chapter 7 : darah.

341 45 8
                                    

I said .“Don't play with me if you still want to live.”

Suara teriakan dari kusir terdengar begitu kencang. Meneriakan kepada Penelope untuk lari dan keluar dari kereta kuda sementara ia menahan sebuah serangan yang muncul.

Berbagai anak panah mengarah padanya membuat kuda menjadi begitu liar dan bergerak kencang hinggga keluar dari jalur yang akan membawa mereka menuju mansion. Menjadi sebuah jalur yang begitu asing.

Ketika suara pedang beradu terdengar, kereta kuda berhenti dengan tak cantiknya. Atau lebih tepatnya terjatuh hingga membuat 4 manusia di dalam terluka kecil.

"Putri... Bagaimana ini??"suara pelayan yang sejak tadi diam terdengar. Gadis manis itu menatap khawatir pada izekiel dan Zenith yang mengaduh kesakitan.

"Sialan, siapa yang menyerang kita??" umpatan kasar itu keluar dari mulut Zenith membuat Izekiel langsung menepuk bibir sepupunya.

"Jaga bahasamu, bodoh!" bahkan ia malah ikut mengumpat.

Sang ibu yang melihat itu menghela nafas lelal. Ia membuka pintu kereta kuda, kemudian keluar untuk melihat apa yang terjadi. Meski pelayan kecilnya melarang, itu tidak berguna karena wanita dengan anak satu itu sudah berjalan keluar.

Matanya melirik kusir yang tadi mengendarai kereta kudanya tengah bertarung menahan pedang sosok berbaju hitam.

"Hanya satu?" Penelope menaikan alisnya bingung, sebelum kemudian mendengar suara pedang kecil yang mengarah padanya."ah tidak, ada tikus yang bersembunyi."

"One, two, tree." ketika hitungan ketiga, sosok berbaju hitam 3 orang datang dan mengarahkan pedangnya padanya.

Pedang itu mengarah pada 3 titik. Leher, pinggang, dan dada. Dari 3 arah kunci tubuh dimana Penelope tidak akan bisa menghindar sama sekali.

Penelope tersenyum. Tersenyum begitu manis sampai kemudian tawa kencangnya terdengar. Tangan kananya mengangkat, mengeluarkan pedang yang sejak tadi ada di balik gaunnya.

Ia mengarahkan pedang untuk menangkis satu pedang yang mengarah pada pinggangnya, sebelum kemudian menukar arah dari sosok yang mengarah pada pinggangnya untuk menjadi tameng.

Kedua pedang itu menusuk dada dan leher sosok berbaju hitam itu. Pertarungan tadi memang tidak bisa di hindari dengan belari atau bahkan melompat atau menunduk.

Tapi Penelope bisa mengindari dengan kecepatan tangannya untuk menukar nyawa.

Ketika melihat tubuh yang ia pegang sudah tidak bernyawa, ia melemparkan tubuh itu pada sosok yang melawan kusirnya.

"PUTRI!!" teriakan kusir itu begitu kencang. Sang kusir menatap terkejut majikannya yang dengan santai melemparkan mayat itu pada nya.

"Pergi. Bawa bala bantuan, atau kendalikan kudanya dan bawa anak-anak ku pergi. Aku akan mengatasi yang disini." Sang kusir yang mendengar itu terdiam sebentar, ragu untuk meninggalkan majikannnya.

"Anak-anak ku harus selamat."

Akhirnya kusir itu belari menuju kereta kuda. Ia menutup pintu kereta kala kedua anak majikannya itu menggedor paksa untuk keluar. Ataupun pelayan yang berteriak memanggil-manggil nama Penelope.

Zenith mengumpat kasar, berusaha untuk membuka pintu itu dengan tendangannya."sialan,BAGAIMANA MUNGKIN AKU MENINGGALKAN IBUKU BERSAMA PARA BAJINGAN ITU?!"

Izekiel ikut panik. Sebelum kemudian membuka jendela dengan paksa lalu melempar sebuah pedang yang baru saja ia beli bersama dengan ibunya. Pedang Miliknya yang memang ia pilih dengan teliti.

Kereta kuda itu berjalan meninggalkan Penelope yang kini berhadapan dengan 3 orang berbaju hitam. Ia mengambil pedang yang tadi di lemparkan oleh Izekiel.

"Hmm, cukup tajam. Bagus." setelah mengucapkan itu, ia melirik bajunya, kemudian merobeknya menggunakan pedang itu."bahkan bisa merobek guan berkain mahal ini. Keren."

Penelope menatap 3 orang itu datar."siapa yang menyuruh kalian?"

Ketiga orang itu diam sebentar, sebelum kemudian salah satunya menjawab."maaf nona, kami hanyalah seorang pembunuh bayaran. Klien kami adalah rahasia. Jadi.. " setelah mengucapkan itu 3 orang maju.

Penelope mendengus kala mendapat serangan dari berbagai arah. Ia mengarahkan pedangnya pertama untuk sosok yang mengincar lehernya. Pedang tajam miliknya mengarah pada leher orang itu dan merobek kulitnya kala orang itu tidak sempat menghindar.

Kedua ia menghindar dengan menggunakan tubuh tadi untuk menghindari salah satu serangan yang mengincar bagian dadanya, dan kemudian menghindar dari serangan mengarah pinggang membuat serangan itu menyeranf sosok yang mengincar dadanya tadi.

Mereka jadi terlihat seperti saling menyerang satu sama lain. Setelah itu  ia memukulkan ujung pedangnya pada tengkuk penyerang yang mengincar bagian pinggang, sebelum kemudian menusuk dadanya dengan padangnya.

Semuanya berakhir. Ke-empat pembunuh bayaran telah berakhir nyawanya di tangan nya. Penelope mendengus menapati sebercak darah pada pipinya. Ia mengusapnya namun malah membuat darah itu semakin banyak di wajahnya.

Tangannya penuh darah ternyata."kotor... " ucapnya seraya melihat gaunnya yang sudah jelek.

Robekan gaun yang besar tadi membantunya untuk bergerak bebas. Dan kini pakaiannya malah terlihat begitu lusuh. Hari sudah sangat gelap, membuat Penelope mau tak mau berjalan menuju mansion yang sangat jauh.

Doakan kakinya baik-baik saja. Bagaimanapun ia tidak bisa mengabari Roger untuk menjemputnya. ini adalah Zaman dahulu, bukan zaman modern yang akan ada sebuah ponsel.

Ia melewati beberapa tempat gelap sebelum kemudian sampai di hadapan mansion besar keluarga Duke Alpheus. Waniat itu dapat melihat dari pagar bahwa terdapat kereta kuda rusak dan Roger yang memarahi pelayan serta kusirnya.

Ia berjalan masuk tanpa melewati penjaga pintu. Kemana penjaga pintu, mereka sendiri tengah berkumpul di dekat kereta kuda mendengarkan omelan roger dan bersiap untuk mengeluarkan kereta kuda lain untuk menjemput dirinya.

"Sudahlah, Roger." Penelope berjalan mendekat kepada Roger yang terkejut akan kehadirannya. Semua yang disana menghela nafas lega, namun kemudian panik melihat darah di wajah penelope dan gaunnya.

"Putri, darahh!!" para pelayan panik dan belari untuk memanggil dokter. Namun sebelum itu terjadi, sebuah sihir menghentikan gerakan mereka.

"Sudahlah." penelope menatap Roger yang menatapnya kesal. Sebelum kemudian laki-laki itu memukul kepala penelope.

"Sialan kau!" Roger menghela nafas lega."bikin panik saja."

"Hehe, maaf kakak."

Roger mendengus."darah siapa itu?" ia melihat darah di wajah Penelope.

"Darah dari tikus-tikus itu."

Mendengar itu Roger mengangguk."segera kembali ke kamarmu. Aku akan memanggil dokter." perintahnya. Ia kemudian berjalan pergi meninggalkan Penelope.

Penelope sendiri memutuskan untuk langsung istirahat. Ia menuju kamarnya di ikuti para pelayan yang akan melayaninya.

Sedangkan Sang kusir bingung dengan nasibnya."bagaimana nasibku? Mengapa aku di abaikan?"

Tbc.

Penelope JUDITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang