laki-laki itu tidak pergi ke rumah sakit, dan malah membeli minuman isotonik.

Dada Vajendra bergemuruh. Pandangannya terus mengarah ke tempat Kailash beranjak tadi. Apa yang akan dia lakukan? Mencuri lagi? Atau akan bunuh diri karena tidak punya uang?

Seluruh pertanyaan yang mengusiknya langsung terpecah ketika ponselnya berdering. Vajendra mengambil ponselnya, lalu menemukan nama Killa dilayar ponselnya. "Killa? Kamu dimana?" tanya Vajendra begitu telepon tersambung.

"Tempat Zia."

Vajendra mengerutkan keningnya ketika mendengar nada datar Killa. "Kamu kenapa? Apa yang salah?"

"Makasih udah nemuin hp aku, Jen." suara kekasihnya masih terdengar tak menyenangkan. "tapi cara kamu nemuinnya, aku nggak suka. Aku nggak suka Vajendra yang kasar."

"Tapi sayang--" telepon terputus. Vajendra menatap layar ponselnya yang sudah mati, lalu menghela nafas. Apa yang salah dari caranya menemukan ponsel Killa? Vajendra hanya melakukan yang terbaik. Killa itu terkadang suka sekali membuat Vajendra merasa lelah.

-Lakuna-

"Kusut banget Bos besar ini kelihatannya."

Vajendra menghela nafas. Sudah berapa kali paru-parunya melakukan itu hari ini? Pria yang nyaris berkepala tiga itu berjalan ke meja kerjanya, tanpa memperdulikan Pria lain yang dengan kurang ajarnya duduk diatas meja.

"Bos besar punya masalah apa kali ini?"

"Get off my back!"

Fabregas Ebrahim terkekeh ketika menerima balasan sinis dari sepupunya. Pria itu turun dari meja, lalu beralih duduk dikursi berhadapan dengan Vajendra. "Biar ku tebak..." tangannya bergerak mengetuk dahu, seolah sedang berpikir. "... Killa lagi?"

"Fabregas.."

"Vajendra..!" Fabregas menyilangkan kakinya dengan kurang ajar. "Buang aja perempuan itu! Mana harga dirimu?"

Vajendra mengusap wajahnya kasar. "Laki-laki tanpa adab tau apa soal perempuan?"

Fabregas tertohok, namun tetap tertawa geli. "Okay... Terserahmu! Aku kesini mau pinjam mobil, brother."

Vajendra memandang sepupunya dengan wajah datar. Melempar kunci mobilnya, Pria itu lantas beranjak meninggalkan Fabregas tanpa bicara.

Killa, dan pekerjaannya benar-benar menyita kewarasannya perlahan-lahan. Vajendra memandang beberapa karyawan yang kelihatan bersiap pulang, lalu tanpa sengaja menangkap seorang security yang meneguk minuman isotonik.

Ah, Vajendra hampir melupakan pencuri itu. Dia juga mulai mengganggu kewarasan Vajendra saat ini.

-Lakuna TBC-

Lakuna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang