Menikah tanpa didasari cinta. Apalagi karena sebuah perjodohan. Bagaimana bisa Saka membawa bahtera rumah tangga harmonis bersama Sabriena, sosok perempuan cantik yang dijodohkan oleh Mami dan baru ia kenal beberapa minggu sebelum pernikahan terjadi? Aneh? Iya?
Namanya juga perjodohan. Menikahnya... dadakan seperti tahu bulat yang dijual di pinggir jalan.
Duar!
Apa nggak bejir moment—kata anak muda sekarang bilangnya begini—banget di hidup Saka?
Saka tidak mengenal sama sekali perempuan itu. Kapan ulang tahunnya, hobinya apa, makanan yang disukai dan hal yang dibencinya. Contoh dari hal-hal mendasar seperti di atas saja Saka tidak pernah tau.
"Sabriena itu anaknya baik, dek. Mana cantik, anggun, sopan, pokoknya mah di mata Mami Sabriena istriable. Percaya sama Mami. Kakakmu loh, juga suka sama Sabriena. Kata si kakak ijonya ijo neon."
Kurang lebih seperti itu kalimat yang Saka dengar dari mulut Mami tercinta.
Karena tidak ingin dicap sebagai anak durhaka, Saka mana punya power lebih sebagai anak bungsu yang bisa menolak keinginan Mami tersebut.
Ketika Mami mengatur pertemuan pertama, Saka pikir ucapan Mami beberapa waktu lalu yang agak hiperbola itu hanya pemanis belaka. Nyatanya?
Ya, Saka akui Sabriena memang cantik. Bahkan masuk kategori cantik banget versi Saka sampai-sampai membuat dirinya terpana sesaat sebelum akhirnya alarm kesadaran memperingatinya untuk tidak mempermalukan diri dengan kesan yang buruk.
Siapa sih yang tidak terpikat pada pandangan pertama dengan perempuan secantik Sabriena?
Selain cantik, perempuan tinggi semampai itu juga anggun. Dari stelan pakaian yang dikenakannya, cara ia bertutur kata yang menurut Saka sopan dan kaku banget; saya dan kamu seolah-olah Saka sedang berhadapan dengan kolega bisnis, padahal hanya pertemuan basa-basi untuk saling mengenal satu sama lain.
Ya Tuhan, kenapa ini sangat menyebalkan untuk didengar?
Jika Saka perhatikan dengan seksama, Sabriena memang berkelas. Saka pikir hal itu wajar, karena Sabriena terlahir dalam keluarga yang berlimpah materi dan berpendidikan. So, etika pasti dijunjung tinggi bukan?
Istriable? Entahlah. Saka harus memastikan langsung ketika mereka sama-sama menyetujui—tanpa keterpaksaan—untuk hidup bersama walau hubungan sebenarnya tidak lebih dari bisnis—menurut Saka sendiri, entah pada Sabriena.
Namun, ada satu pertanyaan yang selalu hinggap di kepala Saka.
Kenapa Sabriena mau saja menyetujui perjodohan ini? Dengan privilegenya sebagai perempuan yang sangat good looking, bukankah lebih mudah mencari pasangan hidup?
KAMU SEDANG MEMBACA
From Zero to I Love You
FanfictionPerjodohan diterima. Nikahnya dadakan. Gimana Saka mau bangun rumah tangga kalau bibit cinta saja belum tumbuh?